Chanyeol bukannya sengaja memesan tempat duduk barisan paling belakang di bioskop supaya ia merasa seperti berduaan dengan Danbi. Sungguh. Kebetulan saja kursi lain yang tersedia terlalu pinggir atau terlalu depan, atau tidak bersebelahan, dan lagi Chanyeol berpikir barisan paling belakang adalah pilihan yang lebih baik untuk menikmati film.
"Tapi..." Danbi melihat bangku-bangku lain yang kosong. "Sepertinya penontonnya sedikit sekali."
"Eh... aku tidak tahu kenapa tampilannya saat pemesanan tiket seperti itu," jawab Chanyeol.
Chanyeol juga bukannya sengaja hanya membeli satu popcorn ukuran sedang agar mereka harus berbagi dan kemungkinan tangan mereka akan sesekali bersentuhan. Danbi sendiri yang bilang agar tidak membeli terlalu banyak. Tentu saja Chanyeol seharusnya bisa membeli dua popcorn kecil terpisah dari awal, tapi filmnya akan segera dimulai dan ia yakin dua popcorn kecil tentu akan memakan waktu sekian detik lebih lama daripada satu popcorn sedang.
"Tidak apa-apa kalau kita berbagi, kan?" tanya Chanyeol, walaupun percuma saja bertanya karena ia sudah telanjur membeli.
"Aku akan menahan diri supaya tidak makan lebih banyak darimu," gurau Danbi.
Chanyeol juga sama sekali bukan sengaja memilih film yang paling tidak menarik dengan harapan ia bisa sering melirik Danbi dan Danbi juga akan memerhatikannya. Ia awalnya sempat penasaran dengan film ini karena sinopsisnya menceritakan kisah kehidupan pelarian pada masa peperangan zaman dulu. Ia baru ingat belakangan bahwa sejarah bukan topik favoritnya.
Filmnya begitu membosankan sehingga Chanyeol tidak punya pilihan selain memerhatikan Danbi di sebelahnya. Danbi berusaha keras menonton film dengan penuh perhatian hingga terlihat lucu. Setiap kali jemari mereka bersentuhan di atas popcorn (yang terjadi cukup sering dengan sengaja-tapi-tidak-sengaja), ia mendengar gadis itu mendenguskan tawa pelan.
"Maaf," gumam Danbi setelah tangan mereka bersentuhan kesekian kalinya.
Chanyeol menelan ludah tanpa suara. Lupakan saja. Ia memang sengaja. Tempat duduk, pilhan film, popcorn bodoh itu, dan semuanya. Rasanya ia mendadak menjadi remaja bodoh dan putus asa yang sedang mendekati gadis yang disukainya. Ia berharap Danbi tidak menyadarinya.
Chanyeol tahu tingkahnya aneh dan gila. Tapi membayangkan memegang tangan Danbi membuat dadanya berdebar-debar tidak keruan. Setiap kali menyentuh jarinya, Chanyeol yakin jantungnya nyaris melompat keluar.
Benar-benar seperti remaja yang putus asa.
Pada satu titik, entah bagaimana tangan mereka bersentuhan sedetik lebih lama daripada sebelumnya. Chanyeol hampir tidak berpikir ketika jemarinya menyusuri sela-sela jemari Danbi dan menggenggam tangannya. Dingin, karena penghangat ruangan di dalam teater tidak dipasang maksimal. Lengket, karena gula dari popcorn. Dada Chanyeol berdentum-dentum.
Danbi menatapnya. Di tengah keremangan di dalam teater, Chanyeol bisa melihat kedua matanya berkilat. Tapi, Danbi tidak menarik tangannya.
Masalah terbesar manusia adalah ketidakmampuan untuk merasa cukup. Sekarang setelah berhasil memegang tangannya, Chanyeol mulai memikirkan hal-hal lain. Memeluknya, menggendongnya, menciumnya....
Mereka berada begitu dekat. Chanyeol hanya perlu mencondongkan badannya sedikit dan bibirnya akan menyentuh bibir Danbi. Apakah ia akan menakuti Danbi? Apakah itu terlalu cepat? Ini baru kencan pertama. Kalau bisa dibilang kencan. Apakah sebaiknya jangan?
Kesempatannya lenyap seketika ketika terdengar suara ledakan dari film. Danbi tersentak kaget dan meluruskan kepala. Ia baru saja kehilangan sebuah adegan penting—barangkali satu-satunya adegan menarik di dalam film itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Ghostwriter
FanfictionRyu Danbi sudah mengagumi Park Chanyeol, yang dikenal dengan alias LOEY, hampir sepanjang karir laki-laki itu; mulai dari penyiar radio sampai menjadi penulis seri fiksi kriminal populer, dan sekarang menjelang debutnya sebagai aktor suara. Bagi Dan...