3

1.6K 160 10
                                    

Hari ini, Raga tidak merasa khawatir berlebih.

Karena Afey nampak tenang...

Tentu saja, karena semua cara confess nya selalu gagal.

Seperti... bunga yang dia taruh di meja Miss Edna hilang dan ketemu itu di tong sampah dekat dengan TU. Gombalan bahasa inggris nya waktu pelajaran pun gak pernah tergubris karena suka ada saja gangguan, jadi tidak terdengar. Bahkan ... lusa kemarin tuh Afey memberanikan diri ngechat langsung lewat nomer whatsapp, tapi tidak digubris. Anehnya Miss Edna cuman ngechat buat ngumpulin tugasnya yang nunggak.

"Aneh... aneh banget. Semua usaha gue gagal. Kayak ada dalang dibalik semua ini." Afey menatap curiga ke semua orang.

"Uhuk..  uhuk uhuk." Raga terbatuk, merasa bersalah juga sudah menghapus pesan Afey yang begitu menyentuh di ponsel ibunya.

"Sudahlah, berarti memang gak ada jalan lo bisa bersatu sama Miss Edna. Mending lo nyari yang sebaya, biar peluang dapatnya juga besar." Raga menawarkan. Dia sudah senang karena Afey tenang mendengarkan.

"Mungkin gue belum ngasih sesuatu yang Miss Edna suka..."

Setelah menjawab begitu, Afey bilang mau pergi ke pasar buat belanja.

Sedangkan Raga cuman bisa menepuk jidat, merasa pening. Dia lupa kalau Afey itu anak kepala batu.





Tapi katanya... pas dalam perjalanan pulang dari pasar, Afey jatuh hingga kakinya terkilir. Dia jadi tidak bisa hadir ke sekolah.

Afey itu memang anak yang banyak drama dalam hidupnya. Tapi baru kali ini Raga bersyukur tentang itu. Soalnya hidupnya bisa sedikit tenang. Gak usah mikirin cara ngegagalin ide confess nya dia.

Hidup begitu tenang ketika habis belajar di sekolah dia pulang ke rumah dan menikmati waktu santai. Lalu melihat ibunya sibuk membuat beberapa soal buat ulangan harian di meja kerjanya, ya... beginilah hari hari yang normal. Raga tersenyum senang karena itu.

Lalu...

Ting tong! 

"Raga, buka pintu tuh. Mama lagi pusing nih."

"Oke."

Raga bangkit dan merapihkan tampilannya. Biar pas difoto sama abang paket kelihatan agak rapih. Biasanya begitu ya kan?

Abang paket....

"Loh... AFEY!"

"HAH? RAGA!"

Bukan abang paket rupanya! Tapi Afey!

"Kok, lo bisa ada di rumahnya Miss Edna?" Tanya Afey dengan suara bergetar. Terus, tas jinjingan yang entah apa isinya jatuh... Semakin mendramatisir keadaan.

"Gue... Gue bisa jelasin!" Raga terbata bata, dia mendekat kearah Afey namun ditepis dengan kencang.

Duh... dilihat dari reaksinya, pasti anak itu lagi mikirin hal aneh di otak lemotnya.

"Lo... pacar nya Miss Edna ya! Tega lo bohongin gue selama ini. Pantesan cara confess gue selalu gagal... apa jangan jangan itu ulah lo?"

Tuh kan... Raga menghela nafas sabar.

"Ehm... sebagian bener, sebagian salah. Masuk dulu yuk? Gue siap jelasin."

"Siapa nak? Loh... ada temen kamu? Eh eh... kenapa dia nangis?" Lalu datanglah Miss Edna, dia panik melihat Afey menangis dan menyuruh Raga membawanya masuk ke dalam saja.

Si bontot disuguhi teh hangat dan kue basah dari pasar, supaya nangisnya reda.

Raga juga belum siap menjelaskan, entah kenapa bingung memilih kata kata.

Kalau dia bilang dirinya adalah anak Miss Edna, Afey pasti tidak akan menyerah untuk mengejar ibunya.

Tapi masa Raga harus membiarkan Afey berfikir yang enggak enggak soal hubungannya dan sang ibu? Lebih bikin gak nyaman.

Kayaknya belum cukup....

"Gue kayaknya kudu jadi pawang ni anak... supaya dia gak ngedeketin ibu gue." Batin Raga... Dia pun menelan ludah dan membawa Afey ke kamarnya.

"Fey... dengerin."

Sebelum melanjutkan, Raga keluar sebentar untuk menemui sang ibu dan memintanya untuk jangan dekat dekat ke kamar.

"Hihi... Oke. Mama diam disini aja. Pelan pelan ya? Anak orang nanti makin kenceng nangis nya."

"Hah? Mama bilang apaan sih!"

"Hahaha oke oke. Selamat bersenang senang."

Lalu beliau menjauh, rupanya fokus menonton sinetron di televisi. Dia sudah selesai membuat soal.

Raga pun kembali ke kamar dan tersenyum canggung kearah Afey.

"Ada beberapa yang mau gue jelasin. Denger pelan pelan dan jangan nyela sebelum gue selesai oke?"

Afey mengangguk. Dia pun duduk diatas kasur, menyamankan diri dengan memeluk bantal. Posisi ini semakin membuat tubuhnya terlihat kecil bagi Raga.

"Gue bukan pacarnya Miss Edna. Jangan mikir gitu ya?"

"Terus kenapa lo ada disini!"

"Duh, jangan nyela! Coba lo liat kamar ini."

Maka Afey pun melihat lihat kamar ini. Tidak luas tapi bersih dan wangi Ragan. Lalu di atas meja belajar ada foto keluarga dengan ukuran sedang. Disana ada Ragan kecil, bersama seorang laki laki dan Miss Edna yang kelihatan masih muda.

"Eh?" Afey nampak terkejut, dia bahkan sampai mendekat dan memastikan dengan teliti.

"Lo! Sama Miss Edna?"

Raga mengangguk. "Iya, gue anaknya Miss Edna. Itulah alasan gue ada di rumah ini. Orang ini juga rumah gue."

Afey nampak senang dan berjingkrak jingkrak.

Sudah Raga duga jika anak itu tidak akan menyerah.

"Ahahaha yey! Kalau gitu gue bisa lanjut confess--"

"Gak bisa."

"HUH?!"

Raga mendekat, menarik Afey hingga anak itu terperangkap diantara kasur dan lingkupan badan besarnya.

Keringat sudah mengucur deras dan Ragan merasa jika dadanya sesak. Tapi ia merasa harus melakukan ini.

"Karena gue gak rela... Orang yang gue suka ngejar orang lain. Meski pun ibu gue sendiri."

I Want You too!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang