02. Tahun 2020 Di Kafe Samala

1.1K 54 0
                                    

Happy Reading <3

Jakarta, 2020

"Kamu sudah belajar? Jangan kebanyakan main laptop, nanti otak kamu jadi kecanduan." Ucap Nadeem. Pria yang menginjak usia kepala 4 itu— baru saja pulang dari perjalanan luar kota.

"Ayah udah pulang?" kaget Arga, pasalnya ia tak mengetahui bahwa hari ini Nadeem akan pulang secepat itu. Biasanya, Nadeem pergi ke luar kota sampai 3 atau bahkan 4 bulan.

Alis Nadeem terangkat, "kenapa kalau Ayah pulang? Kamu sedang apa?"

Arga menggeleng cepat, ia tidak mungkin memberitahu Nadeem jika dirinya tengah sibuk menulis cerita di dalam laptop. "Ini, Yah, Arga lagi belajar."

"Belajar apa kamu? Ada tugas di kampus?"

"Iya, Yah, aku lagi ada tugas kampus. Lumayan banyak juga." Sahut Arga sambil menyembunyikan kegugupannya. "Ayah udah selesai di Bogor?"

Nadeem menggeleng, "kerjaan Ayah belum selesai di Bogor. Malam ini akan berangkat lagi."

Arga menghela napas, "Ayah baru aja pulang."

"Ya, begitu." Nadeem memijat pelipisnya, "besok pagi ikut Ayah."

"Mau ke mana?"

"Ayah akan kenalkan kamu sama rekan kerja Ayah yang ada di Bogor. Dan kamu akan mulai mengikuti training."

Arga terdiam, "gak bisa lain kali aja, Yah? Di sini aja lagi banyak tugas. Belum aku selesaiin."

Nadeem berdecak lidah, "kalau ditunda-tunda terus, kapan lagi kamu akan mengikuti training? Lagian rekan kerja Ayah bisanya besok. Mereka orang sibuk, pasti tidak banyak waktu untuk melatih kamu."

"Kalau ...," jeda, "aku nolak permintaan Ayah. Gimana? Aku sebenernya udah lama mau bilang ini sama Ayah.  Tapi—,"

"Kamu tidak ingin menjadi penerus perusahaan Ayah?" tukas Nadeem. "Apa yang mau kamu harapkan, Naradipta? Perusahaan Ayah sudah lama dibangun. Dan kamu satu-satunya anak Ayah, pewaris tunggal yang akan memimpin perusahaan Ayah kelak. Mau jadi apa kamu nantinya?!"

"Aku mau jadi diriku sendiri, Yah." Tutur Arga, "aku mau jadi penulis. Aku ada bakat di sana, dan aku juga minatnya di sana. Bukan jadi pembisnis di usia muda."

Nadeem tersulut emosi. "Apa-apaan kamu, Naradipta?! Penulis tidak ada apa-apanya dibandingkan menjadi penerus perusahaan Ayah! Kamu mau makan apa jika menjadi penulis? Memakan tulisan? Iya? Apa itu semua akan membuat kamu kenyang? Jangan bodoh, Naradipta! Ayah sudah menyekolahkan kamu selama ini, masuk les sana-sini. Apa ini balasan kamu untuk Ayahmu, Naradipta?" cerca Nadeem sambil menatap penuh kilatan ke arahnya.

"Ini mimpi aku, Yah. Mimpi aku sebagai seorang penulis." Timpal Arga, menarik napasnya dalam-dalam.

Nadeem berdecak, "persetan dengan mimpi mu, Naradipta!" ketusnya, "buanglah mimpi mu itu jauh-jauh. Karena sampai kapanpun, Ayah tidak akan pernah memberikanmu kesempatan untuk menjadi seorang penulis. Tidak berguna dan hanya akan membuang waktu."

Arga terdiam.

"Untunglah kamu karena hari ini Ayah sedang tidak ingin marah sama kamu, Naradipta. Besok pagi langsung siap-siap, Ayah sudah mendapatkan izin dari pihak kampus. Mau tidak mau, kamu tetap harus mengikuti training bersama rekan kerja Ayah."

Your Eyes They LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang