Tiga belas: Rumah Nenek

120 16 5
                                    

Taki menghela napas pendek. Menghempaskan tubuhnya di atas sofa, remaja itu merogoh sakunya, lalu menegakkan punggungnya panik saat tangannya tak kunjung menemukan ponsel.

Taki menegakkan tubuh, meraba sofa di sekelilingnya. "Bunda!! Hape aku di mana, ya??" teriaknya panik.

Bunda menyahuti dari arah dapur, "cari di tas, kak!"

"Enggak ditaro di tas!" balas Taki sambil berdiri memutari ruangan.

Semua perabotan kayu usang— namun tetap terlihat bersih— digeser-geserkan olehnya untuk mencari keberadaan ponsel. Taki dan keluarga sedang mengunjungi rumah nenek yang lokasinya cukup jauh dari kota tempat mereka tinggal. Sekolah Taki libur tiga hari dan ayahnya mengusulkan mereka untuk mengunjungi ibu sang istri, sekalian refreshing katanya.

Tentu saja butuh waktu lama sampai ke sini, bokongnya sampai pegal karena duduk di mobil berjam-jam. Niatnya beristirahat sambil mengobrol dengan Riki, namun angannya harus ditunda karena kini alat komunikasi miliknya itu malah tak ada.

"Bundaaa, gak adaaa," teriak Taki merengek.

Dia hampir menghampiri bunda ke dapur. Namun langkahnya terhenti saat tak sengaja melihat sang adik yang belum berumur satu tahun anteng duduk di atas kasur salah satu kamar, sedang asik mengemuti ponselnya, sedangkan sang ayah yang ditugaskan menjaga malah tepar di sisinya.

Rasa panik Taki naik satu tingkat. "Kalaa!!!" teriaknya sambil masuk dan mengambil paksa ponselnya.

Ayah sampai terlonjak bangun. "Kenapa, kak?"

"Hape aku! Ya Tuhan!" Taki dengan panik membersihkan ponsel dari air liur adiknya menggunakan baju. Kala malah tanpa dosa tertawa girang menepuk tangan.

"Kamu tuh yaaaaa!" amuk Taki sebal. Dia ingin mengomel tapi pasti sang adik yang belum mengerti bahasa manusia hanya akan tertawa-tawa girang lagi menanggapinya— karena menyangka dia mengajak main.

Maka dari itu, dengan satu decakan kesal, Taki memelototi Kala sebelum keluar dari kamar dengan cemberut. Sang ayah hanya menggaruk tengkuk melihatnya.

"Kenapa sih, kakk?" Suara sang ibu terdengar lagi, kali agak sedikit mengeluarkan nada menegur.

Taki masih cemberut, menghempaskan seluruh tubuhnya ke atas sofa dan membuka ponsel. "Gak papa!" balasnya singkat.

Dia memeriksa seluruh notifikasi yang masuk. Dari grup kelas, grupnya bersama Riki, Junghwan, Inhong, Jeongwoo, dan Haruto—yang memang ramai setiap hari, lalu pesan pribadi dari Harua, dan grup ketua kelas seluruh angkatan. Taki menggulirkan semuanya dengan wajah bosan, sampai tiba-tiba muncul notifikasi baru di atas layarnya.

You have new messages from Ni-ki (10 IPS 2)

Senyumnya langsung mengembang tertahan, Taki dengan cepat membukanya. Menganga geli saat Riki mengetik begitu cepat dan pesan baru darinya membombardir roomchat mereka secara terus-menerus.

Ni-ki (10 IPS 1):
Sayang udah sampe belum

Ni-ki (10 IPS 1):
Sayang

Ni-ki (10 IPS 1):
Sayang sayang sayang

Ni-ki (10 IPS 1):
Tadi kata kamu sejam lagi juga nyampe kan ya

1820 | Mutual Feelings (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang