X. Pertikaian

6 2 0
                                    

Aku jemput jam tujuh malam ya

Nadir berkali-kali membaca pesan tersebut. Ia tengah memikirkan harus mengiyakan atau menolaknya. Gadis itu hanya memainkan jari di atas layar ponsel miliknya. Tanpa sadar sudah membuang napas dengan kasar berkali-kali.

Di ujung ruangan Anes tengah memperhatikan. Temannya itu hanya mengamati Nadir dalam diam, sesekali memainkan gawai yang tengah digenggamnya. Sudah dua hari ini mereka tidak terlibat pembicaraan apa pun. Semenjak Ratih tinggal dengan suaminya, Anes dan Nadir selalu terlibat pertikaian kecil hingga membesar seperti sekarang.

Biasanya Ratih akan menjadi penengah dalam pertengkaran mereka. Masalah yang tengah dihadapi Anes dan Nadir ini pun tidak diketahui oleh Ratih. Tak ada yang ingin mengalah satu sama lain karena sifat keras kepala mereka.

Anes mulai tak tahan. Ia memasuki kamar mandi setelah mengambil bajunya di lemari. Beberapa waktu kemudian ke luar dari sana dengan busana berbeda dari sebelumnnya. Tanpa berucap sepatah pun, ia mengambil tas jinjing miliknya yang tak jauh dari Nadir lalu ke luar dari indekosnya entah hendak pergi ke mana. Ia pun tak berniat memberitahu Nadir sama sekali.

Nadir pun hanya memperhatikan tanpa bertanya. Matanya tak berhenti menatap sampi pintu kamarnya tertutup.

Gausah. Tunggu aja di ssera cafe

Nadir kemudian bergegas setelah membalas pesan yang dikirimnya untuk Baskara. Setelah berpikir panjang, akhirnya ia memilih untuk pergi dengan laki-laki itu saja. Walaupun ia sendiri tak suka pergi dengan lelaki itu. Tak apa hitung-hitung menyegarkan otak, pikirnya.

Pro.bi.ty

Nadir dan Baskara tak menghabiskan waktu banyak di ssera cafe tempat tujuan mereka bertemu. Namun tidak langsung pulang juga setelah menghabiskan beberapa makanan dan minuman di sana. Nadir dan Baskara berboncengan di motor milik laki-laki itu.

“Mau ke mana, ini?” Baskara mulai melajukan motornya perlahan setelah Nadir selesai menggunakan helm yang diberikan dan duduk di jok motor belakangnya.

Entah seberapa jauh Baskara telah mempersiapkan pertemuan dengan Nadir, sampai-sampai membawa helm cadangan di motornya.

“Gatau. Ke mana aja juga boleh sih.” Nadir menjawab sekenanya. Ia menyilangkan tangan seraya menatap jalanan di pandangan kanannya dengan tenang.

Mungkin nadir akan menyesali ucapannya nanti. Karena Baskara pun tidak memiliki tujuan lain selain melajukan motornya di bawah kecepatan 20km/jam.

Tak ada percakapan dari masing-masing insan tersebut. Nadir terhanyut dalam pikiran sendiri sedangkan Baskara tidak berhenti melukis senyum di bibir, perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Nadir sedang memikirkan apa yang tengah dilakukan Ratih juga Anes sekarang. Meskipun ia memiliki sedikit masalah dengan Anes, gadis itu masih saja penasaran dengan yang dilakukan temannya tersebut.

“Mau beli sesuatu ga?” pertanyaan Baskara tertiup angin sehingga yng didengar hanya kata terakhir saja.

“Nggak apa?”

“Hah?”

“Apa? Hah kamu ngomong apa? Kamu manggil?”

“Manggil? Hah aku nggak manggil.” Baskara kemudian menepikan kendaraan roda duanya.

Nadir menegakkan tubuhnya, “Kalau lagi di atas motor ga usah ngajak ngomong, aku gabisa denger. Jadinya kayak orang budeg.”

Baskara terkekeh.
“Lucu deh. Percakapan kita nggak ada nyambung-nyambungnya tadi.” Ucapan Baskara hanya dibalas dengan putaran bola mata yang dilakukan oleh Nadir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ProbityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang