Aroma bawang putih yang sedang ditumis menguar ke penjuru ruangan yang luasnya hanya 3x3 meter. Tak adanya dinding penghalang membuat aroma itu merebak ke mana-mana.
Seorang gadis di balik selimut tengah menggeliat. Aroma bawang putih tadi cukup membuatnya sesak sampai terbangun.
Dengan mata kantuk, terpaksa ia menyibak selimut untuk bangun dan duduk menyilang.
Telinganya menangkap suara sutil dan wajan beradu. Netranya berkeliling untuk mencari tahu.
Tak jauh dari tempatnya duduk, ia melihat seorang gadis lain tengah berjongkok di hadapan kompor yang menyala. Tangan kanan memegang sutil, yang lainnya menahan kuping wajan agar tidak bergoyang di atas kompor.
"Lagi masak apa, Nad?" Setelahnya, gadis tadi menguap.
Nadir, orang yang ditanyai menengok sebentar. "Bangun juga kamu, Nes. Aku masak nasi goreng. Oh, iya tadi pagi Ratih telepon. Katanya, dia sama suaminya bakal ke sini bawa barang-barang yang ketinggalan sekalian perpisahan." Tangannya kembali sibuk membolak-balikan nasi di penggorengan.
Anes, gadis itu terbeliak lalu berdiri seketika. Ia mengambil langkah cepat menuju kamar mandi yang berada di ruangan itu juga. Letaknya tak jauh dari kompor tempat Nadir memasak.
"Kenapa nggak bangunin daritadi, sih?! Kan belum mandi anjir. Ah, kamu mah Nad." Anes mengomel di balik pintu kamar mandi yang terbuka sedikit.
Kunci pintunya sudah rusak, oleh sebab itu tidak dikunci. Siapa yang peduli, lagipula dalam satu ruangan ini hanya ada dirinya dan Nadir. Begitu pikir Anes.
"Halah! Biasa juga nggak mandi pagi kamu, Nes."
"Hash! Berisik," balas Anes dari dalam.
Nadir menggeleng-geleng kepala dengan kelakuan satu temannya itu.
Selang beberapa menit setelah Nadir menyelesaikan masak-memasaknya, gadis itu menyandarkan kasur busa bekas Anes tidur ke dinding.
Tangannya mengambil sapu yang tergantung di balik pintu masuk. Nadir sangat resik. Melihat debu sedikit saja dia risih. Anes yang jarang bersih-bersih membuatnya gemas. Namun, temannya itu sering mengusilinya dengan mengganggu ia menyapu.
Untung saja, kali ini Anes tengah mandi. Jadi, dirinya bisa dengan bebas membereskan ruangan kecil yang sudah mereka tempati selama satu tahun.
Nadir tersenyum melihat ruangannya sudah rapi.
Telinganya tak menangkap lagi percikan air. Nadir yakin Anes baru selesai mandi. Segera ia siapkan karpet untuk menata makanan dan alat makan-tentunya-di sana.
"Assalamualaikum, Nes, Nad!" Pintu masuk terbuka memunculkan kepala tanpa badan. Wajahnya tersenyum saat mata itu bertumbuk dengan milik Nadir.
"Waalaikumsalam." Nadir meloncat dan berlari ke arah perempuan di balik pintu-Ratih. Dibuka pintu itu lebih lebar, Nadir mengambil badan Ratih untuk dipeluk lebih erat. "Huaaa kangen!"
Ratih membalas rengkuhan Nadir dan menepuk-nepuk punggung gadis itu.
"Ayo masuk. Kak Roni, ayo masuk Kak!".
Setelah masuk, ketiganya duduk di karpet. Nadir menyendokkan nasi goreng ke piring satu-satu dan memberikannya pada Ratih dan Roni. "Makan, makan, aku yang masak loh." Nadir memamerkan giginya.
"Bagus banget, datang pagi buta biar dapet sarapan gratis." Baru saja Anes ke luar dari kamar mandi. Tatapan sinis ia jatuhkan pada Ratih yang menatapnya juga.
"Iya dong, lumayan."
Tidak, Anes tidak benar-benar marah pada Ratih. Tentu saja gadis itu senang atas kedatangan Ratih hari ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/251129488-288-k828768.jpg)