"Bukannya tadi kamu sama Nadir, ya?"
Anes baru saja memasukan sesendok ice cream ke mulutnya. "Nggak, tuh kalau sekarang aku nggak liat. Tadi, sih di taman pas aku samperin. Eh, anaknya malah kabur."
"Kamu apain sampe kabur gitu?"
Anes mendelik mendengar pertanyaan berikutnya. Memang sejak akad tadi, Ratih tidak melihat keberadaan Nadir lagi. Gadis itu tahu betul temannya tidak suka acara pernikahan. Pikirnya, apa Nadir pulang?Pengantin perempuan itu terus saja celingak-celinguk mencari keberadaan Nadir. Sebelah tangannya ditarik dengan lembut. "Sayang, udah duduk dulu aja. Mungkin nanti Nadir ke sini."
Ratih menuruti permintaan Roni dan duduk di samping kursinya. Meja bulat dengan enam kursi tinggal tersisa satu yang kosong. Mereka sengaja tidak mengisi. Untuk duduk Nadir, katanya.
Siapa yang mengira bahwa salah satu grossman di pernikahan Ratih dan Roni adalah Baskara, laki-laki yang sedang dihindari oleh Nadir sekarang. Baskara tengah satu meja dengan Anes, Ratih dan Roni. Satu grossman lain bernama Hamdan juga adalah teman Roni.
Sebelum sesi akad tadi, Anes sudah memperhatikan salah satu grossman-nya. Netranya selalu tertuju pada Hamdan.
Namun, sangat disayangkan karena laki-laki itu sudah memiliki seorang anak. Tadinya Anes sempat ingin mendekati, tapi urung setelah diberitahu oleh Ratih.
"Nes, kalau suka orang itu lihat-lihat dulu. Jangan asal ganteng aja." Ratih terbahak dengan perkataanya. Ketiga laki-laki yang berada di meja itu ikut terkekeh.
"Mana tahu kalau udah berbuntut." Anes mencebik pura-pura mengalihkan pandangan. "Udah, ah bahas yang lain aja."
Tak berapa lama, gadis dengan gaun gaun a-line selutut tanpa lengan duduk di kursi yang kosong. Tangannya menyimpan cukup kasar piring yang ia bawa ke meja. Tatapan tajamnya tertuju pada Ratih yang berada di sampingnya.
"Datang-datang melotot, ngajak berantem?"
"Bisa-bisanya pelaminan kosong, apa maksudnya?" Nadir, gadis itu menatap sinis pada Ratih seraya menyilangkan tangan di dada.
Ratih nyengir kuda. "Laper, Wa. Jadi makan dulu di sini."
"Wa, wa, wa. Kamu pikir aku uwamu?!" Nadir menjulingkan mata kemudian menyantap hidangan yang ia bawa sendiri tadi.
Tanpa memperhatikan sekitarnya, Nadir makan dengan lahap. Tak acuh akan gincu yang hampir memudar. Ia asik sendiri. Bahkan, tidak mengetahui ada orang yang sedang dirinya hindari.
"Enak banget ya, Bun? Kayak nggak pernah nemuin makanan enak aja." Anes mencibir, sesekali menggigiti sendok es krim.
"Seenggaknya, makanan ini lebih enak dari sedok yang kamu gigit."
Buru-buru Anes menyimpan sendok itu ke gelas es krim. "Bisa-bisanya."
"Anggun dikit, kek. Udah jadi bridesmaids masa makannya gitu. Jaga image kali."
"Jaga lilin baru bener. Takutnya ketahuan."
"Kamu sana jaga lilin!"
"Iya, aku jaga lilin kalem aja. Kamu ini yang ngider."
Percakapan random Anes dan Nadir tak berhenti sampai makanan di piring Nadir habis.
Ratih hanya menggelengkan kepala melihat tingkah dua temannya itu. Tanpa ia sadari, setitik air mata lolos melewati pipinya.
Senyuman terpatri di wajah Ratih. Netranya bergantian menatap Anes dan Nadir. Tak menyangka akan secepat ini dirinya meninggalkan mereka. Meninggalkan dalam artian tidak tinggal bersama lagi.
