II. Pernikahan Ratih

38 15 15
                                    

"Kalau punya rambut kayak nyikun ini, nggak usah sok-sok'an diurai deh. Iya kalau rapi. Berantakan gini, astaga! Pantes aja kamu jomlo, Nad, Nad."

Nadir memutar bola mata mendengar ocehan teman seperkampungan tengah sibuk menata rambutnya. "Hubungan sama jomlo apa? Heran deh, aku mah."

"Iya ada dong. Mana ada cowo yang mau deketin cewek berantakan gini."

"Ini tadi rambutnya diacak-acak angin, makanya berantakan."

"Diacak-acak angin mulu, belum pernah ngerasain diacak-acak sama cowok, ya? Kasian."

"Di antara ribuan topik yang lebih berbobot, berisi, berfaedah dan kamu pilih bahas soal cowok? Apa nggak bosen?!"

"Enggak lah, aku kan normal, suka cowok. Emangnya kamu?"

Berbicara dengan Anes memang tak pernah ada habisnya. Ia heran, bagaimana bisa temannya itu tidak kehabisan kata untuk membalasnya.

Dari ribuan hari, Nadir bersumpah pada dirinya ingin melewati hari ini kalau bisa. Sayangnya, waktu tak dapat ia lompati.

Meskipun tak suka, Nadir tetap harus menjalaninya. Apalagi, ini adalah hari bersejarah bagi salah satu temannya, Ratih.

Kalau saja pernikahan ini bukan milik Ratih, ia tak akan mau menghadirinya apalagi menjadi bridesmaids.

Ia membenci acara pernikahan. Nadir kecil dan acara pernikahan adalah kenangan buruk baginya.

Pernikahan yang diimpikan Ratih sejak lama akhirnya terjadi juga. Tidak mungkin kalau Nadir tidak ada hari ini.

Ratih, Nadir dan Anes-yang membantunya merapikan rambut-sudah sangat lama berteman. Lebih lagi, ketiganya dari kampung yang sama.

Lulus sekolah, mereka memutuskan untuk merantau ke kota orang. Berharap nasib baik bersama mereka. Siapa sangka di kota orang, Ratih terlebih dahulu mendapat jodoh.

Anes yang paling heboh mendengar kalau Ratih dilamar dan akan segera menikah.

"Coba aja waktu itu aku nggak tolak si Roni. Beuh, pasti yang sekarang nikah itu aku. Bukan Ratih." Anes memasang hiasan di kepala Nadir sambil mengoceh.

Nadir hanya memutar bola mata tak acuh. Lebih ke bosan mendengar ocehan temannya itu. Dari semenjak Ratih dilamar sampai sekarang akhirnya menikah, Anes selalu cerita bahwa dirinya juga pernah didekati oleh Roni-calon suami Ratih.

Tentu saja hanya dirinya yang tahu, kalau Ratih mengetahui soal ini mungkin pertemanan mereka tidak akan sampai sekarang.

Setelah rambutnya rapi, Nadir segera ke kamar mandi di ruangan itu untuk berganti baju yang sudah disediakan.

Tak lama pun ia keluar, Anes melongo melihat dirinya.

Nadir mengernyitkan dahi. "Kenapa, sih?"

Anes menggeleng lalu menghampiri Nadir. "Kamu ngaca, deh."

Nadir sedikit melihat ke belakang saat Anes mendorong bahunya menuju cermin. "Ada apa, sih?"

"Kamu kok cantik banget, Nad? Heran deh, bisa-bisanya cewek secantik ini jomlo."

Nadir mendelik mendengar kalimat terakhir Anes.

"Kurang ajar!"

Mendapat respon seperti itu, Anes malah terpingkal-pingkal.

pro.bi.ty•

"Saya terima nikahnya Ratih Harta Gunawan binti Gunawan dengan maskawin tersebut dibayar tunai!"

ProbityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang