Bab 5

140 40 125
                                    

Happy reading! [ akselerasi ] vote dan follow jangan lupa onlypn

Hari ini adalah hari olimpiadenya dimana ia berhasil melewati malam mengerikan bersama Mama dan Rafael. Pikirannya terganggu setelah ia menyaksikan sendiri Rafael menangis terseduh seduh di hadapan makamnya.

Namun sekarang ia harus fokus pada olimpiadenya ini, bisa bahaya jika Quenna menggagalkannya karena itu bisa membuat Mama curiga. Perihal sandi morse yang mengatakan kunjungi kakek, ia juga sedang memusingkan hal itu.

Tiga jam lamanya olimpiade berjalan kini Quenna berhasil menyelesaikan tantangan pertama itu, ternyata ini tak semengerikan yang ia kira. Bahkan lomba debatnya di masa lampau pun sepertinya lebih mengerikan.

"Gimana Briggita? Kamu berhasil 'kan ngerjainnya?" Bukan pertanyaan melainkan pernyataan yang Mama ingin dengar. Ia hanya mengangguk lesu, sial moodnya langsung buruk setelah bertemu psikopat satu ini.

"Sekarang kita ke sekolah ya? Mama temenin kamu kok, kamu gak lupa hari ini jadwalnya wawancara 'kan?"

"Apa lagi ini ya Tuhan? Wawncara apaan? Masa Briggita disuruh kerja sih! Gak lucu banget." batin Quenna menggerutu sebal.

"Iya Ma, ayo." Ia berusaha untuk menjadi Briggita, senatural mungkin apapun wawancara yang akan menjadi tantangan keduanya nanti pasti bisa ia taklukan.

Sesampainya di sekolah, kini mereka turun dari mobil. Quenna hampir terpana dan tertipu jika ini mobil milik keluarganya, namun sayang seribu sayang harapannya patah karena ini adalah mobil...kepala sekolah.

"The hell, seberapa deket Mama sama kepala sekolah? Kok bisa pinjem mobil demi jemput gue gini?" Tak ingin memusingkan masalah yang justru menjadi pemicu misteri, kini Quenna dengan bodohnya mengabaikan clue itu.

Lorong bernuansa gelap dengan hawa dingin yang cukup menusuk kulit, apa mereka tidak tahu cara menggunakan AC? Bukankah ini suhu 17°? Gila!

Bertemu dengan pintu aneh dipenghujung lorong gelap ini, berwarna emas ya... sekedar cat, mana mungkin sekolah ini sanggup membeli pintu yang benar dari emas? Lagipula jika ada dana pun mereka tidak akan mubazir bukan? Quenna tersenyum remeh.

Ting tong!

Mama menekan bel yang berada di atas knop pintu, dalam hitungan detik pintu itu terbuka dengan sendirinya, kagum? Oh tidak mungkin, c'mon Quenna sudah melihat teknologi yang lebih canggih dari ini.

"Briggita selamat datang." Sambutan dari seorang pria berjas hitam menyalaminya dan tentu Mama juga. Tertulis gelar kepala untuk sekolah di belakang nama beliau. Ahh jadi beliau ada orang yang harus ia temui?

"Sudah siap untuk wawancara?" Ia mengangguk seraya tersenyum simpul.

Dugaannya salah, ia kira hanya akan ada dirinya, Mama, dan kepala sekolah. Tapi ternyata masih ada dua pria yang ia tebak bahwa mereka adalah donatur terbesar hingga berhak menghadiri wawancara entah berantah ini.

Quenna bisa melihat jelas tatapan merendahkan dari dua pria tersebut, tch pasti mereka merasa paling kaya di sini. Padahal kalau dibandingkan dengan kehidupannya dahulu, oh tentu mereka hanya salah satu biji wijen.

Seraya memainkan kumisnya pria berbalut Dior oblique Short Sleeve Shirt itu terus mengedipkan satu mata padanya. Ewh pedofil, sedangkan satunya lagi pria botak dengan Diorblacksuit Square Sunglasses. Oh lihatlah perpaduan kilauan dari kepala beliau dan kacamata anti matahari itu membuat Quenna ingin sekali tertawa.

"Sepertinya kamu sangat santai Briggita," celetuk pria berkumis itu seraya menaik turunkan alisnya. Santai? Lagi pula memang ada alasan ia harus gugup disituasi lucu seperti ini?

TTSH: A Trap Letter || Jaerose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang