Bab 7

128 41 164
                                    

Happy reading! [ meet again! ]

Bagaimana rasanya bertemu cinta lama yang telah tiada? Dipermainkan semesta dengan kekasih yang hidup dalam raga berbeda? Tanyakan itu pada Rafael, maka kalian akan merasakan gilanya dunia dengan hal hal diluar akal.

Ia memutuskan untuk membolos hari ini agar bisa menjemput gadisnya- Quenna, atau lebih tepatnya Briggita? Namun sayang sekali kedatangannya ini justru memicu perhatian dari orang sekitar. Hm, apa mobil ferari merahnya terlalu mencolok?

"Sekalipun ini mimpi, gue gak bakal nyesel buat ketemu lo lagi Quenna Roseanne. Lo gak akan tahu seberapa terpuruknya gue saat ngeliat lo bunuh diri tepat di hadapan gue," gumam Rafael seraya menatap sendu sekitar.

"El, sorry lama." Ia sedikit terperanjat tat kala suara asing mengusik lamunannya, seorang gadis berpipi chubby dengan surai hitam, gadis yang sama di mimpinya kala itu.

"Masuk sendiri," jawabnya ketus. Jujur saja ia belum terbiasa berinteraksi dengan Quenna versi beda raga, percayalah jika bukan karena benih cinta ia tak akan mempercayai Quenna yang hidup lagi dalam raga berbeda.

"Berhenti lihat gue sebagi orang asing, lo harus terbiasa sama gue yang sekarang," sarkas Quenna seolah tahu apa yang ada dipikirannya.

"Kita mau ke mana?"

"Hotel, ganti mobil lo dan titipin ferari ini di sana. Gue ngerasa ada yang ngikutin kita," ujar Quenna dengan tatapan tajamnya.

Sorot mata yang membuatnya deja vu dengan Quenna yang dulu, Quenna yang selalu menolak mentah mentah jika ia ajak bicara. Namun sekarang? Lihatlah gadis itu dengan belasan katanya.

"Lo sekarang bawel," gumamnya yang ssyang masih mampu Quenna dengar.

"Gue bawel buat nyelametin diri sendiri, lo juga gak bakal rela kalau gue mati dua kali 'kan?" Kalimat yang dengan ringan Quenna ucapkan mampu menggores hatinya. Mengapa gadis itu dengan mudah mengucapkan kata sakral itu? Kata yang ia benci.

"Gue bakal lakuin apapun buat lindungi lo, Quenna as Briggita Nalisa."

Mereka menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit termasuk waktu berganti mobil. Ia membelokkan stir menuju pantai, hanya sekedar parkir mobil di sana.

Usai memakirkan mobil dengan benar, ia melepaskan beltnya dan belt gadis itu. Briggita gadis yang sungguh asing, namun sorot matanya membuat Rafael terpana. Sorot mata Quenna yang ia rindukan.

"Jadi gue udah cek tentang keluarga lo. Dan hasil yang paling mencurigakan adalah Mama Briggita." Ia menyerahkan sebuah berkas pada gadis itu yang langsung dibuka.

Rafael dapat melihat jelas tatapan bingung saat gadis itu membaca berkas pencariannya. "Bisa jelasin kenapa ini mencurigakan?"

"Gue tahu ini kinda dark, tapi gue bakal jelasin. Mama lo berasal dari panti asuhan beliau punya otak yang jenius, sama kayak lo, Briggita yang sekarang lima belas tahun udah kelas sebelas SMA. Dan Mama lo adalah alumnus Oxford, tapi riwayat kerja beliau cuma jadi kepala sekolah di sekolah lo sekarang."

"Gue gak bisa nemuin jejak kisah orang tua lo bersatu sampai nikah, yang jelas Mama lo punya hubungan tersembunyi sama kepala sekolah. Gue belum punya bukti karena mata mata yang lo minta baru gue kirim hari ini."

Briggita atau lebih tepatnya Quenna hanya mengangguk paham.
"Gue punya firasat kalau gue itu anak mereka, tapi disisi lain gue ragu karena gue bisa lihat cinta tulus dari Mama ke Papa Briggita."

Keraguan Quenna mampu membuatnya ikut merasa ragu. "Simpan itu buat opsi petunjuk. Yang bisa gue simpulin Mama lo cuma mau lo better then her. Untuk alasannya gue pikir itu tugas lo buat cari tahu," jelasnya.

Seraya berpikir gadis itu mengeluarkan beberapa surat dari tasnya. "What is that?" tanya Rafael mengernyitkan dahi heran.

"A trap letter, gue berterimakasih sama peringatan dari surat ini. Tapi di sisi lain gue ngerasa risih karena surat surat ini dateng di waktu dan tempat yang terlalu umum. Its like stalker," ujar Quenna bergidik ngeri.

Memilih untuk tidak bertanya lagi, Rafael membuka dan membaca satu persatu surat itu. Ia juga menguasai bahasa jerman sama seperti Quenna, bedanya karena ia memang memiliki darah jerman. Sedangkan Quenna? Hanya untuk menambah koleksi bahasa.

"Totebag itu? Isinya surat juga?" Pertanyaannya mampu membuat Quenna sedikit terperanjat terkejut. Gadis itu menepuk dahinya seolah melupakan sesuatu.

"Gue lupa! Ini surat baru titipan dari kakek." Setelahnya Quenna kembali membuka surat surat aneh itu lagi, dengan Rafael yang masih menghubungkan semuanya.

"Tanyakan Papa tentang dendam Mama," ucap Quenna membaca surat itu. Ia menoleh ke arah gadis itu, kemudian bertanya. "Nah bener 'kan teori gue? Tapi lo hati hati, gue takut ini jebakan kayak yang lo bilang kalau orang tua lo jatuh hati secara tulus."

Berbeda dari sebelumnya saat Quenna langsung paham mengangguk, namun kini malah mengernyitkan dahi bingung.
"Gue gak paham maksud lo," ucap Quenna.

"Simpelnya Papa lo beneran cinta sama Mama lo, dan gue yakin sulit buat tanya perihal dendam yang bakal jadi topik sensitif itu. Tapi gue percaya sama otak cerdik lo buat ngatasin semua ini," ujar Rafael dengan penuh penekanan. Ia berusaha meyakinkan gadis itu bahwa Quenna sanggup menjalani ini.

"Thanks El."

"Hm, any way lo sadar sesuatu?"

Sepertinya gadis itu merasa jengah yang membuatnya terkekeh gemas. "Apa lagi? Muak gue sama misteri kayak gini," decak Quenna.

"Gimana caranya kakek lo bisa jadi perantara surat ini? Kayaknya sih beliau kawan lo."

"Bisa gak to the point? Please El otak gue udah hampir meledak." Bukannya merasa takut karena terkena omelan ia justru mengacak surai hitam Briggita yang mampu membuat Quenna salah tingkah.

"Di sini lo harus tahu mana lawan dan kawan. Gue kawan lo, dan bakal nambah satu lagi yaitu kakek lo. Sedangkan lawan? Jelas itu kepala sekolah dan Mama lo."

"Buat Papa dan stalker mereka abu abu, take care karena gue takut ini beneran a trap letter. Kemungkinan dalang dibalik letter ini bermusuhan sama Mama lo."

Quenna merolingkan matanya seraya menghembuskan napas kasar. "Atau bisa aja si stalker ini ngebanntu gue karena ada utang budi? Jangan buat vibes Mama gue seburuk itu," sarkas Quenna.

Ia hanya menyengir seraya membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Maaf ya kalau gue meluk cewe selain lo Quen, tapi maksud gue di sini buat meluk lo kok. Jangan cemburu ya?"

"Pede banget, bukan urusan gue lo mau meluk siapa," cibir Quenna seraya semakin mendusal diperut six packnya.

Meski topik yang mereka bicarakan cukup berat, namun semua itu tak luput dari waktu berharga. Kenangan ajaib yang bisa mengobati rasa rindu seolah Rafael Jaefrey kepada Quenna Roseanne.

To be countinue...

Ayo main tebak tebakan!
Jadi si Papa itu hitam atau putih?

Dan siapa yang harus Quenna percaya  di sini? Si pengirim surat a.k.a stalker? Atau Mama?

Spam next here!

TTSH: A Trap Letter || Jaerose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang