Enam tahun lalu.Joanna sedang mematut diri di depan kaca. Saat ini dia tengah memakai terusan panjang warna hitam sepaha. Tanpa lengan dan heels dengan warna yang serupa.
"Ayo, Jo!!!"
Teriakan Teressa membuat Joanna lekas menyambar tas yang telah diisi ponsel dan dompetnya. Sebab malam ini dia akan menghadiri pesta ulang tahun temannya di kelab malam.
Joanna dan Teressa yang sudah berusia 30 awal tentu saja tidak akan pikir ulang untuk ikut serta. Karena usia mereka sudah legal. Jelas hal ini tidak akan menjadi masalah.
"Anjing! Gini, dong!"
Pekik Teressa saat menatap Joanna dari atas hingga bawah. Dia terpanah saat melihat si sahabat yang biasanya tampak pendiam di tempat kerja, kini justru terlihat sebaliknya. Apalagi saat melihat tatto bunga non permanen yang sengaja wanita itu pasang di lengan kanan. Agar terlihat nakal dan tidak ada yang berani mengganggu dirinya
Setengah jam kemudian mereka tiba di kelab. Joanna jelas digoda teman-temannya. Karena baru kali ini dia mau diajak mendatangi kelab. Karena untuk minum minuman keras, jelas dia sudah pernah mencoba. Hanya coba-coba saja. Segelas dua gelas, tidak sampai mabuk tentunya.
Joanna mulai mengedarkan pandangan ke sekitar. Karena sejak tadi merasa ada yang mengawasi dirinya. Benar saja. Setelah sekitar dua menit menyipitkan mata, dia akhirnya menemukan pria berlesung pipi yang sedang menatap dirinya saat teman-temannya sibuk menggoda wanita.
Karena tertangkap basah, Jeffrey akhirnya bangkit dari duduknya. Merapikan jas dan berjalan mendekat. Mendekati Joanna yang kini sudah menukikkan alisnya. Sembari menatap si pria dari atas hingga bawah.
"Mau dansa?"
Teressa dan teman-temannya mulai mengedipkan mata. Tidak lupa dengan mengangguk singkat. Seolah meminta Joanna untuk menerima ajakan. Sebab sejak tadi, mereka telah membicarakan Jeffrey dan teman-temannya yang menduduki kursi VVIP di pojokan.
"Sure!"
Joanna menerima ajakan Jeffrey. Karena dia juga berniat untuk senang-senang malam ini. Tidak peduli jika dia akan berakhir dibungkus nanti. Sebab dia juga merasa bisa menjaga diri karena sudah berkepala tiga saat ini.
Senyum Jeffrey mengembang. Dia langsung membawa Joanna di lantai dansa. Mereka saling merapatkan badan dan menikmati alunan musik yang terputar semakin kencang.
"Siapa namamu?"
Bisikan Jeffrey membuat bulu kuduk Joanna meremang. Dia juga mulai menelan ludah sebelum menjawab. Apalagi setelah pinggang dan punggungnya diusap pelan.
"Joanna. Kau?"
"Jeffrey, tapi akan lebih suka kalau kau panggil Daddy."
Joanna terkekeh pelan. Lalu semakin merapatkan badan saat tubuhnya terdorong dari belakang. Membuat Jeffrey siap tanggap dan langsung mendekap si wanita.
Malam semakin larut, orang-orang di lantai dansa sudah banyak yang turun. Begitu pula dengan Joanna yang sudah dibawa Jeffrey keluar dari tempat itu. Menuju hotel terdekat untuk menuntaskan sesuatu.
Setibanya di kamar hotel, bibir mereka langsung bertaut. Sebab sejak tadi sudah menahan nafsu. Masing-masing pakaian juga sudah dilucuti satu per satu. Hingga terjadilah hal itu.
8. 00 AM
Joanna baru saja bangun. Dia langsung ke kamar mandi karena Teressa menelepon terus-menerus. Bertanya akan keadaannya yang sejak semalam tidak memberi kabar setelah dibawa pergi oleh pria asing yang ditemui di kelab malam itu.
Setelah memakai pakaiannya kembali, Joanna langsung pergi dari kamar ini. Tanpa pamit sama sekali. Sebab dia memang tidak berniat meneruskan hal ini.
Satu jam kemudian Jeffrey bangun. Dia kecewa saat tidak menemukan wanita yang semalam diajak tidur. Padahal, dia berniat mengenal wanita itu lebih jauh. Karena selain cocok dalam urusan di tempat tidur, mereka juga cocok saat berbicara tentang hal lain yang dibahas pada malam itu.
"Sialan!"
Maki Jeffrey saat bangkit dari ranjang. Harga dirinya terluka. Sebab merasa jika dia tidak cukup memuaskan bagi si wanita. Karena Joanna langsung pergi tanpa berpamitan.
Tanpa membersihkan diri, Jeffrey langsung memakai pakaiannya kembali. Sembari melirik bekas alat kontrasepsi. Membuat wajahnya memerah saat ini. Sebab harus mengingat percintaan panas kemarin.
Karena mereka memang tidak mabuk semalam. Sehingga memori malam panas mereka masih teringat jelas di ingatan. Tidak heran jika Jeffrey merasa pusing dan memutuskan untuk ke kamar mandi sebentar sebelum pulang.
Satu bulan kemudian.
Joanna sedang menggigit bibir bawah. Dia tengah menunggu hasil test pack yang baru saja dimasukkan pada gelas yang berisi urinenya. Karena dia terlambat datang bulan sejak pertama kali mendatangi kelab bersama Teressa.
Brak...
Joanna jatuh terduduk saat melihat hasilnya. Dia benar-benar shock dengan apa yang baru saja dilihat. Sebab sebenarnya, dia hanya iseng saja saat mengecek kehamilan. Karena dia sudah terlalu percaya diri sebelumnya.
"Tidak mungkin! Aku sudah memakai pengaman kemarin!"
Joanna langsung bangkit dari duduknya. Mencoba beberapa test pack milik Teressa. Karena mereka memang satu kontrakan dan berbagi kamar mandi juga.
Tok... Tok... Tok...
Gedoran pintu kamar mandi terdengar kencang. Namun Joanna tampak enggan membuka. Sebab seluruh test pack yang dicoba menunjukkan hasil yang sama. Positif semua.
9. 00 PM
Joanna baru saja berdiri dari sofa yang ada di lobby ruang tunggu. Sebab orang yang ditunggu sudah tiba saat itu. Pria yang tidur dengannya pada satu bulan yang lalu.
Jeffrey yang melihat Joanna tentu saja langsung tersenyum. Matanya mengerjap sebab tidak percaya dengan apa yang sedang dilihat saat itu. Karena selama satu bulan ini dia selalu terbayang-bayang akan wanita itu.
"Joanna? Kamu Joanna yang waktu itu?"
Joanna mengangguk kaku. Sedangkan Jeffrey tampak tidak berhenti tersenyum. Sebab selama ini, dia berusaha mencari wanita itu. Namun tidak kunjung ketemu karena circle pertemanan mereka sangat jauh.
"Sedang apa di sini? Ada kenalanmu yang tinggal di sini?"
Joanna tidak mau berbasa-basi. Dia langsung memberikan map coklat yang berisi hasil pemeriksaan dan test pack tadi pagi. Tanpa mengatakan apapun lagi dan langsung pergi.
Jeffrey jelas bingung saat ini. Dia hanya menatap kepergian Joanna yang sudah naik taksi. Sedangkan dirinya mulai membuka isi map tadi.
"Ya Tuhan! Aku akan jadi Ayah!"
Pekik Jeffrey setelah melihat isi map tadi. Dia langsung berlari menuju mobilnya kembali. Berniat mengejar taksi yang ditumpangi Joanna tadi. Sebab ingin mempertanggungjawabkan hal ini.
Ya. Ini karena Jeffrey memang sudah naksir berat pada Joanna saat pertama kali berjumpa. Apalagi saat mereka berbincang. Belum lagi saat berada di atas ranjang. Mereka sangat cocok bersama dan Jeffrey yang sudah berusia 32 jelas tidak akan membuang waktu jika sudah bertemu wanita yang tepat.
Namun tidak dengan Joanna yang berniat membesarkan anak ini sendiri saja. Sebab dia sadar jika hal ini terjadi karena kelalaiannya. Selain itu, dia juga enggan berharap pada manusia.
Tujuannya memberi tahu Jeffrey akan kehamilannya, sebenarnya hanya ingin pria itu tahu saja. Mau dia percaya atau tidak kalau ini anaknya, Joanna benar-benar tidak mau peduli juga. Karena yang terpeting, dia sudah memenuhi kewajiban untuk memberi tahu hal ini pada ayah si anak.
Tbc...