8/8

351 82 140
                                    


Joanna masih melipat tangan di depan dada. Sembari menatap Isla dari atas hingga bawah. Dia memang cantik. Sangat. Khas wanita desa.

Namun Joanna jelas tidak kalah cantik dari Isla. Apalagi dia rajin perawatan dan selalu menjaga pola makan. Jangankan makan gorengan, minum minuman berasa saja tidak pernah. Kecuali kopi tanpa gula guna melancarkan BAB saja.

Selain Jordan, sebenarnya ada banyak pria lain yang menyukai dirinya. Namun Joanna yang perfeksionis tentu saja tidak akan sembarangan memilih pria. Ya, anggap saja waktu bertemu Jeffrey dia sedang apes saja. Karena sudah terlanjur juga. Kasihan pula anaknya jika lahir tanpa ayah.

Selain itu, Jeffrey dan keluarganya juga cukup berada. Sehingga Joanna tidak perlu memusingkan soal finansial jika menikah dengannya. Mengingat biaya untuk membesarkan anak sangat mahal dan Joanna jelas tidak ingin anaknya menderita karena kekurangan uang.

"Lalu kenapa? Hah? Coba katakan! Apa masalahnya? Mau anak di dalam atau di luar nikah, Julio akan tetap anak kita! Dia akan mewarasi apa saja yang saat ini menjadi milik Papanya! Kenapa? Kau iri, ya? Kasihan."

Joanna langsung bangkit dari duduknya. Dia menatap keadaan rumah tua Isla yang memang sudah mengelupas catnya. Sebab gaji Isla memang tidak seberapa dan memang hanya cukup untuk makan dan pengobatan ibunya saja.

"Silahkan ambil Jeffrey! Tapi jangan harap kau bisa mengambil hak anakku dari ayah kandungnya sendiri!"

Joanna berniat langsung pergi. Namun, tiba-tiba saja Isla menarik tangan kanannya kencang sekali. Seolah sedang ingin mengatakan sesuatu saat ini.

"Aku hamil."

Jantung Joanna berdegup kencang. Sorot matanya menajam. Dia juga langsung menepis kasar tangan Isla yang masih menggenggam pergelangan tangannya.

"Congrats!"

Ucap Joanna sembari membalikkan badan. Menatap Isla dengan senyum seolah sedang meremehkan si wanita. Membuat Isla langsung berkaca-kaca.

"Selamat! Itu yang ingin kau dengar, kan? Untung saja Tante Ira meninggal lebih cepat. Kalau tidak, aku yakin dia akan langsung sekarat saat tahu anak yang selalu dibanggakan telah berhasil merebut suami orang."

"Ka----"

"Apa? Aku benar, kan? Silahkan datangi rumah orang tua Jeffrey! Jika mereka masih menerimamu lagi, dengan senang hati aku dan Julio akan pergi! Tapi jika tidak, siap-siap saja menderita sampai akhir!"

Joanna langsung pergi dari sana. Meninggalkan Isla yang kini sudah beruarai air mata. Sedangkan Joanna, dia langsung mengunci gerbang rumah dari dalam. Sekaligus pintu dan jendela.

Satu jam kemudian Jeffrey pulang. Dia berhasil memasuki rumah dengan cara menaiki gerbang dan lewat pintu belakang yang untungnya belum Joanna kunci sebelumnya. Sehingga dia tidak perlu tidur di teras atau bahkan memanggil tukang kunci malam-malam.

Ceklek...

Jeffrey baru saja memasuki kamar. Dia melihat Joanna yang sedang mengemas barang-barang. Dalam lima koper besar. Karena tidak ingin ada barang yang tertinggal dan berakhir dipakai Isla.

"APA YANG KAMU LAKUKAN!?"

Pekik Jeffrey sembari menarik koper yang sedang Joanna tutup sekarang. Dia tampak begitu marah. Karena melihat Joanna yang telah berniat pergi dari rumah. Padahal, mereka baru saja kembali ke sana.

"Isla hamil anakmu, kan? Bajingan!"

Joanna mendorong Jeffrey. Dia langsung meraih resleting koper lagi. Karena tidak ingin repot-repot mengkonfrontasi.

"Aku bisa jelaskan!"

Pekik Jeffrey panik. Sebab dia tidak merasa sedang menghamili si tetangga ini. Karena kebaikannya hanya murni ingin balas budi.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan! Aku dan Julio akan pergi! Aku tidak sudi tinggal di sini lagi!"

Joanna sudah selesai menutup koper kelima. Sedangkan Jeffrey tampak bingung sekarang. Bingung ingin menjelaskan dari mana.

"Siapa yang mengatakan ini? Isla?"

Tanya Jeffrey dengan nada panik. Karena Joanna sudah menarik dua koper besar keluar dari kamar ini. Sebab dia jelas tidak akan mau bertahan setelah diduakan seperti ini.

"KAU PIKIR SIAPA LAGI YANG SELAMA INI BERUSAHA MERUSAK RUMAH TANGGA INI!? LEPAS! JANGAN SENTUH AKU JEFFREY! AKU JIJIK!"

Joanna menepis tangan Jeffrey. Karena pria itu langsung menahan tangannya lagi. Berharap dia akan berhenti melangkahkan kaki.

"DEMI TUHAN AKU TIDAK TAHU KALAU ISLA HAMIL! AKU JUGA BERSUMPAH TIDAK PERNAH MENYENTUHNYA SELAMA INI!"

"Kau pikir aku percaya? Memeluk dia saat ibunya meninggal, itu bukan menyentuh namanya?"

Joanna membalikkan badan. Bertanya dengan kepala dimiringkan. Seolah sedang mengejek Jeffrey yang sedang denial.

Keringat dingin mulai membasahi dahi Jeffrey sekarang. Karena dia jelas akan kalah saat berdebat dengan Joanna. Sebab wanita itu memang sangat mahir memainkan kata.

Ceklek...

Pintu sebelah tiba-tiba saja terbuka. Vega yang keluar dari sana. Dia menangis dan mengatakan kalau sejak tadi tubuh Julio panas dan kejang. Namun dia tidak berani keluar kamar karena mendengar pertengkaran mereka.

Tanpa pikir panjang, Julio langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Anak itu langsung ditangani oleh dokter yang biasa memeriksa dirinya. Cukup lama hingga akhirnya dokter keluar dan mengatakan bagaimana keadaan si anak.

5. 50 AM

Matahari sudah terbit. Namun lampu di rumah Joanna dan Jeffrey tidak kunjung mati. Membuat Isla yang sedang menyapu langsung mendekati.

Tidak ada mobil. Isla tampak kalut saat ini. Sebab takut Jeffrey membawa keluarganya pergi dan tidak kembali lagi. Tanpa pamit setelah dia mengatakan soal kehamilan pada si istri.

"Bu Isla? Sedang apa?"

Tanya Pak RT yang baru saja selesai olaharga. Dia penasaran saat melihat Isla yang sedang membuka gerbang rumah Jeffrey dan Joanna. Padahal, si pemilik tampak tidak ada di rumah.

"Saya diminta mematikan lampu, Pak."

Pak RT yang tahu kalau mereka dekat, tentu saja langsung pergi dari sana. Sebab tidak merasa curiga juga. Karena Isla dan ibunya memang sudah terbiasa keluar masuk rumah Jeffrey dan Joanna.

Setelah Pak RT pergi, Isla langsung memasuki rumah yang memang tidak dikunci. Karena orang rumah ini buru-buru pergi. Sehingga tidak sadar kalau pintu belum dikunci.

Perlahan, Isla menaiki tangga. Dia melihat dua koper besar yang ada di depan pintu kamar utama. Tanpa pikir panjang, dia langsung memasuki kamar. Melihat barang-barang Joanna yang sudah dikemas semua.

"Tidak akan kubiarkan dia membawa semua ini!"

Isla langsung membongkar salah satu koper yang ada di depan ranjang. Lalu melihat-lihat isinya. Di sana, ada begitu banyak perhiasan dan kosmetik Joanna.

Membuat Isla lekas mengambil beberapa. Lalu kembali menutup koper seperti semula. Agar tidak ketahuan karena telah mengambil barang Joanna.

Setibanya di rumah, Isla langsung meletakkan barang-barang curian di atas ranjang. Kemudian memakai mereka di depan kaca. Setelah puas berkaca, dia juga menatap meja rias yang memang sudah penuh dengan barang-barang Joanna yang telah diambil sebelumnya. Tanpa sedikitpun merasa bersalah.

Tbc...

BRAND NEW DAY [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang