Joanna baru saja keluar dari kamar mandi. Dia menatap Jeffrey yang sedang duduk di samping ranjang. Menatap Julio yang masih memejamkan mata. Karena si anak masih dalam pengaruh obat."Kamu lapar? Makan duluan saja. Beli di kantin."
"Mbak dan Mas?"
"Nanti saja, belum lapar."
Vega mengangguk singkat. Lalu pergi dari ruang rawat keponakannya. Sembari membawa uang yang baru saja kakaknya berikan.
"Minggir! Aku mau duduk di sini!"
Tegur Joanna sembari menendang kaki kursi yang Jeffrey duduki. Sebab dia ingin menunggui anaknya dari dekat saat ini. Membuat Jeffrey jelas langsung naik pitam kali ini.
"Kau pikir sopan seperti itu!?"
Joanna menarik nafas panjang. Lalu menatap Jeffrey dengan sorot mata tajam. Sebab menurutnya, Jeffrey tidak pantas berkata demikian.
"Kau masih mau aku bersikap sopan setelah apa yang telah kau lakukan bersama Isla? Memberi tahu jika Julio ada sebelum kita menikah dan membuatnya hamil sekarang!"
"SUDAH KUKATAKAN KALAU AKU TIDAK MENGHAMILI ISLA! AKU JUGA TIDAK PERNAH MENGATAKAN JIKA JULIO ADA KARENA KECELAKAAN!"
Pekik Jeffrey dengan suara kencang. Membuat Julio tersentak pelan. Beruntung anak itu langsung kembali memejamkan mata. Seolah tidak mendengar apa-apa.
"Pelankan suaramu, Bajingan!"
Pekik Joanna dengan suara rendah. Dia langsung menarik kerah kemeja Jeffrey sekarang. Membawanya bangkit dari kursi dan menjauh dari ranjang. Sebab dia tidak ingin Julio bangun sekarang.
Srettt...
Jeffrey menarik tangan Joanna agar lepas dari kerah kemejanya. Sebab dia benar-benar sudah habis kesabaran pada istrinya yang memang begitu berani padanya. Seolah tidak menghormati dirinya sebagai kepala rumah tangga.
"Aku sudah banyak bersabar selama ini! Semakin kubiarkan, kamu justru semakin menjadi-jadi! AKU TIDAK MENGHAMILI ISLA! APA SERENDAH ITU AKU DI MATAMU, HAH!?"
Jeffrey menatap tajam Joanna. Wajahnya merah padam. Sebab seluruh emosi sudah terkumpul di kepala.
"Oh, belum sadar kalau kamu memang rendahan, ya? Lalu kau sebut apa seorang suami yang berani memeluk wanita lain di depan istrinya? Apa namanya kalau tidak rendahan, Jeffrey? DAN SEKARANG KAMU MASIH MAU AKU PERCAYA KALAU KALIAN TIDAK ADA APA-APA!? KALAU BEGITU BUKTIKAN! TUNJUKKAN DI DEPAN MATAKU SEKARANG! JIKA KALIAN MEMANG TIDAK ADA HUBUNGAN! JIKA WANITA ITU TIDAK SEDANG MENGANDUNG ANAKMU SEKARANG!"
Pekik Joanna dengan nafas memburu. Sebab dia benar-benar lelah jika harus menaruh curiga terus-menerus. Mengingat dia sudah menahan hal ini bertahun-tahun. Namun gengsi mengkonfrontasi secara langsung sebab dia dan Jeffrey memang tidak saling terbuka akan masalah hal itu.
Iya. Selama enam tahun menikah, hampir tidak pernah ada kata cinta diantara mereka. Pernikahan ini ada, sebenarnya hanya untuk formalitas saja. Hanya untuk anak dan kepuasan seksual mereka saja.
Bahkan, hampir setiap hari mereka bertengkar. Karena pasti akan selalu ada masalah yang dibawa ke rumah saat pulang kerja. Sebab kurang adanya bonding diantara mereka.
Tentu saja mereka bertengkar saat Julio tidak ada. Entah saat anak itu di luar, tidur, atau bahkan diam-diam bersembunyi dan mendengarkan pertengkaran. Sebab enam tahun bukan waktu yang singkat.
Usia Julio juga sudah lima tahun sekarang. Dia sudah paham jika orang tuanya bertengkar. Dia juga paham jika dirinya adalah penyebab utama pertikaian mereka.
Seperti sekarang, Julio yang sudah terjaga sejak mendengar suara kencang si ayah, kini mulai mengeluarkan air mata. Lalu membuka mata lebar-lebar. Menatap orang tuanya dengan tatapan terluka tentu saja.
"BERHENTI! TOLONG BERHENTI BERTENGKAR LAGI! MAMA DAN PAPA BISA BERCERAI JIKA MEMANG TIDAK SALING CINTA LAGI! TAPI JANGAN BERTENGKAR DAN MEMBUATKU TAKUT SEPERTI INI! NENEK!!! BAWA MEREKA PERGI!!!"
Jessica yang sejak tadi mengintip langsung masuk dengan wajah marah. Lalu menarik Jeffrey dan Joanna keluar ruangan. Mengunci pintu dari dalam dan memeluk si cucu yang sudah menangis sesenggukan.
"Sstttt... Tenang ya, Sayang? Ada Nenek di sini. Biarkan Mama dan Papa pergi! Tapi Nenek akan selalu ada untuk cucu kesayangan Nenek ini!"
Tangis Julio berangsur-angsur reda. Meskipun dalam hati dia merasa sesak. Sebab takut jika harus melihat orang tuanya sungguh-sungguh berpisah.
7. 20 AM
Vega baru saja selesai sarapan. Ketika akan kembali menuju ruangan si keponakan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat melihat kakak dan kakak iparnya sedang berada di koridor sekarang. Dengan wajah tidak enak dipandang.
Joanna sedang duduk di kursi tunggu sendirian. Dia menangis sekarang. Karena tidak menyangka jika anaknya bisa berkata demikian. Membuat hatinya terasa sakit tentu saja.
"INI PASTI ULAH WANITA ITU! JULIO BARU LIMA TAHUN! TIDAK MUNGKIN DIA BISA BERBICARA SEPERTI ITU JIKA TIDAK ADA YANG MEMBERI TAHU!"
Pekik Jeffrey yang sedang berdiri di tembok yang ada di depan Joanna. Wajahnya tampak merah padam. Air matanya juga sudah menggenang di pelupuk mata. Sebab hatinya juga ikut terluka saat mendengar ucapan anaknya.
Joanna masih diam saja. Dia hanya menangis sesenggukan. Sembari mengusap air mata yang terus saja membasahi wajah. Sebab dia benar-benar tidak ingin terlihat lemah sekarang. Namun kelenjar air matanya tidak bisa diajak bekerjasama.
Perlahan, Jeffrey mendekati Joanna. Jongkok di depannya. Sembari menggenggam kedua tangannya. Sebab dia takut jika Joanna benar-benar menuruti ucapan anak mereka.
Kalian tidak lupa jika Jeffrey yang pertama kali tertarik pada Joanna, kan? Sampai sekarang juga sama. Pria itu memang sudah sangat menggilai istrinya. Sampai sering curiga berlebihan dan menyulut pertengkaran.
"Aku janji akan menjauhi wanita itu. Akan kubuktikan jika kita tidak memiliki hubungan apapun. Jangan terlalu pikirkan ucapan anak kita, ya? Aku yakin dia hanya asal bicara saja. Dia---"
Joanna langsung melepas tangan Jeffrey. Bangkit dari kursi dan enggan menatap suaminya lagi. Karena dia benar-benar sudah terlanjur sakit hati. Karena dia pun juga berpikir jika selama ini anaknya telah diajari yang tidak-tidak oleh wanita ini.
"Seharusnya sejak awal aku tidak menuruti ucapanmu untuk menitipkan anakku pada wanita itu!"
Joanna langsung pergi ke kamar mandi. Sebab dia ingin menangis lagi. Karena dia benar-benar merasa hancur saat ini.
Bayangkan saja jika anakmu sendiri berkata seperti ini. Meminta kamu dan pasanganmu bercerai saat ini. Demi kebaikan bersama bagi anak ini.
Jeffrey langsung pergi dari rumah sakit. Sembari mengepalkan tangan kencang sekali. Guna melabrak Isla yang telah dianggap sebagai perusak rumah tangga saat ini. Padahal, dia sudah begitu baik dan menganggap Isla sebagai adik. Namun justru balasan seperti ini yang didapati.
Ready for last chapter???
Tbc...
