Bab 12

1 0 0
                                    


Hai kaliaan👋
Apa kabar?
Stay healty ya teman-teman..
Sekarang musim hujan dan musimnya batuk pilek. Author aja baru sembuh kehujanan kumat lagi, wkwk

Udah deh curhatnya
Semoga kalian suka part inii😀
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa
Happy Reading❤️

•••

"Mau kemana bung?"

Gesang berhenti sebentar sebelum melanjutkan langkahnya. Ia melihat Oje yang menahan sakit di kakinya, tapi masih sempat memperhatikan kemana langkahnya tertuju.

"Mau mandi, ikut?"

Oje menggeleng, ia memilih bergabung dengan yang lain untuk mengobati luka lebih dulu. Gesang kembali berjalan kearah hutan, lebih tepatnya ke sungai dekat markas tempat mereka biasa mandi dan mencuci.

Letaknya tak jauh dari markas, dan Gesang memilih mandi lebih dulu karena badannya yang terasa lengket oleh keringat. Belum lagi banyak luka ditubuhnya yang makin perih terkena keringat. Sekalian saja disiram air, barulah nanti diobati.

Gesang melepas seragamnya, menyisakan boxer. Ia mengibaskan pakaiannya, lalu menjemur sebentar di batu besar yang tersorot panas matahari siang.

Setelah menyelesaikan kegiatannya, Gesang memilih untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar sungai. Ia mengabaikan lukanya yang terasa perih.

Percaya atau tidak, lelaki 26 tahun itu suka menjelajah. Sejak kecil, ia sering ikut ayahnya untuk mendaki dan berpetualang. Gesang suka melihat hal baru, dan sampai saat ini hal itu tetap menjadi kesenangannya.

Contohnya saat ini juga, Gesang menemukan  segerombol tanaman bunga Edelweis yang tumbuh bermekaran. Ia jadi teringat kata gadis yang sudah lima hari ia tinggalkan.

"Saya suka bunga Edelweis."

Gesang melempar tatapan ke Ajeng yang juga menatapnya "Kenapa begitu?"

"Setahu saya, Edelweis itu simbol keabadian. Hal yang tidak dimiliki semua hal di dunia, termasuk dia sendiri. Tapi Edelweis ini masih mampu hidup lama dari bunga lain, meski tidak lagi ada di pohonnya," Ajeng menjeda sebentar.

"Suatu hari nanti, saya ingin seperti Edelweis juga. Bisa berdiri sendiri tanpa bantuan bapak dan ibu, membuat mereka bangga juga."

"Sekarang kan kamu sedang berdiri sendiri tanpa dibantu?" Guyonan Gesang merubah air muka Ajeng. Kedua alisnya mennyatu dengan bibir manyunnya menjadi pemandangan lucu lelaki di depannya.

"Terserah!"

Setelah mengatakan itu, Ajeng melangkah lebih dulu. Meninggalkan Gesang yang menertawakannya. Tanpa berhati-hati, jalan setapak yang becek diterjang saja. Akibatnya, kaki si gadis terendam hingga mata kaki.

"Mas Gesang tolongiiiinn!!"

Yang dipanggil hanya menggelengkan kepala, melihat kelakuan gadis yang akhir-akhir ini mengganggu tidur nyenyaknya.

"Makanya, tetap jalan di samping saya."

Tanaman Edelweis di depannya hanya terdiri dari beberapa pohon, dengan bunga yang sudah mekar di tiap pohonnya. Kalau dilihat, lingkungan disini memang cocok untuk pertumbuhan Edelweis.

Lelaki itu menatap sekelilingnya, memastikan dia memang tumbuh liar dan tidak ada pemiliknya. Daerahnya memang jauh di pedalaman, dekat sungai. Bisa dipastikan Edelweis ini memang tumbuh liar.

Gesang memetik satu tangkai bunga berwarna putih itu, lalu memasukkan kedalam saku. Menyimpannya untuk Ajeng Pramudhita.

•••

Bring Me BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang