ELTAS 1

726 60 1
                                    

Rumah Elang, hari Minggu pukul 13.32 siang hari.

Empat bulan telah berlalu semenjak kepergian Mina. Beberapa bulan lagi Tasya akan melewati berbagai ujian di sekolahnya. Karena itu, dia meminta untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya agar bisa fokus ke ujian-ujian yang akan dihadapi. Itupun karena kemauan Adsen.

Adsen meminta kepada Tasya untuk berhenti melakukan pekerjaannya dan fokus ke sekolahnya. Awalnya Tasya menolak, tetapi karena banyaknya dukungan dari orang-orang sekitar, Tasya akhirnya menurut.

Adsen juga sudah menjanjikan kepada Tasya kalau dia akan membayarkan seluruh biaya kuliah Tasya jika Tasya ingin kuliah. Tentu Tasya sangat senang mendengarnya. Tasya merasa sangat beruntung, karena banyak sekali orang baik di sekitarnya.

"Tasya."

Tasya yang tengah duduk di bangku taman belakang rumah Elang pun akhirnya menoleh, melihat siapa yang memanggilnya.

"Iya, Elang?" Tasya tersenyum untuknya.

Elang pun segera mendekat dan ikut duduk di samping Tasya. Dia menghela napas pelan. "Ngapain?"

"Hm?" jawabnya, "oh, aku lagi ngobrol-ngobrol aja sama Tante baik."

"Dia ada di sini?" tanya Elang seraya memasang raut terkejut.

Tasya menganggukkan kepalanya. "Iya, dia duduk di samping kiriku. Kamu mau bicara dengannya, Elang?"

"Apa?" kejutnya, kemudian menggeleng cepat. Melihat respons Elang, Tasya pun terkekeh kecil. "Hei, jangan tertawa."

"Biarkan saja, kamu mau aku menangis?"

"Tentu saja," jawab Elang cepat. Tasya memasang raut tanya. "Tentu saja aku tidak mau."

Mendengar itu, tawa Tasya sontak terdengar begitu puas. Elang yang mendapat tawaan dari Tasya pun hanya bisa diam seraya mengembuskan napas kasar.

Tasya mengusap air matanya yang ikut terjatuh karena tawa tadi. "Maaf, Elang, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Hanya saja aku masih merasa sedikit aneh ketika mendengar kata 'aku' yang keluar dari mulutmu tadi."

"Kamu tidak suka?"

"Bukan begitu maksudku, tapi aku pernah bilang, kan, kalau kamu tidak perlu sampai memaksakan diri untuk mengubah gaya bicaramu." Tasya masih berusaha menahan tawanya agar tidak kembali terdengar.

Elang tetap menatap Tasya dengan tidak suka. "Benar juga, baiklah kalau begitu saya akan gunakan kata 'saya' seperti biasanya."

Mendengar itu, Tasya menghentikan tawanya dan tersenyum simpul untuk Elang. "Itu baru sosok Elang yang aku suka."

Melihat senyum dan mendengar kata-kata Tasya barusan sanggup membuat Elang terdiam. Dia memalingkan mukanya, tidak berani menatap Tasya.

"Jangan seperti itu, Tasya, kamu membuatnya malu," bisik Tante baik.

Mendengar bisikan dari sosok yang biasa dipanggil Tante baik, Tasya memasang raut terkejut sekaligus senyum jailnya.

"Ada apa, Elang?" tanya Tasya. Elang menggelengkan kepalanya pelan. "Kauyakin? Barusan tante baik bilang kalau kamu sedang malu? Kenapa? Aku memang menyukaimu, kok. Benar, 'kan?"

"Tante baik itu menyebalkan," gumamnya, "jadi begini, ya, artinya 'orang berduaan yang ketiganya setan' itu?"

Tasya sontak menoleh dengan raut terkejutnya, lalu tersenyum tipis. "Itu sangat jahat, Elang."

Elang memalingkan mukanya, tidak menggubris ucapan Tasya barusan. Tasya kembali menoleh ke sampingnya, tapi Tante baik sudah tidak ada.

Drrtt!
Ponsel Tasya bergetar, dia pun segera melihat siapa yang meneleponnya. 'Leo', begitulah yang tertulis di ponselnya. Melihat nama itu, Elang kembali memalingkan mukanya.

Next Story : ELTAS Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang