ELTAS 6

341 35 1
                                    

Villa pernikahan, pukul 23.47 malam hari.

Acara resepsi telah selesai. Semua tamu pun sudah pulang. Tasya dan keluarga Elang masih di Villa.

Adsen, Bella, dan Gema akan pulang lebih dulu, lalu paginya akan menjemput. Namun, masih ada beberapa orang kepercayaan Adsen yang ditugaskan untuk berjaga-jaga di luar Villa.

Elang dan Tasya akan tidur di kamar mereka. Tasya telah mengganti pakaiannya menjadi pakaian biasa, sedangkan Elang masih berada di luar bersama Adsen.

Tasya duduk di tepi ranjang seraya meregangkan sendi-sendinya karena lelah. Dia mengembuskan napas beratnya dan segera berderap menuju pintu kamar.

Pintu sudah terbuka lebih dulu sebelum dirinya membukanya. Tasya memasang raut terkejutnya ketika melihat Elang yang sudah ada di depan.

"Mau ke mana?" tanya Elang.

Tasya tidak langsung menjawab, dia masih terpaku melihat sosok Elang yang masih memakai jas rapihnya.

"Mau ke mana, Tasya?" tanya Elang mengulangi pertanyaannya.

"Oh, aku mau ke depan," jawab Tasya seraya menunjukkan senyumnya.

Elang memicingkan matanya. "Ke depan? Tidak boleh. Sudah malam, Tasya, udara malam tidak baik untukmu. Di luar sangat dingin, kembalilah!"

Mendapat penolakan dari Elang membuat Tasya memasang raut cemberutnya. Melihat wajah masam Tasya, Elang segera masuk dan menutup kembali pintu kamarnya.

Elang berjalan mendekatinya dan merangkulnya. "Aku hanya tidak ingin kamu sakit. Duduklah, Tasya!"

Tasya mengembuskan napasnya pasrah dan mengangguk. Dia menurut dengan perintah Elang yang menyuruhnya untuk duduk di tepi ranjang.

"Aku akan mengganti bajuku dulu."

Tasya menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Dia melihat Elang pergi mendekati lemari yang ada di sana dan mengambil set baju yang akan dipakainya. Tasya mengambil ponsel yang ada di dekat laci tempat tidurnya dan memainkannya sebentar.

Dia membuka beberapa akun sosmed untuk melihat-lihat postingan teman-temannya. Aktivitasnya sontak terhenti ketika melihat Elang yang sedang membuka kemeja di depannya.

"Elang," panggil Tasya. Merasa terpanggil, Elang pun menoleh. "Sedang apa?"

"Ganti baju. Aku sudah memberitahumu, kan, tadi?"

"Ya, tapi kenapa di sini?"

Mendapat pertanyaan dari Tasya, Elang sontak menatapnya dengan tanya. "Kenapa? Kita sudah sah, kok."

"Aku tau, tapi ... ah, sudahlah. Cepat ganti bajumu di kamar mandi!" tegas Tasya seraya menarik tangan Elang menuju kamar mandi pribadi yang ada di dalam kamar.

Setelah Elang masuk, Tasya pun dengan cepat keluar dan menutup pintunya. "Memangnya kau itu anak kecil, ya? Mengganti baju semaumu," gumamnya.

"Hei, kamu tidak ikut masuk?" Elang membuka sedikit pintu kamar mandinya dan memunculkan kepalanya.

Melihat kepala Elang yang tiba-tiba muncul di sampingnya sontak membuatnya terkejut. "Jangan mengejutkanku seperti itu, Elang. Aku pikir kau ini hantu tanpa badan!"

"Jadi, kamu tidak akan ikut masuk?" tanya Elang lagi. Tasya menggeleng dengan cepat. "Kamu menarik tanganku tadi, aku pikir kamu juga akan ikut masuk ke sini."

"Jangan terus bicara omong kosong, Elang. Cepat ganti bajumu," balas Tasya dengan nada yang sudah dia pelankan.

Melihat Tasya yang pergi untuk kembali ke ranjang, senyum Elang kembali mengembang. Dia pun menutup kembali pintu kamar mandinya dan segera mengganti bajunya.

Setelah selesai, Elang kembali dari kamar mandinya dan menemui Tasya yang masih memainkan ponselnya. Elang mengembuskan napas beratnya dan segera merampas ponsel yang sedang Tasya gunakan.

"Ada apa, Elang?" tanya Tasya, "kembalikan ponselku."

Elang hanya menunjukkan senyumnya ke arah Tasya. "Tidak."

"Ya, terserah, ambil saja ponselku. Aku akan tidur sekarang."

"Jangan dulu," cegah Elang seraya memegang tangan Tasya dengan cepat. Tasya pun sontak menoleh dengan raut tanya. "Kenapa buru-buru? Tidak bisakah kita mengobrol lebih lama?"

"Mengobrol bisa dilanjutkan besok, Elang. Aku benar-benar lelah hari ini," jawab Tasya seraya menguap karena mengantuk.

"Tidak, Tasya, obrolan ini hanya bisa dilakukan di malam hari." Mendengar itu, Tasya lagi-lagi memasang raut tanyanya. "Karena obrolan ini sangat privasi, hanya boleh didengar oleh kita berdua saja."

"Apa sepenting itu?" tanya Tasya mulai penasaran. Dia kembali duduk di samping Elang dengan raut tanyanya. "Kalau memang sepenting itu, katakanlah, Elang."

Melihat Tasya yang terus menatapnya membuat Elang seketika terdiam. Dia membalas tatapan Tasya dan tersenyum lembut.

Elang mengembuskan napasnya pelan. "Tasya."

"Ya?" jawabnya masih menatap tanya, "katakan saja, Elang."

"Baiklah, Tasya. Aku tidak akan berbasa-basi." Tasya mengangguk cepat. "Kamu menginginkan berapa anak?"

"Eh?" Tasya sontak terdiam karena terkejut dengan pertanyaan Elang yang terlontar, kemudian terkekeh kecil. "Aku pikir memang benar-benar penting, Elang."

"Tentu, kamu pikir ini tidak penting?" tanyanya membela diri. Tasya terdiam tidak menjawab. "Ini sangat penting, Tasya. Aku akan menjadi kepala keluarga, tentu aku juga harus memikirkan kebutuhan anak-anak kita di masa depan nanti, 'kan?"

Mendengar penjelasan dari Elang, Tasya pun menganggukkan kepalanya pelan. "Benar juga. Menurutmu bagaimana?"

"Aku ingin punya enam orang anak, Tasya."

Jawaban Elang membuat Tasya kembali tersentak karena terkejut. "Jangan bercanda, Elang. Apa itu tidak terlalu banyak?"

"Baiklah, Tasya, bagaimana kalau lima saja?"

"Ya ampun," ucapnya pelan seraya memegang keningnya. "Jangan bercanda, Elang. Dua cukup. Iya, dua anak saja sudah cukup. Benar, 'kan?"

Mendengar ucapan Tasya yang terdengar penuh penekanan membuat Elang tersenyum paksa dan mengangguk saja.

"Lalu," ucap Elang menggantung. Tasya terus menunggu Elang untuk melanjutkan ucapannya. "Lalu kapan kita akan memulainya?"

"Memulai?" beo Tasya, "apa maksudmu?"

Elang mengembuskan napas beratnya, lalu menatap Tasya dengan tajam. "Ayolah, Tasya, memangnya kamu ini anak kecil? Aku tau kalau sebenarnya kamu tau apa yang aku maksud. Jangan memasang wajah polosmu, Tasya. Ayolah, bab itu sudah dijelaskan saat jenjang SMP, tidak, bahkan saat jenjang SD."

Tasya yang baru mengerti dengan maksud Elang setelah mendengar penjelasan itu sontak menganggukkan kepalanya dan menunjukkan senyum lebarnya.

"Jangan sekarang, ya, aku benar-benar lelah hari ini," tolak Tasya dengan senyum memohonnya.

"Kenapa? Suamimu sendiri yang meminta, loh, Tasya."

"Aku sudah bilang jangan hari ini, Elang," kekeh Tasya terus menolak. Dia menaikkan kakinya ke atas ranjang dan bersiap untuk tidur. "Aku benar-benar lelah, Elang. Sungguh, aku tidak mungkin berani berbohong padamu," lanjutnya seraya memakai selimut.

"Tasya-"

"Aku tau kamu juga lelah, Elang. Cepatlah tidur, ya. Selamat malam!" potong Tasya dengan cepat.

Melihat Tasya yang sudah memejamkan matanya di bawah selimut, Elang hanya bisa mengembuskan napas pasrah.

Dia ikut naik ke ranjang dan menenggelamkan tubuhnya di bawah selimut juga. Elang menatap wajah Tasya yang memang terlihat sedang kelelahan seraya tersenyum simpul, hingga satu kecupan mendarat di kening Tasya.

Setelah itu, Elang mulai membaringkan tubuhnya dengan memeluk Tasya dari belakang. Merasakan ada yang memeluknya dari belakang, senyum Tasya seketika mengembang.

Elang mulai memejamkan matanya dan tertidur. "Selamat malam, Tasya."

###

Cirebon, 16 Januari 2023

Next Story : ELTAS Family ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang