Empat

143 21 0
                                    

Setelah kepergian Rayyan, Nabila tak mampu lagi menahan rasa sesak di dadanya. Gadis itu menangis meraung meratapi kejadian buruk yang baru saja dia alami. Bahkan Nabila masih ingat ucapan Rayyan saat lelaki itu menyelimuti tubuhnya.

"Maafkan aku Nabila." 

Sebegitu mudahnya lelaki itu mengatakan kata maaf setelah apa yang diperbuatnya. 

Air mata Nabila jatuh tak dapat dibendung lagi. Hingga dia tertidur karena rasa capek dan lelah menangis. 

••••

Selama dalam perjalanan hingga dia tiba di rumah, pikiran Rayyan terus terbayang-bayang Nabila. Bagaimana kondisi gadis itu setelah dia tinggalkan. Semoga Nabila baik-baik saja doa Rayyan dalam hati. Terngiang dalam benak pergumulan panas yang lebih mengarah pada pemaksaan dirinya pada wanita itu. Betapa bejat kelakuannya. Tercium oleh hidungnya aroma keringat Nabila yang bercampur dengan keringatnya masih menempel di tubuhnya. Untuk kesekian kali Rayyan mengusap wajahnya frustasi. Tidak pernah dia semenyesal ini ketika baru saja meniduri seorang wanita. Baginya, Nabila berbeda dan rasa bersalahnya itu ada dikarenakan dia salah menilai. Malu pada dirinya sendiri yang mengira jika semua wanita sama. Padahal masih ada segelintir wanita yang mempertahankan harga diri, kehormatan juga keperawanan hidup pada kejamnya ibukota.

Mobil memasuki halaman rumah. Rayyan keluar dengan wajah juga baju yang kusut masai. Melangkah gontai memasuki rumah yang gelap dan sepi pada dini hari seperti ini.

"Ray!" seruan mamanya membuat Rayyan yang baru saja menggapai pintu kamar menoleh menatap perempuan paruh baya yang masih memiliki paras yang sangatcantik. Wanita yang telah melahirkan lelaki brengsek sepertinya ke dunia ini. Semakin bertambah saja rasa bersalahnya terutama pada mamanya. Bagaimana pun juga mama adalah seorang wanita.

"Dari mana kamu, Ray?" tanya mamanya melihat kondisi putranya yang sangat berantakan.

"Ada kerjaan sedikit tadi."

"Rayyan ... Rayyan. Sampai kapan kamu mau seperti ini terus. Kelayapan tiap malam. Kamu tahu jam berapa sekarang? Hampir jam tiga pagi. Dan lihatlah penampilanmu ini. Sangat kacau." Ucapan mamanya membuat Rayyan memperhatikan dirinya sendiri. Dan memang benar apa yang mamanya bicarakan. Dirinya memang sangat kacau. Baju yang dipakainya asal, rambut acak acakan serta tubuh yang lengket oleh keringat. 

"Perempuan mana lagi yang baru kamu tiduri?" tanya mamanya untuk yang kesekian kali. Mamanya ini tahu betul bagaimana sifat dan tabiat anak lelaki satu-satunya. Susah diatur dan cenderung sesuka hatinya. Suka kelayapan dan berakhir di atas ranjang bersama seorang wanita entah itu siapa. Tak hanya sekali dua kali wanita paruh baya itu menasehati. Namun, tidak mempan.

Bahkan saat sang papa menginginkan sang putra menjadi pewarisnya justru Rayyan lebih memilih profesinya sebagai seorang photographer. Jauh dari keinginan kedua orangtuanya. 

"Ma ... Rayyan capek, ngantuk mau tidur." 

Mamanya hanya bisa menghela napas sebelum pergi meninggalkan putranya. 

Rayyan masuk ke dalam kamar, melepaskan baju yang dia kenakan lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya menerawang, kembali rasa penyesalan yang hinggap di hatinya. 

"Ini semua karena Firza." Rayyan bergumam seorang diri di temaramnya suasana kamar. 

Andai saja dirinya mampu menguasai emosi, mungkin saja Nabila tidak akan menjadi pelampiasan amarahnya. Bodohnya dia karena menganggap Nabila dan Firza itu sama. Sama-sama wanita jalang. 

"Argh ... sial!" Rayyan berteriak juga menjambak rambutnya frustrasi. 

Kenyataan Nabila yang masih virgin lah yang terus mengganggunya. Sebenarnya dia bisa saja bersikap masa bodoh dan seolah tak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Nabila. Tapi itu semua tak bisa Rayyan lakukan. Karena bayangan wajah Nabila terus saja memenuhi memori otaknya. Nabila yang menangis dalam diam, Nabila yang ketakutan, Nabila yang kesakitan juga amarah yang gadis itu tunjukkan. Sangat jelas terekam dengan baik di ingatan Rayyan. 

Hingga subuh menjelang Rayyan masih terjaga. Lelaki itu memutuskan bangun dari berbaringnya, berlalu masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengar air dingin. Berharap otak dan pikirannya semakin membaik. 

••••

Nabila terbangun kala matanya silau akan cahaya matahari yang menerobos melalui jendela kamarnya. Matanya mengerjab, saat dia berusaha membuka kelopak mata, terasa nyeri karena mata yang bengkak kebanyakan menangis semalam. 

Teringat dengan apa yang terjadi padanya, Nabila kembali menangis. Tidak hanya rasa sedih yang dia rasakan, tapi juga rasa kecewa pada dirinya sendiri. Rasa jijik pada tubuhnya karena Rayyan telah menjamahnya. Nabila menangis meraung, menjambak rambutnya sendiri, memukul-mukul tubuhnya sendiri seolah ingin mengusir semua kejadian buruk yang baru saja dia alami. 

Tapi sekuat apapun dirinya meratapi hidupnya, semua sudah terjadi dan tidak mungkin waktu bisa diputar kembali. Nabila berusaha menenangkan dirinya sendiri, diseka air mata yang membasahi pipi. Diraih ponsel yang tergeletak di atas nakas di samping tempat tidur. 

Ini sudah pukul sepuluh pagi. Seharusnya di jam segini Nabila sudah berada di kantornya. Dia tak sanggup jika harus menelpon sang atasn untuk meminta izin tidak masuk kerja. Akhirnya Nabila memutuskan mengirim pesan via WhatsApp pada Rega, atasannya di kantor. Dia tidak ingin bosnya mencari karena tanpa izin dia tidak masuk kerja. 

Tanpa menunggu balasan chat dari Rega, Nabila meletakkan kembali ponsel di atas nakas. Dia sudah menurunkan kakinya dari atas ranjang, dengan mengapit selimut di ketiak. Tubuhnya remuk redam, kondisinya sungguh mengenaskan. Tubuh telanjang dibalik selimut yang sudah dipenuhi beberapa bercak kemerahan. 

"Auw ... Ishh." Nabila merintih kesakitan. 

Area bawahnya terasa nyeri. Dengan tertatih Nabila berjalan pelan menuju kamar mandi. Dirinya ingin mandi membersihkan jejak Rayyan yang menempel ditubuhnya. 

••••

Rayyan, jiwanya tak tenang hidupnya gelisah. Sejak pagi lelaki itu sudah memarkir mobilnya tak jauh dari rumah Nabila. Berjam-jam berdiam diri di dalam mobil berharap ada objek yang bisa dia amati dari rumah bercat merah muda itu. Tapi ternyata tidak ada. Bahkan saat ini matahari sudah mulai bertengger di atas kepala, baik Nabila ataupun Firza tidak nampak keluar atau masuk dari rumah itu. 

Mobil milik Nabila pun masih terparkir di carport depan. Apakah Nabila tidak pergi bekerja? Tanya Rayyan dalam hati. 

Lampu teras juga masih terlihat menyala. Seharusnya jika sang empunya rumah ada, pasti lampu itu tidak akan menyala. 

Rayyan bertopang dagu, tangannya berada di atas stir kemudi. Apakah Nabila sakit? Atau memang belum bisa bangun karena percintaan mereka semalam. Tak dapat dipungkiri, tubuh Rayyan pun juga sebenarnya terasa sedikit pegal ditambah dia yang tidak bisa tidur semalaman. Apalagi Nabila. Rayyan yakin betul jika semalam adalah pengalaman seks pertama bagi Nabila. 

Haruskah Rayyan kembali ke rumah itu dan melihat kondisi Nabila? 

Tapi bagaimana caranya? Tidak mungkin juga Rayyan dengan terang-terangan datang ke sana. Sudah dapat dipastikan bahwa Nabila akan mengusirnya.

Lantas apa yang harus dia lakukan sekarang?

RAYYAN ALEXANDER  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang