Sembilan

143 27 1
                                    

Rayyan tak habis pikir dengan keinginan mamanya yang meminta dirinya untuk menikahi Nabila. Menikah? Bahkan tak sedikitpun terlintas di benak Rayyan bahwa dirinya ingin menikah dalam waktu dekat ini. Rayyan masih ingin bersenang-senang tanpa terikat dengan yang namanya istri dan anak.
Tapi kembali lelaki itu berpikir, apa tujuannya selama ini selalu mengintai Nabila dan ingin tahu segala hal yang dilakukan Nabila. Apa hanya karena perasaan bersalah pada gadis itu. Entahlah Rayyan pun tak tahu.

Rayyan berjalan menyusuri area parkiran kantor Nabila. Di jam makan siang seperti ini biasanya Nabila akan keluar kantor untuk pergi makan. Niat Rayyan yang akan masuk ke dalam kantor perempuan itu urung dilakukannya, karena kini Rayyan melihat Nabila keluar dari dalam kantor bersama seorang pria.

Rayyan memicing melihat siapa lelaki yang bersama Nabila. Beberapa bulan menjalin hubungan percintaan dengan Firza, membuat Rayyan beberapa kali mendatangi kantor ini. Tapi tak sekalipun Rayyan pernah bertemu dengan lelaki itu. Mungkin karena Rayyan pun selama ini hanya terfokus pada Firza hingga tak memperhatikan siapa saja penghuni kantor ini. Kecuali seorang lelaki yang pernah Rayyan jumpai bersama Firza tempo hari.

Kembali Rayyan memperhatikan Nabila yang tengah terlibat obrolan dengan lelaki itu. Sesekali senyum terbit di bibir Nabila dan hal itu membuat Rayyan tak bisa tinggal diam. Rayyan sudah bertekat untuk menemui Nabila dan berbicara pada wanita itu. Setidaknya Rayyan harus tetap meminta maaf pada Nabila karena perbuatannya waktu itu.

"Nabila!" Seru Rayyan membuat langkah Nabila terhenti seketika.

Nabila sudah hafal betul suara siapa itu. Tubuh Nabila sudah menegang, dan Rega yang berjalan disisinya melihat Nabila dengan kernyitan sebelum pandangan Rega mengikuti arah pandang Nabila.

Tanpa mau melepas kacamata hitam yang bertengger di pangkal hidungnya, Rayyan berjalan semakin mendekat.

"Nabila, kita harus bicara."

Nabila hanya mampu menatap sengit ke arah Rayyan. Tak ada niat untuk memenuhi permintaan Rayyan yang ingin mengajaknya bicara.

Alih-alih menatap Rayyan, Nabila justru menarik lengan Rega untuk menjauhi Rayyan. Berjalan tergesa menuju mobilnya berada. Meninggalkan Rayyan yang masih mematung menatapnya.

Rayyan hanya bisa terdiam tak ada niatan untuk memaksa Nabila agar mau bicara dengannya. Melihat Nabila yang enggan sekali bertemu dengannya, membuat hati Rayyan seolah tercubit. Sebegitukah bencinya Nabila kepadanya. Dan Rayyan lebih memilih membiarkan Nabila pergi, baru setelahnya dia juga ikut pergi dari kantor perempuan itu. Mungkin lain waktu Rayyan akan mencoba menemui Nabila lagi.

***

Nabila masih terdiam di dalam mobil yang dikendarai Rega. Berusaha mengatur napasnya agar tidak terlalu tampak kesal. Ketenangan yang Nabila rasakan beberapa minggu ini sirna sudah karena Rayyan kembali muncul di hadapannya.

Nabila pikir Rayyan tak akan lagi muncul atau bahkan menggagunya. Tapi nyatanya lelaki itu sengaja menemuinya lagi. Mulai sekarang Nabila harus lebih waspada. Tak ingin lagi terlibat apapun dengan Rayyan.

"Nabila, Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Rega.
Nabila tersentak, lalu menoleh ke samping. Rega masih sesekali menatapnya sembari fokus mengemudi.

"Aku baik-baik saja," jawab Nabila dengan memaksakan seulas senyum.

"Lelaki tadi siapa?"

"Eum ... itu tadi kekasihnya Firza," jawab Nabila jujur. Memang benar kenyataan yang ada jika Rayyan adalah kekasih Firza.

"Oh, pantas saja seperti pernah lihat."

Nabila membuang pandangan ke samping. Dia tidak suka Rayyan menjadi topik bahasannya bersama Rega. Tapi untungnya Rega tak bertanya hal apapun lagi tentang Rayyan, hingga mereka berdua sampai di salah satu rumah makan tempat Rega mengajaknya makan siang.

***

Keesokan harinya.

Nabila masih saja was-was takut jika tiba-tiba Rayyan muncul lagi di hadapannya. Sejak pertemuan dengan lelaki itu kemarin siang, Nabila selalu waspada. Apalagi saat Nabila tahu bahwa semalam Firza juga pulang ke rumah sewa mereka. Nabila sudah berpikir jika mungkin saja Rayyan akan datang ke rumah menemui Firza seperti biasanya. Jadi Nabila memutuskan untuk berdiam diri saja di dalam kamar. Nabila hanya tidak ingin bertatap muka dengan Rayyan. Dan dengan keberadaannya di dalam kamar, bisa menghindarkan dirinya bertemu Rayyan jika sewaktu-waktu lelaki itu datang ke rumah mencari Firza.

Ketakutan Nabila akan Rayyan tak terwujud, pasalnya Nabila tak lagi mendapati Rayyan muncul di hadapannya hingga saat ini Nabila sudah berada di kantor lagi.

"Bil!" panggil Rega.

Nabila yang sedang fokus menatap layar komputernya mendongak menatap bosnya.

"Ya, bos. Ada yang bisa saya bantu?"

Rega tersenyum. Private Assistant nya ini sungguh tanggap dengan kehadirannya. Apapun yang Rega butuhkan, Nabila akan selalu siap membantu. Dan Rega tak memungkiri jika pesona Nabila telah menyedot perhatiannya. Ketertarikan pada Nabila yang tidak gadis itu ketahui.

"Ayo pergi makan siang," tawar Rega.

Nabila membuka bibirnya ingin mengatakan sesuatu. Tapi tidak jadi, bibirnya terkatup kembali. Dengan menundukkan kepala Nabila berpikir akankah dia ikut makan keluar bersama bos Rega atau tidak. Jika diluar ada Rayyan bagaimana?

"Bil!" Panggil Rega lagi karena tiba-tiba saja Nabila terdiam cukup lama.

"Bos makan duluan saja, saya masih ada pekerjaan." Bohong Nabila pada Rega.

"Pekerjaan apa yang mengharuskanmu melupakan makan siang. Kurasa aku tak pernah sekalipun memberi dateline padamu," protes Rega penuh selidik.

"Eum ... Itu bos ...." Nabila menggaruk belakang telinganya karena bingung mau menjawab apa, karena jujur tadi Nabila hanya mencari alasan saja untuk tidak pergi keluar kantor.

"Sudah ayo kita makan. Tinggalkan saja pekerjaanmu. Dikerjakan lagi nanti setelah makan siang."

Rega sudah berlalu meninggalkan Nabila, membuat gadis itu mau tak mau harus mengikuti bosnya. Jika Rega sudah bertindak seperti itu, artinya sudah tak terbantahkan lagi.
Dengan gontai Nabila beranjak berdiri membuka laci meja kerja dan mengambil dompetnya. Sebelum menyusul Rega, Nabila tak lupa menyambar ponsel yang dia letak kan diatas meja.

Berjalan bersisihan dengan pemilik perusahaan bukanlah hal aneh karena hampir setiap hari akan Nabila lakukan. Jika dulu dia akan mendapat pandangan menyeramkan dari rekan-rekan kerjanya, tapi jika sekarang sudah tidak lagi. Wajar jika seorang Private Assistant akan berdua ke mana-mana dengan bosnya, karena seorang tugasnya digaji untuk menjadi asisten yang kemanapun bosnya pergi harus mengikuti.

Nabila sudah keluar dari lobi kantor bersama Rega, tempat parkirlah tujuan mereka berdua. Dengan gelisah Nabila melihat sekeliling berjaga-jaga seandainya tiba-tiba Rayyan muncul. Nabila pun sudah menyusun rencana, jikalau Rayyan menemuinya dia akan kabur seperti yang dia lakukan kemarin siang hingga menimbulkan kebingungan dan tanda tanya besar dari Rega.

"Nabila Ihnaz."

Baik Nabila juga Rega sama-sama menghentikan langkahnya. Terutama Nabila, gadis itu sedikit terkejut karena ada yang menghadang jalannya dengan tiba-tiba.

Tapi kali ini bukan Rayyan. Nabila melihat intens perempuan paruh baya yang berdiri anggun di hadapannya. Wanita yang terlihat masih sangat cantik meski jika Nabila taksir usia wanita itu sudah kepala lima. Jika dilihat dari penampilannya jelas sekali bahwa perempuan itu dari kalangan sosialita. Tapi yang Nabila tak habis pikir perempuan itu tersenyum dan seolah mengerti kebingungan Nabila.

"Nabila Ihnaz, kan?" Kembali wanita itu bertanya karena sedari tadi Nabila hanya diam saja.

"Iya, saya Nabila," jawab Nabila dengan ragu.

Wanita itu mengulurkan tangannya pada Nabila. "Saya Silvya, mamanya Rayyan. Boleh kita bicara sebentar. Berdua?"

••••

RAYYAN ALEXANDER  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang