Delapan

132 28 0
                                    

Rayyan masih saja memandang foto Nabila. Foto yang dia ambil secara diam-diam di akun sosial media perempuan itu. Tampak sekali di foto yang sedang Rayyan lihat, wajah Nabila yang cantik dan berseri. tidak seperti Nabila yang dia jumpai akhir-akhir ini. Nabila dengan wajah marah disertai sikap ketusnya tiap kali mereka bertemu.

Bahkan masih ingat di benak Rayyan saat terakhir kali pertemuannya dengan Nabila. Itu terjadi sudah sejak tiga minggu yang lalu. Sebelum dirinya berangkat ke Jepang. Saat pertemuannya dengan Nabila di kantor perempuan itu. Terlihat jelas jika Nabila menghindarinya.

Dan sejak saat itu Rayyan belum bertemu kembali dengan Nabila. Karena Rayyan sendiri pun baru kemarin kembali dari Jepang. Dia ada pemotretan selama tiga minggu lamanya. Menjadi seorang photographer profesional seperti dirinya memang akan kerap kali berada di luar kota atau bahkan ke luar negeri. Sesuai dengan yang klien-nya minta. 

"Tumben anak mama jam segini masih betah berada di rumah," sindir Mama Rayyan, membuat lelaki itu mendongak menatap sang mama sekilas. 

Wanita paruh baya itu ikut duduk di kursi yang ada di samping Rayyan. Ini sudah jam delapan malam. Dan Rayyan masih juga betah duduk menyendiri di kursi taman yang ada di samping rumah. Biasanya jam segini sudah barang tentu Rayyan belum pulang ke rumah. Bisa karena disibukan dengan urusan pekerjaan atau kalau tidak Rayyan biasa berada di studio atau justru di tempat hiburan malam. 

"Ray tak ada di rumah mama juga yang kelabakan. Sekarang Ray di rumah kenapa mama juga masih saja mengomeliku," jawab Rayyan yang membuat mamanya menggelengkan kepala. 

"Rayyan ... Rayyan. Justru Mama itu senang lihat kamu di rumah. Daripada kamu selalu berada di tempat maksiat."

"Tempat maksiat apa?" Pertanyaan Rayyan yang mirip sebuah kata protes untuk sang mama. 

"Habisnya tiap pulang tengah malam, bau minuman kalau enggak bau parfum perempuan." 

"Ray hanya butuh hiburan, Mama."

"Sampai kapan, hem? Kamu itu sudah dewasa. Sudah waktunya menikah. Kamu lihat papa dan mama pun juga sudah semakin tua. Tidak bisakah kamu memikirkan papa dan mama. Kami ini hanya ingin yang terbaik buatmu. Dan mama ini tak hentinya berdoa agar mama dan papa masih punya kesempatan melihatmu menikah."

"Kenapa mama bicara seperti itu."

"Ya, karena mama ini sudah ingin punya cucu."

"Hanya itu?"

Mamanya mengernyit.

"Kalau mama ingin cucu ... sebentar lagi juga mama bakal dapat," jawab Rayyan enteng yang justru membuat sang mama semakin mengernyit dalam. Tak habis pikir dengan maksud ucapan putranya. 

"Maksudmu apa Ray? Jangan bilang kalau kamu telah menghamili anak gadis orang."

"Hem."

"Ray!"

"Ray memang menghamili anak gadis orang. Jadi, mama tak perlu khawatir. Habis ini mama akan punya cucu," ucap Rayyan dengan senyuman, tangannya sudah menggenggam tangan mamanya. 

Sang mama yang jelas saja kaget dengan pengakuan Rayyan, hanya bisa terdiam dengan tubuh menegang. Tak habis pikir dengan ucapan Rayyan barusan. 

"Ray! Kamu tidak sedang membohongi mama, kan?" tanya mama menatap intens anak lelakinya meminta penjelasan.

"Tidak sekalipun aku bohong pada mama," jawab Rayyan mantap. 

"Rayyan! Apa yang telah kamu buat? Perempuan mana yang telah kamu hamili?" Mamanya sempat shock mendengar pengakuan sang putra.

Rayyan hanya diam menatap taman di hadapannya. Tidak tahu harus berbicara seperti apa dengan mamanya. Semua yang telah dia lakukan pada Nabila sebenarnya bukanlah hal yang sangat istimewa. Selama ini kehidupan Rayyan tidak pernah lepas dari hiburan malam, minuman dan wanita. Dia sudah sering meniduri wanita entah itu perempuan yang menjadi modelnya, perempuan yang bergelar kekasihnya atau bahkan perempuan yang dia jumpai di klub malam. 

Tapi dari sekian banyak wanita yang telah Rayyan tiduri, semua tidak ada yang sama dengan apa yang sudah dia perbuat pada Nabila. Yang pertama, Rayyan tidak akan pernah lupa memakai pengaman saat dia sedang menebar benihnya. Dan yang kedua setiap perempuan yang tidur dengannya, semua dengan sukarela menyerahkan dirinya pada Rayyan. Mereka selalu melakukan atas dasar suka sama suka atau melakukan atas dasar saling membutuhkan. Tidak ada dari mereka yang melakukan karena sebuah keterpaksaan.

Tetapi dengan Nabila, Rayyan tak memakai pengaman kala itu dan bisa jadi benihnya telah membuahi Nabila. Dan yang kedua, Nabila melakukan itu bersamanya karena paksaan yang telah Rayyan lakukan. Bahkan Rayyan masih ingat betapa kesedihan jelas terlihat di wajah Nabila. Tubuh Nabila yang bergetar karena tangisan kala itu membuat Rayyan selalu terbayang dan merasa sangat bersalah. Terutama saat Rayyan tahu bahwa dia lah orang pertama yang telah menjamah Nabila. 

"Ray ... Are you okay?" Senggolan tangan mamanya membuat Rayyan tersadar dari lamunan. 

Lelaki itu menatap sang mama. 

"Ray, coba katakan pada mama. Siapa perempuan malang yang telah Ray hancurkan masa depannya?" tanya mamanya dengan mimik muka serius. 

Rayyan menghela napas, dan menghembuskannya perlahan. Lalu dia menunduk menghidupkan ponselnya hingga terpampanglah wajah Nabila di layar ponsel pintar miliknya. 

Disodorkan ponsel tersebut pada sang mama. Dengan sedikit ragu mamanya mengambil ponsel itu. Menatap lekat foto seorang perempuan yang sangat cantik. Mamanya tersenyum dan berpikir mungkin inilah jodoh yang telah dikirim Tuhan untuk anak lelakinya. 

"Kapan kamu akan bawa dia bertemu dengan mama dan papa?" 

"Maksud mama?" 

"Mama ingin kenal sama calon mantu mama." 

"Mantu? Apa sih maksud mama. Ray nggak ngerti." 

"Astaga Rayyan. Kamu sendiri yang bilang jika sudah menghamili anak orang. Jadi sudah sepatutnya kamu bertanggung jawab menikahi gadis itu." 

"Rayyan menikah? Maksud mama Rayyan harus menikah dengan Nabila begitu?"

"Oh jadi Nabila namanya?" Sang mama manggut-manggut dan tersenyum simpul. 

"Mama suka. Cantik lagi. Mama tidak sabar ingin segera bertemu dengannya." Senyum tersungging di bibir sang mama. 

"Mama, please! Jangan bicara mengenai menikah, boleh?"

"Mana bisa begitu Ray?"

"Ma! Dengarkan, Ray. Jika pun Nabila pada akhirnya hamil anak Rayyan, hal itu tak jadi masalah. Ray akan bertanggung jawab mengurus anak Ray. Tapi tidak dengan menikah."

"Mudah sekali kamu bicara begitu. Kamu ini lelaki sudah seharusnya bersikap dewasa. Yang gentle, dong. Berani berbuat harus berani juga bertanggung jawab."

"Mama ini bicara apa. Tanggung jawab tak harus dengan menikah, Ma. Lagipula belum tentu juga Nabila mau Rayyan nikahi."

"Mau ataupun tidak mau Rayyan tetap harus menikahi Nabila. Kamu harus bertanggung jawab dengan semua apa yang telah kamu buat."

"Mama tidak tahu saja bagaimana Nabila yang terus saja menghindari Ray."

"Harus lebih keras usahamu."

"Nabila itu lihat muka Rayyan saja sudah benci. Ray tahu apa yang Ray perbuat itu telah melukai hatinya. Dan Ray merasa sangat bersalah. Selama ini wanita-wanita yang sering Ray kencani, mereka akan dengan sukarela menyerahkan dirinya pada Ray. Namun, Nabila beda. Ray lah yang salah dan telah memaksanya."

Wajah Rayyan yang berubah sendu tak luput dari perhatian sang mama. 

"Sekarang apa yang akan Ray lakukan pada Nabila?"

"Entahlah, Ma. Ray pun tak tahu."

"Ray! Sekarang coba katakan pada Mama. Di mana mama bisa bertemu dengan Nabila?"

"Maksud mama?"

"Biar mama yang bicara padanya. Yang pasti mama mau kamu harus bertanggung jawab dan menikahi Nabila. Apapun caranya. Mama tidak ingin kamu hidup dengan terus menanggung dosa karena merasa bersalah pada Nabila."

"Kalau Nabila tak mau Ray nikahi bagaimana?"

"Itu urusan mama. Sekarang bilang pada mama. Ke mana mama bisa mencari keberadaan Nabila."

Rayyan pun akhirnya menyerah dan memberi tahu alamat kantor di mana Nabila bekerja. 

"Good luck, Mama. Semoga mama berhasil merayu Nabila."

######

RAYYAN ALEXANDER  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang