Enam

115 19 0
                                    

Rayyan Alexander. Hidupnya kacau, pikirannya tak tenang. Dan itu semua karena satu orang perempuan. Siapa lagi jika bukan Nabila Ihnaz. sahabat dari kekasihnya, Firza.


Ponsel yang berada di genggaman tangannya bergetar dan Rayyan melihat notifikasi dari aplikasi WhatsApp. Dibukanya beberapa chat yang dikirim oleh Firza. Rayyan tertawa sumbang membaca isi pesan yang dikirim oleh Firza.

Kekasihnya itu meminta maaf padanya karena sudah dua hari tidak berkirim kabar dan beralasan jika selama dua hari itu Firza pulang kampung. Di kampung susah sinyal hingga membuat Firza tidak bisa menghubungi Rayyan.

Rayyan menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Firza menipu dirinya. Apa Firza pikir dia lelaki bodoh yang bisa percaya begitu saja dengan bualan wanita itu. Bahkan saat Firza pulang kantor masuk ke dalam sebuah mobil bersama seorang pria, Rayyan melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Dan ini bukan untuk yang pertama kali Rayyan mendapati Firza pergi dengan lelaki lain. Tiap kali Rayyan mencoba memutuskan wanita itu, Firza dengan lihainya selalu bisa mengemis cintanya. Memohon dan meminta maaf padanya.

Rayyan pun tak habis pikir kenapa dia masih bisa mempertahankan seorang Firza. Padahal jika Rayyan mau, dirinya bisa mendapatkan perempuan mana pun yang jauh lebih baik dari Firza.

Dan kali ini, Rayyan sudah tidak akan lagi memberi Firza kesempatan. Hanya saja, Rayyan masih membutuhkan wanita itu agar misinya untuk tetap bisa melihat atau bahkan bertemu dengan Nabila berjalan dengan lancar.

Jika tidak karena Firza, pasti Nabila tidak akan pernah mau bertemu dengannya. Rayyan tahu betul akan hal itu.

••••

Malam tiba saat Nabila sedang sibuk membuat makanan untuk makan malamnya, tiba-tiba Firza sudah berada di belakang tubuhnya.

"Lo nggak kerja hari ini, Bil?" tanya Firza.

Nabila tidak kaget dengan hadirnya Firza yang tiba-tiba. Sore tadi Nabila sempat mendengar suara mobil yang parkir di depan rumah ini. Dan Nabila yakin jika itu adalah Firza karena tak berselang lama terdengar suara pintu yang terbuka.

"Lagi nggak enak badan," jawab Nabila singkat tanpa repot melihat ke arah sahabatnya itu.

Entahlah, kenapa hati Nabila terasa sakit jika harus melihat Firza. Semua tentang Firza hanya mengingatkan Nabila pada Rayyan. Dan hanya dengan mengingat itu dada Nabila susah kembali terasa sesak dan nyeri.

Firza, perempuan itu sebenarnya sedikit heran dengan Nabila. Tidak biasanya seorang Nabila akan irit bicara padanya. Apalagi jika kedapatan dirinya yang tak pulang ke rumah sewa mereka. Sudah dapat dipastikan jika Nabila akan terus berceramah hingga Firza menghentikannya.

Tapi kenyataan yang ada sekarang berbeda dari biasanya. Firza tak mau ambil pusing dan lebih memilih meninggalkan Nabila, duduk di sofa depan televisi. Firza pun tak bertanya pada sahabatnya itu apakah sakit atau bagaimana, meski tadi Nabila sempat mengatakan tidak enak badan.

Firza dan Nabila itu adalah dua wanita yang berbeda karakter. Nabila lebih cenderung care dengan semua orang yang dekat dengannya termasuk Firza. Sementara Firza, wanita itu lebih tidak peduli dengan lingkungan dan meski pada Nabila pun dia tidak pernah mau tahu. Sekalipun Nabila sakit, Firza akan cuek saja. Mungkin tidak lebih dari menawari bantuan mengantar ke dokter.

Nabila sudah menyelesaikan masakannya, meletakkan di atas meja makan mungil yang ada di dalam dapur kecil ini. Hanya makanan sederhana yang Nabila buat malam ini. Telur dadar beserta cah sayuran. Karena hanya tersisa bahan seadanya di dalam lemari pendingin.

"Fir, Kamu tidak mau makan. Aku sudah masak!" Teriak Nabila dari dalam dapur.

Firza yang berada di depan televisi mendengar suara Nabila yang memanggilnya. Tapi berhubung dia ada janji dengan Rayyan, jadinya Firza enggan meski hanya mencicipi masakan sahabatnya itu.

"Kamu makan aja sendiri. Aku mau keluar," jawab Firza.

Nabila menghela napas. Baru juga datang, Firza sudah mengatakan akan keluar lagi. Sebenarnya Firza itu sering pergi ke mana? Kenapa suka sekali meninggalkan rumah. Bahkan hingga berhari-hari tidak pulang pun sering dilakukan sahabatnya itu.

Meski Nabila sedikit keberatan dengan semua sikap Firza, tapi nyatanya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Firza tak pernah mau mendengar nasihatnya. Yang pada akhirnya Nabila memilih bungkam dan membiarkan saja apapun yang dilakukan oleh gadis itu.

Nabila tak mau ambil pusing dengan Firza. Lebih memilih menikmati makan malamnya sendiri. Masak sendiri dan dia makan sendiri. Meski sebenarnya sejak kemarin Nabila tak berselera makan, setidaknya Nabila tetap harus memaksakan agar ada makanan yang masuk ke dalam perutnya. Dengan susah payah Nabila menelan makanannya. Melihat Firza dari kejauhan seperti ini, entah kenapa membuat Nabila teringat akan Rayyan.

Air mata nya tiba-tiba jatuh membasahi pipi. Dan Nabila segera menyekanya. Tak ingin Firza melihatnya sedang menangis. Nabila sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menyimpan rapat-rapat apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Rayyan.

Sepertinya Nabila memang tidak bisa menghabiskan makanannya. Dia memilih beranjak dari kursi makan dan membuang sisa makannya ke dalam tong sampah. Nabila tahu jika tidak baik membuang makanan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi. Sekuat apapun dirinya memaksakan makanan masuk ke dalam mulutnya pada akhirnya akan nyangkut di tenggorokan dan susah sekali untuk dia telan. Bagi Nabila yang terpenting sudah ada beberapa suap yang berhasil ditelannya dan mengisi lambungnya daripada tidak ada sama sekali.

Tepat setelah Nabila selesai membasuh peralatan makannya, bunyi bel pintu depan mengagetkan dirinya. Nabila menoleh melalui bahu jika Firza sudah melompat dari atas sofa, berlari kecil menuju pintu depan.

Sayup terdengar di telinga Nabila, suara Firza dengan seorang pria. Mungkin tamunya Firza yang datang, begitu pikir Nabila.

Selesai mengeringkan tangan, Nabila hendak masuk ke dalam kamar. Baru saja kakinya beranjak menapaki ambang pintu dapur, pandangan matanya bersitatap dengan mata seorang pria yang berdiri berhadapan dengan Firza di ambang pintu depan rumahnya.

Gemuruh di dada Nabila tak bisa dielakkan. Rasa marah dan kecewa jelas terlihat di mata Nabila. Dengan membuang muka, Nabila segera berlalu masuk ke dalam kamar. Tidak ingin bertemu apalagi berpandangan dengan pria itu. Nabila heran, bagaimana mungkin Rayyan masih berani menampakkan diri di hadapannya. Ya, Tuhan. Nabila bisa gila dibuatnya. Tentu Rayyan masih akan sering datang ke tempat ini. Bukan untuk mencarinya melainkan mencari Firza. Jika sudah begini Nabila bisa apa selain menghindar agar mereka tak lagi dipertemukan. Nabila tidak mau tersulut akan emosi jika bertemu dan melihat wajah Rayyan yang sungguh memuakkan. Nabila benci. Sangat benci dengan pria menyebalkan itu.

RAYYAN ALEXANDER  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang