Lima

147 22 0
                                    


Lebih dari satu jam lamanya Nabila berada di dalam kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan tangis yang tidak bisa dia hentikan begitu saja. Bekas kemerahan disekujur tubuhnya membuat Nabila merasa jijik. Semakin dia menggosok kulit tubuhnya, semakin perih dia rasakan. Tidak hanya tubuhnya yang perih, tapi juga hati dan perasaan. Semua hancur dalam sekejap mata. 

Akhirnya Nabila menyerah. Semua sudah terjadi dan Nabila harus mencoba mengikhlaskan semua ini. Menyesal pun tak lagi ada guna. Kehormatan telah terenggut meski dengan cara paksa. Dengan tertatih Nabila meraih handuk. Mengeringkan tubuhnya yang semakin gemetaran menahan rasa dingin. 

Kembali ke dalam kamarnya dan tangisnya kembali pecah melihat ranjang yang berantakan. Sprei penuh noda segera disingkirkannya. Dia tak mampu mengingat setiap kejadian buruk yang menimpanya semalam. Terasa menyakitkan. Rayyan, tega-teganya pria itu merusak semuanya.

Apa salahku. Dalam diam Nabila mencoba bertahan pada hidupnya. Pasrah pada jalan takdir yang Tuhan atur sedemikian rupa. Hatinya terlalu rapuh mengingat semua yang telah terjadi.

Mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Begitu seterusnya dia lakukan berulang-ulang berharap kondisi hati dan perasaannya semakin membaik. 

Saat keluar kamar setelah berpakaian dan merapikan dirinya, rumah masih tampak sepi. Firza belum pulang. Nabila berjalan menuju dapur membuka lemari pendingin. Diambilnya botol air minum lalu dituangkan ke dalam gelas. Mencoba meminum air tersebut dengan susah payah karena tenggorokannya seperti susah menelan.

Sayup terdengar ponselnya berbunyi. Nabila meninggalkan gelas di atas meja pantry, berjalan tergesa masuk ke dalam kamar. Ponsel yang masih berdering menampilkan nama Bos Rega dilayarnya. 

Dengan sekali tarikan napas Nabila menggeser tombol hijau berniat menerima panggilan telepon tersebut.

"Halo, Bil. Kamu tidak masuk hari ini. Ada apa? Kamu sakit?" Terdengar khawatir sekali nada bicara Rega padanya. 

Nabila pun menjawab dengan terbata.  "Iya, Bos. Saya tidak enak badan." 

"Suaramu terdengar serak. Apa perlu aku antar ke dokter?" tawar pria di seberang sana.

"Oh, tidak usah, Bos. Nanti saya minum obat dulu. Jika tidak membaik saya bisa pergi ke dokter sendiri. "

"Baiklah kalau begitu. Sebaiknya kamu istirahat. Jika kondisimu belum membaik tidak perlu masuk kantor dulu."

"Baik, Bos. Terima kasih."

"Jika ada apa-apa jangan sungkan telpon saya. "

"Oke."

Panggilan telepon terputus. Bos-nya itu memang sangat baik dan perhatian. Nabila jadi segan.

••••

Di luar rumah Nabila. Rayyan masih mengamati rumah itu seharian ini. Tapi tetap saja tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Rayyan juga sudah mencoba menghubungi Firza. Tapi tak diangkat oleh kekasihnya itu.

Pada akhirnya Rayyan memutuskan meninggalkan tempat itu. Tidak mungkin juga dia terus mengintai seperti ini jika tidak ingin ada orang yang curiga dengan keberadaannya.

Pun dengan hari besoknya. Rayyan kembali lagi ke rumah Nabila. Yang dia lakukan masih sama. Memperhatikan rumah Nabila dari jalan seberang. Tapi kali ini Rayyan bisa bernapas lega. Lampu tidak terlihat menyala dan jendela rumah sudah terbuka. Itu tandanya sang penghuni rumah ada di dalam sana. Mobil Nabila juga masih parkir dengan cantiknya di carport depan. 

Rayyan bimbang, haruskah dia datang kembali ke rumah itu, menemui Nabila dan meminta maaf. Tapi apakah Nabila masih mau menemuinya. Rayyan tidak ingin mengambil resiko jika dia nekat menemui gadis itu. 

Dengan berat hati kembali Rayyan pergi meninggalkan rumah Nabila. 

••••

Sementara itu, hari ini Nabila terbangun ketika hari masih sangat pagi. Seharian kemarin Nabila hanya menghabiskan waktu untuk menangis dan tidur. Tanpa makan karena tidak merasa lapar. Minuman pun hanya sedikit air putih yang berhasil diteguknya. 

Dan karena terlalu banyak menangis, matanya bengkak hingga susah terbuka. Nabila berharap agar Firza tidak pulang hari ini karena Nabila tidak tahu harus berkata apa jika sampai Firza melihat kondisinya yang mengenaskan seperti ini. 

Haruskah Nabila mengatakan pada Firza tentang semua yang telah Rayyan perbuat pada dirinya. Tetapi Nabila sangsi, apakah Firza akan mempercayai omongannya. 

Berpikir dan berpikir, Nabila sudah memutuskan bahwa dia tidak akan menceritakan hal ini pada siapa pun juga, termasuk pada Firza. Biarlah Nabila sendiri yang tau aibnya. Orang lain tidak perlu tahu karena hanya akan memperburuk keadaan. 

Hari ini pula hati Nabila sudah lebih baik dari kemarin. Meski semua perlakuan Rayyan padanya tidak dapat terlupakan begitu saja tapi Nabila sadar. Dirinya tak mungkin terus terpuruk seperti ini. Nabila harus bangkit melanjutkan hidupnya. Hanya karena perbuatan Rayyan, Nabila tidak boleh hancur meski sebenarnya hatinya sudah benar benar hancur lebur tak berbentuk lagi.

Keluar dari kamar Nabila membuka jendela depan berharap angin masuk agar suasana rumah lebih segar. Berjalan ke dapur dan membuka lemari pendingin. Mencari bahan makanan yang bisa dia masak. Dari kemarin perutnya tidak terisi hingga sekarang terasa melilit. 

Karena kondisinya yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja, Nabila memutuskan untuk kembali tidak masuk kerja. Biarlah dia menenangkan dirinya dulu hingga dia siap keluar rumah dan bertemu dengan banyak orang di luar sana. 

Hanya saja Nabila sungguh tidak ingin bertemu dengan Rayyan dan semoga saja dia bisa menjalani harinya seperti sedia kala sebelum Rayyan menghancurkannya. 

••••

Firza sudah panik karena dua hari dirinya kembali tidak pulang ke rumah yang dia sewa bersama Nabila. Dan sengaja dia mematikan ponselnya agar tidak ada yang menghubungi.

Keberadaannya bersama Max pasti menimbulkan tanda tanya oleh sahabatnya, siapa lagi jika bukan Nabila. Tapi yang membuat Firza gelisah karena ternyata Rayyan mencarinya. 

Ponsel yang baru dinyalakan penuh dengan notifikasi panggilan serta pesan dari Rayyan. Firza tak mungkin begitu saja mengabaikan Rayyan. Bagaimanapun juga Rayyan itu adalah lelaki potensial yang bisa memberinya banyak uang. 

Sementara Max, Firza hanya butuh bersenang-senang dengan lelaki itu. Bahkan dua hari ini dirinya menghabiskan waktu bersama Max di rumah lelaki itu. Seandainya Nabila tahu pasti sahabatnya itu akan terus mengomeli dan menceramahinya tanpa henti. Oleh karena itu Firza tidak pamit pada Nabila. Dia hanya bilang tidak pulang ke rumah tanpa mengatakan alasan apapun meski Nabila ngotot bertanya. 

Saat baru sampai di rumah dua hari kemudian, Firza mengernyit mendapati keberadaan mobil Nabila. Seharusnya jam segini Nabila belum pulang kerja. Meski Firza dan Nabila bekerja di kantor yang sama tapi jenis pekerjaan mereka berbeda. Jika Nabila adalah sekretaris Pak Rega yang jam kerjanya sesuai jam kerja operasional kantor. Berbeda dengan Firza yang bekerja sebagai marketing yang jam kerjanya tidak menentu, asalkan target tercapai, tak datang ke kantor pun tidak akan ada yang mencari. 

Saat masuk ke dalam rumah kembali Firza mengernyit. Dan Firza sudah bisa menebak, pasti Nabila tidak ke kantor hari ini. 

"Apa Nabila sakit?" tanya Firza pada dirinya sendiri.

Perempuan itu mengedikkan bahu acuh tak acuh dengan kondisi Nabila dan memilih masuk ke dalam kamarnya tanpa repot-repot mencari keberadaan Nabila.

RAYYAN ALEXANDER  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang