.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Budayakan tekan bintang sebelum membaca,
karena jejak kalian penyemangat penulis.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.“En garde! ……….Prêts? ………Allez!!”
“Attack, touche, point!!!”
"HAAAAAAAAAAHH!!!!" teriakan yang sangat keras itu menjadi hasil perjuangan seorang anak kecil yang akhirnya dapat mewujudkan mimpi besarnya.
Di saat senja mulai memesona, terdengar suara tv yang menyiarkan pertandingan anggar dari kamar seseorang itu adalah pertandingan final Olimpiade Madrid 2014 antara wakil Hungaria Áron Szilágyi, yang merupakan peringkat 3 dunia pada saat itu dengan Oh Sangkuk seorang atlit muda potensial dari Korea Selatan anak yang menonton pertandingan itu ialah Angkasa begitu panggilan akrabnya.
Ia merupakan seorang anak yang sangat pendiam dan sulit untuk bergaul, dari kecil ia sangat jarang keluar rumah, ia lebih memilih untuk berdiam diri menonton tv, namun bukan berarti dia tidak mempunyai impian, anak kecil itu mempunyai mimpi setinggi angkasa persis seperti namanya. Anak itu bermimpi menjadi seorang atlet anggar internasional layaknya idolanya Oh Sanguk.
Dari tiga jenis pedang anggar, Angkasa lebih tertarik kepada Sabré, sebuah cabang anggar yang mengandalkan kecepatan, ketepatan dan pemilihan keputusan dengan cepat.
Melihat keadaan itu sang ayah pun ingin mendaftarkan ia ke tempat les bela diri untuk membantu ia bergaul sekaligus membela diri. Walau terdengar aneh namun mulai dari keputusan ayahnya itulah hidup Angkasa mulai berubah.
"HA!!........HA!!..........HA!!" Suara teriakan memenuhi ruang bela diri tersebut, ini adalah hal yang baru bagi Angkasa, mengingat dari kecil dia lebih suka berdiam diri di rumah, terlebih lagi hari ini adalah hari pertamanya.
Jantungnya terus berdegup kencang layaknya kuda balap yang sedang di pacu oleh pemiliknya. Hari pertamanya sangatlah membosankan, ia hanya mempelajari teknik dasar kuda-kuda, menendang, dan memukul, namun ia belum mengatakan kebosanannya itu kepada kedua orang tuanya, Ia terus mengikuti latihan rutin setiap hari Sabtu dan Minggu. Satu minggu sudah Angkasa lalui, ia terlihat jenuh dan tidak nyaman, selain karena memang bukan passionnya ia juga masih belum memiliki teman.
Sampai suatu ketika, saat ia sedang memakai pelindung badan miliknya ia tampak kesulitan dan malu untuk meminta tolong kepada teman-temannya, padahal mereka sedang membuat barisan kereta untuk mengikat pelindung badan satu sama lain. Sampai akhirnya datanglah seorang anak perempuan,
"Kesusahan ya? Sini aku bantuin." Ujar Anak perempuan tersebut yang langsung mengikat tali belakang pelindung badan milik Angkasa.
"Eh iya, makasih ya." Angkasa membalas.
"Lain kali kalau butuh bantuan minta tolong saja sama aku atau sama yang lain takutnya kalau kamu ikat sendiri nanti malah nggak kenceng dan malah membahayakan diri kamu sendiri." Lanjut anak perempuan tersebut.
Angkasa hanya diam karena ini lah saat pertama kali dia mengobrol dengan seseorang di tempat tersebut.
"Gimana udah kenceng belum?" Tanya anak perempuan tersebut sambil memukul bagian depan pelindung badan Angkasa untuk memastikan apakah ikatannya sudah kencang atau belum.
"Sudah.” Jawab Angkasa.
Ternyata anak perempuan tersebut bernama Aurora, seorang anak yang cantik, ceria, ramah, dan suka memberi kehangatan untuk teman-temannya. Ia seperti api yang kembali membakar semangat Angkasa saat berlatih bela diri selama ini. Semua kejenuhan dan kebosanan Angkasa saat berlatih nampak hilang ketika melihat senyum milik Aurora. Memang terdengar klise namun seperti itulah Aurora di mata Angkasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA
Short StoryAveline Lecia Meisy seorang siswi SMA dengan perawakan yang cantik, kulitnya berwarna kuning langsat dan bola mata yang cantik serta tubuhnya yang tinggi dan semampai. Ia diberikan tugas oleh gurunya untuk membaca sebuah buku dan akan di presentasik...