Lembar 22

451 18 2
                                    

[MELEPASKAN]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[MELEPASKAN]

Langit cerah yang menyapa kota Bandung tak membuat mendung di dalam diri Arvin ikut surut. Helaan napas panjang dia keluarkan seiring langkahnya menjejaki halaman sekolah yang sudah ramai dengan siswa dan siswi yang memasukinya. Hari pertama sekolah setelah liburan tanpa Audi dan juga tanpa Darell.

Tiga hari setelah Audi pindah. Darell menjemputnya untuk menghilangkan kegalauannya yang sudah memasuki level galau brutal. Tanpa Arvin tahu, Darell menyembunyikan fakta besar yang bahkan belum dia ketahui sampai saat ini.

Yang dia tahu pasti semuanya telah dirancang dengan apik oleh ayah Darell. Agar pihak sekolah tidak mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Skenario yang membuat Arvin maupun Azmi bertanya-tanya begitu mendapatkan kabar bahwa seluruh keluarganya telah meninggalkan Bandung. Tanpa diberitahu kemana dia pergi, saat Arvin dan Azmi berkunjung ke rumah Darell sehari sebelum sekolah masuk. Mereka ditelan harapan kosong untuk sesaat, tapi begitu membaca sebuah email dari akun asing Arvin bisa paham.

Darell terlibat satu perjanjian dengan ayahnya. Entah apa, email itu tidak menjelaskan detailnya, tapi hanya berisi tentang pesan bahwa Darell akan menemui mereka setelah semuanya urusannya selesai. Dimana dia sekarang pun tidak disebutkan.

Arvin tidak mengira akhir tahun sekolahnya akan begitu kosong, kehilangan Audi dan Darell dari lingkungannya sudah merenggut setengah keramaian hidupnya. Sekarang tinggal Azmi, semoga saja mereka bisa bersama hingga lulus.

Arvin sudah memutuskan kemana dia harus melanjutkan studinya setelah jenjang SMA nya berakhir. Satu dari sekian banyak kampus yang ada Arvin memilih satu kampus dengan kakaknya. Universitas Syailendra di Jogjakarta lah yang menjadi tujuannya nanti. Tentu saja Arvin memikirkan banyak aspek yang membuatnya menjatuhkan pilihan pada kampus itu. Selain karena lebih menghemat biaya Arvin bisa memastikan kakaknya menjalani kehidupan yang layak atau sama saja seperti mahasiswa rantauan yang terbilang ngawur.

"Masih pagi kok udah loyo?" Suara Azmi menghentikan pikiran Arvin yang berkecamuk untuk sesaat.

"Mau mewek!" Rengeknya, dia berhambur ke pelukan Azmi. Sungguh perhatian orang-orang di koridor sontak terkalihkan ke arah kedua cowok yang sudah berpelukan seperti teletubbies itu.

ARVIN: Kejebak Friendzone ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang