Theo hanya bisa mengulas senyum tipis pada wajah nya, kala melihat sepasang remaja yang akan bertunangan itu kini duduk dengan kaku dihadapannya. Namun, tidak sepenuhnya kaku. Hanya saja, hawa yang ada diantara Sheena dan Devon benar-benar tidak mengenakan.
Pria itu mengambil inisiatif untuk membuka sebuah percakapan. "Ekhem, jadi Sheena yang akan dijodohkan dengan mu?" Tanya pria itu memberi basa-basi, tapi memang pada kenyataannya Theo baru mengetahui bahwa yang akan ditunangkan pada sang adik anak dari keluarga Pratama.
Devon mengangguk tipis, samar ada raut binar senang diwajahnya dan Theo dapat melihat itu. Sedangkan Sheena mendecih. "Tidak perlu menjaga image. Semuanya telah dikatakan oleh kakamu tercinta itu."
Sheena merotasikan kedua matanya malas. Jujur terjebak di situasi seperti ini merupakan hal bodoh bagi Sheena. Oh lihat saja sekarang pria yang bernama Devon itu memandanginya dengan intens dan ia membenci itu.
Devon meringis kecil. Ia menoleh pada sang kakak dan memberi kode untuk meninggalkan mereka berdua saja. Theo yang merupakan orang sangat peka mengulas senyum lebar nya, dan mengangguk mengerti. Pria itu mulai beranjak dari tempat duduknya.
"Baiklah, kurasa urusan ku sudah selesai disini. Dan untuk mu Sheena, terimakasih telah mengatakan hal yang sebenarnya." Pamit Theo dan sekaligus berterima kasih kepada Sheena. Bagaimana pun juga jika bukan karena gadis itu, pasti sampai sekarang Theo masih mencari tahu tentang Leonora. Sheena hanya memandang kepergian Theo dengan malas. Ia juga sangat ogah untuk melirik pria yang ada didepan nya ini.
"Jadi sekarang. Bisa kau beri alasan yang tepat, mengapa kau selalu menolak ku nona?" Devon langsung to the point sembari memandang manik hitam itu dengan lekat, tidak peduli bahwa gadis itu selalu menghindari nya.
Mendengar akan hal tersebut, Sheena mendengus kesal. "Bukankah malam itu kau telah mendengar segalanya Tuan? Jelas-jelas aku sangat menolak perjodohan ini karena pernikahan berada pada nomor terbawah pada list apa yang harus ku capai." Ucap gadis itu panjang lebar.
Devon hanya mendengarkan saja, ia memangku kedua tangan nya dan memandang wajah milik Sheena dengan lekat. Bagi Devon, gadis itu sangat lucu. Ia mulai menyukai bagaimana ketika Sheena berbicara dengan kesal dan kedua pipi nya yang sudah memerah itu. Sejak awal pertemuan mereka, bagi Devon sikap sinis dan dingin yang diberikan gadis itu padanya sama sekali tidak berarti apa-apa bagi Devon sendiri. Justru pria itu merasa gemas dengan sikap Sheena.
"Yak! Kau melamun?!" Kini Devon kembali ditarik kepada kenyataan ketika mendengar pekikan dari Sheena.
Pria yang memiliki kulit seputih salju itu hanya terkekeh kecil, yang semakin membuat Sheena dilanda kebingungan. "Kau menggemaskan." Ucap nya dengan lembut dan tersenyum lebar, hampir menenggelamkan kedua manik hitam yang indah itu.
Dan kini, jangan tanyakan bagaimana keadaan Sheena. Sedari awal ia melihat dan menyadari akan keberadaan Devon, gadis itu sendiri memang memiliki alasan khusus mengapa selalu bersikap dingin dan sinis kepadanya. Karena seperti sekarang, dengan kurang ajarnya organ yang ada di dada nya itu berdetak begitu keras, dan Sheena yakin kini kedua pipinya sudah merona.