The Destiny We Made

122 15 1
                                    

Seperti biasa, hari ini Arjuna menginjakkan kakinya ke sekolah. Laki-laki itu sedikit memandang sekitar dan kembali menunduk. Merasa ada yang sedikit berbeda hari ini dari hari-hari biasanya. Ia lagi mendengar suara riang milik Nayla yang selalu menyambut paginya, menawarkan nya bekal, dan mengajak nya berbicara.

Arjuna menghela nafas dan kembali melangkahkan kaki nya untuk segera menuju ke kelas. Sepanjang jalan ia hanya menunduk tidak berani memandang sekitar. Hingga belum sampai kaki Arjuna menyentuh lantai kelas nya, sosok badan tegap nan tinggi menghalangi jalan Arjuna, sampai ia harus mengadah untuk melihat pelaku nya.

Kini didepan Arjuna, berdiri Theo dengan pandangan datarnya. Melalui pandangan, Theo menyuruh Arjuna untuk menuju taman sekolah. Dan setelah itu Theo pergi dahulu yang kemudian di ikuti oleh Arjuna.

Arjuna sudah mengetahui apa yang membuat Theo ingin bertemu dengan dirinya. Apa lagi jika bukan tentang Nayla.

"Lo buat Nayla nangis semalam."

Dengan suara rendah nya, Theo memecah keheningan yang tercipta selama beberapa menit. Dengan membelakangi Arjuna laki-laki dan memasukkan kedua tangan nya kedalam saku.

Arjuna memejamkan kedua mata nya erat. "Harusnya dia udah tau dari awal, kalau gue risih dia ada di dekat gue."

Selang beberapa menit, wajah Arjuna teralihkan kearah kanan setelah menerima bogeman dari Theo yang sudah diliputi amarah. Sudut bibir Arjuna sampai berdarah namun itu tidak membuat Theo lengah ataupun kasihan.

"Asal lo tau, kalau gue bisa membuat dia benci sama lo udah gue lakuin dari lama. Tapi apa? Nayla yang terlalu buta sama lo. Gue benci liat dia yang selalu ngasih lo bekal yang ujung-ujungnya ga pernah lo terima, apa lo ga pernah mikirin perasaan Nayla gimana hah?!" Theo kehilangan kendali. Ia sudah terlalu emosi dengan Arjuna, ia benci melihat sang sahabat yang sudah ia jaga menangis karena orang lain dibandingkan dengan Theo yang tidak pernah membuat Nayla menangis.

Diam-diam Arjuna merasa pedih. Bukan hanya luka yang diberikan Theo yang terasa pedih, namun kini hatinya pun terasa sedemikian rupa setelah mendengar perkataan Theo barusan.

Melihat Arjuna yang terdiam lantas Theo mendecih. "Jangan coba-coba menampakkan wajah lo itu dihadapan Nayla, gausah kasih harapan kalau ujung-ujungnya lo cuman jadi penyakit untuk Nayla." Kecam Theo dan setelah mengatakan hal tersebut tanpa babibu Theo pergi dari tempat itu meninggalkan sosok Arjuna yang terdiam dan membisu di tempatnya.

Semua perkataan Theo berhasil menghantam dadanya. Ia tahu semua perilaku nya kepada Nayla hanya membuat gadis itu merasa sedih. Tapi, Arjuna tidak memiliki cara lain sehingga gadis itu merasakan rasa sakit yang mendalam.

Kedua lutut Juna terasa melemas. Segera ia jatuhkan kedua kakinya pada tanah, dengan tatapan kosongnya. Tidak peduli bagaimana pandangan siswa lain yang menatapnya saat ini. Tanpa diundang buliran bening yang sudah menumpuk dimata nya pun kini jatuh tanpa terhalangi. Juna memukul keras dada nya, merasakan betapa sakitnya kini hati Juna sendiri.

Hingga tak lama dari itu, kedua manik milik Juna melihat sodoran sapu tangan didepan wajah nya. Juna mengangkat wajah nya dan mendapati sosok Nayla yang tersenyum lembut kepadanya.

Meskipun situasi sekolah sudah masuk jam pertama. Namun, Nayla dan Juna memilih untuk membolos dan disinilah mereka berdua berada. Halte bus, yang berada tidak jauh dari sekolah.

"Gue gatau, apa yang Theo bilang sama lo, dan dengan tujuan apa dia ngajak lo ngomong kaya tadi." Suara indah milik Nayla mengalun begitu saja dipendengaran Juna membuat laki-laki itu sedikit terkesiap. Karna yang biasanya Nayla memakai aku-kamu, sekarang gadis itu menggunakan gue-lo.

"Tapi gue minta lo lupain semua apa yg dikatakan dan dilakukan Theo ke lo. Gue kenal dia, Theo ga bakal main tangan kalau orang itu ga ada cari masalah sama dia." Ucap Nayla selanjutnya yang membuat hati Juna tercubit.

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang