01. Al and his pain 🍂

1.5K 78 5
                                    

Pekan akhir menjadi suasana yang menyebalkan bagi seorang Elfariz yang memang anaknya kelewat hiperaktif. Sebagai seorang yang kebalikan dari introvert, kepribadian El, yang kerap kali membuat orang menutup telinga saat berada di dekatnya.

Adik dari Alukka Nabastala ini, masih satu sekolahan dengan sang kakak. Perbedaan umur mereka yang berpaut satu tahun, membuat hubungan adik, dan kakak itu memang dekat, bagai surat dan prangko.

Hari Minggu ini, El habiskan waktu senggangnya di rumah. Sudah pukul setengah sembilan, remaja itu masih belum beranjak dari kasur, masih bergelut manja dengan boneka bunny yang ia dapatkan dari Al, saat ia berulang tahun, pada tahun kemarin.

Tok, tok!

"El, udah sarapan?"

Dari balik pintu, Al menyembul dengan wajah fresh seperti baru selesai mandi. Terbukti dengan rambutnya yang basah, juga handuk yang tersampir pada bahu kirinya.

"Belum, Mamah belum pulang dari Semarang loh Kak, Bi Ati juga belum balik ke sini, Ayah apalagi, mau makan apa? Nyemilin bantal?"

Remaja tanggung itu terkekeh dengan jokes sang adik pagi-pagi seperti ini, lantas kedua tungkainya memasuki kamar Elfariz yang tak jauh luas dari kamarnya sendiri.

Tidak ada yang berubah, dari sejak Elfariz memasuki sekolah menengah pertama, letak barangnya masih sama, namun koleksi piala dan buku-buku di rak nya kini bertambah banyak. Tanpa sadar, ia tersenyum, bangga dengan segala prestasi yang adiknya itu raih.

"Mau Kakak pesan di gofood aja? Kamu yang pilih menu nya," tawar Al seraya menyodorkan ponsel miliknya pada sang adik yang masih berbaring.

Tidak banyak menolak, El dengan cepat memesan makanan yang tidak jauh dari ayam, hah, sudah menjadi list makanan favorit El dari sejak zamannya sekolah dasar.

"Kakak udah cek gula darah?"

Sejenak Al terdiam, kenapa selain ia memiliki diabetes, ia juga mendadak amnesia. Padahal, kegiatan itu nyaris tidak pernah absen setiap ia bangun tidur.

"Jangan bilang kakak lupa, ish, ayo sini aku antar." El, menyeret kakaknya keluar, dan kini berakhir mendudukan sang Kakak di atas kasur, sementara tangannya mengambil satu kotak alat yang isi nya perlengkapan khusus untuk Al.

"Hasil kemarin gimana Kak?" tanya El, seraya melihat hasil yang baru saja keluar, 60 mg/ dl. Rendah sekali.

"Dikit rendah."

"Kak, aku masih punya stok makanan manis, makan dulu deh, habis itu cek lagi, 60 loh Kak, rendah banget itu, tuh Kakak udah keringetan gitu." Elfariz lantas berlari keluar kamar Al, lalu kembali dengan membawa satu bungkus cokelat.

"Kakak udah ada kontrol lagi sama Dokter Na? Aku inget-inget udah ada tiga bulan ya, terakhir 'kan aku yang antar," kata El yang kini menatap penuh pada Al. Sambil mengunyah cokelat pemberian El, Al menggeleng dengan pertanyaan yang adiknya lontarkan.

"Iya, terakhir waktu itu, diantar sama kamu El. Emang harus banget? Tapi kakak enggak papa kok, serius," balas Al. Berniat tidak ingin membuat saudaranya khawatir. Karena ia sudah sangat sering membuat adiknya itu diberikan kejutan yang tidak mengenakkan.

Selalu. Hal yang paling El takuti selain binatang yang bernama ulat bulu adalah saat Alukka, kakaknya yang tidak bisa apa-apa. El, selalu sering menghadapi ketakutan saat-saat, Al merintih dan meluncurkan air matanya dengan bebas.

Jika ditanya semesta, siapa orang yang El sayang selain Tiffany dan Baswara, maka El dapat menjawab dengan lantang, yaitu Alukka Nabastala Dewanda.

Yang lebih muda itu menghela napas, lalu menatap dua manik cokelat Alukka. "Harus lah Kak, buat kebaikan kakak sendiri."

Dibalik Nestapa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang