Baswara Agung Dewanda.
Nama yang gagah dan terlihat berwibawa, pria yang kini menginjak kepala empat, bertahun-tahun menikah dengan Tiffany, Baswara jadi melewati banyak hal, dari keharmonisan, sampai ke titik yang sangat sulit untuk sekarang.
Ketika Baswara menikah diusia yang masih terbilang muda. Menjadi sosok suami sekaligus ayah bagi dua anaknya tidaklah mudah. Ia masih perlu memiliki pikiran yang luas, dan langkah yang membawa keluarganya menuju kejayaan.
Malam ini, Baswara banyak mengobrol dengan Rico, selaku kakak kandungnya yang sudah lebih banyak berpengalaman mengenai keluarga. Saat telepon terputus, Baswara terdiam, kata-kata Rico masih memenuhi pikirannya.
'kalau masalah kamu itu lebih dari satu. Coba buat nuntasinnya secara bertahap, jangan sekaligus, jangan sok iya kamu, pertama, sama istri kamu, bicarain baik-baik pake kepala dingin, enggak harus ada masalah aja kamu baru ngajak bicara, ngobrol setiap hari juga bisa buat kalian dekat.'
'Terus, kamu juga punya tanggung jawab sama dua putra kamu. Yang kamu lakuin sama anak bungsu kamu udah bener, nepati janji terus sekarang Elfariz juga keliatan seneng. Tapi, bukan berarti kamu jadi lupa terus bikin Al abai. Justru itu yang jadi pemicu konflik antara dua anak kamu itu Wara.'
'udah kakak bilang, jangan nikah terburu-buru, nah sekarang lihat akibatnya. Anggap aja ini karma buat kamu, suruh siapa enggak mau denger nasihat kakak! Sana tuntaskan masalah kamu sendiri.'
Hembusan napas Baswara terdengar bersamaan dengan angin malam yang masuk lewat fentilasi jendela. Ia melirik ke arah pintu kamar, di mana Tiffany yang baru pulang, masih menggunakan stelan kerjanya, Baswara berdiri dan hendak melangkah keluar.
"Bentar lagi makan malam, kamu enggak bawa makanan apapun Fany?"
Langkah Tiffany harus berhenti, dan kini wanita itu memutar badan dan menatap suaminya sesaat.
"Masih ada ibu di sini. Mungkin ibu udah masak, sana ke meja makan, ajak Elfariz juga."
Masih berdiri diam, Baswara dibuat terpaku dengan kalimat yang barusan istrinya lontarkan. Ada satu anggota keluarganya yang tidak disebut, wanita itu lupa? Atau memang terlanjur hanya menganggap Elfariz saja.
"Ada Alukka juga Fany, kamu lupain salah satu anggota keluarga," ucap Baswara yang dibalas decakan sebal dari Tiffany.
"Terserah kamu mas, enggak usah mancing keributan, aku capek," timpal Tiffany. Wanita itu sudah tidak terlihat lagi saat tubuhnya memasuki kamar mandi.
Di ruangan yang lain, dengan tumpukan buku dan suasana yang gelap terjadi pada kamar Alukka sekarang. Remaja yang bulan depan genap 17 tahun itu entah terlelap atau hanya tertidur dengan alas kedua tangannya sebagai bantalan.
Satu tangannya mengepal memegang pena yang terbuka, satu laginya meremat kertas yang sudah tidak rapi lagi. Di bawah meja belajar Al, terdapat beberapa buntalan kertas yang sudah banyak coretan, entah apa yang Al lakukan selama ia pulang dari sekolah hari ini.
Ceklek ...
Baswara meraba saklar lampu, membuat ruangan Alukka jauh lebih terang. Pria itu meliarkan pandangan, sehingga atensinya melihat langsung Al yang seperti tertidur di atas meja belajar dengan keadaan yang masih memakai seragam sekolah.
Ia mendekat, membereskan beberapa tumpukan buku, mengambil buntalan kertas yang membuat kamarnya terlihat sedikit berantakan. Baswara melihat dua alat pendengar Al terpojok mengenaskan di sisi meja. Terlihat sudah tidak layak untuk dipakai kembali. Lalu, saat pandangannya kembali pada meja, ada retakan panjang disetiap sisi ponsel Alukka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Nestapa [✓]
FanfictionSejak Alukka mempercayai, apa itu hidup sesungguhnya, Nestapa yang ia maksud tidak selalu tentang kesedihan, juga gambaran-gambaran yang menyeramkan. Poin di sini, mungkin hanya sebuah keluarga. Setelah semua yang menimpanya begitu saja ... Alukka...