"Ayah, Ayah!"
"Lihat deh, lihat gambar El, El dapat delapan puluh dari bu guru!"
Tertarik pada belasan tahun lalu, saat itu El berusia 4 tahun, dan Al berusia 5 tahun. Dua anak kecil itu berlari menemui Tiffany dan Baswara yang tengah menunggu mereka selesai sekolah.
Masing-masing dari tangan mereka memegang selembar kertas yang ternyata gambar hasil mereka. Guru TK bernama Riska itu ikut tersenyum saat melihat dua anak didik nya yang menggemaskan berlari dan begitu antusias memberikan lembar itu pada Baswara.
"Oh iya? El gambar apa ini?" tanya Baswara, lalu mengambil alih El dan menggendongnya.
"El gambar mamah, ayah, kakak Al, sama El juga," balasnya senang. Baswara tersenyum, mencium beberapa kali dua pipi putra bungsunya yang menggemaskan.
Tiffany menarik Al dalam pelukan, ia melihat gambar Al yang memang sama seperti El. Ketika ditanya, kok gambarnya sama? Al bilang, dia hanya punya keluarga. Dan Al bilang, mamah, ayah dan adiknya yang hanya ia punya.
Ah ... manis sekali putranya ini.
"Al Kenapa? Kok diem aja, Al laper, iya?" tanya Tiffany seraya mengusap lembut pipi Al yang tidak segembul milik El. Terlihat lebih tirus, tapi tidak terlalu tirus. Sedang saja lebih jelasnya.
Al tidak menjawab, ia semakin mengeratkan pegangannya pada dress putih milik Tiffany, Baswara berjalan mendekati keduanya, lalu berjongkok, masih dengan El digendongannya, ia melihat wajah Al yang tidak berona, delapan puluh persen berubah dari pagi tadi.
Wanita itu merasa, topangan Al semakin memberat, bersamaan dengan kertas yang sendari tadi Al pegang, tubuh kecilnya ikut terhuyung ke samping, Tiffany sigap, ia menangkup dua pipi Al yang terasa dingin.
"Mas, ini kenapa? mobil, cepat mas!"
Pria itu tidak banyak bicara lagi, masih dengan posisi El yang bersamanya, ia berlari membawa El menuju parkiran, sedangkan Tiffany kini mulai dilanda rasa panik dan takut, ia melihat dengan jelas, dua mata putranya tertutup rapat dan menyisakan dua lubang hidungnya yang mengeluarkan darah, mengenai sebagian dress putihnya yang sudah lagi tidak bersih.
Hari itu, menjadi hari yang buruk bagi Tiffany maupun Baswara. El tidur, setelah bertanya terus menerus tentang Al yang katanya lama sekali berada di dalam sana, Baswara terus melihat pada kaca, ia cukup takut saat Dokter lama sekali memeriksa Al, jika Baswara iseng menghitung, sudah ada setengah jam lebih lima menit, sejak saat mereka datang kemari.
"Leukimia."
"Untuk saat ini tidak begitu berbahaya, namun jika terus dibiarkan dan tidak ditangani sesegera nantinya bisa lebih parah dan berujung menyebabkan kematian."
"Ke--kematian?"
Dokter itu mengangguk. Dunia Baswara saat itu juga terasa runtuh, dadanya kian sesak, mendengar fakta menyakitkan itu. Apalagi Tiffany, wanita itu merasa raganya saja yang hanya berdiri.
Hari yang begitu kacau!
Baswara terperanjat saat daun kering yang tersapu oleh angin mengenai kakinya. Ia tersadar dari lamunan masa lalu, begitu panjang prosesnya sehingga sampai ke titik ini sekarang.
Ia menatap langit malam yang hitam pekat, begitu banyak masalah yang saat ini sedang singgah. Baswara melihat pergelangan tangannya yang terdapat sebuah jam tangan. Ternyata sudah pukul sembilan malam. Ia hendak kembali ke dalam rumah, namun tiba-tiba saja tangan seseorang menghentikan pergerakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Nestapa [✓]
Hayran KurguSejak Alukka mempercayai, apa itu hidup sesungguhnya, Nestapa yang ia maksud tidak selalu tentang kesedihan, juga gambaran-gambaran yang menyeramkan. Poin di sini, mungkin hanya sebuah keluarga. Setelah semua yang menimpanya begitu saja ... Alukka...