17

28 1 0
                                    

Aksep geleng kepala. Ada saja yang mengganggu rencana tidurnya. Padahal malam nanti dia harus kembali bekerja. Namun, apa mau dikata Agas tidak kunjung kembali ke kosnya.

Setelah memarkirkan motor vespanya Aksep melenggang memasuki sebuah perpustakaan. Suasana yang sudah tidak asing lagi baginya, dan memudahkan lelaki itu untuk menuju tujuannya.

Saat tengan mencari-cari, matanya tak sengaja melihat punggung seseorang yang tampak familiar. Namun sebagai manusia tersantuy yang malas berhubungan jika tidak pasti dia kenal, Aksep berbalik dengan buku di tangannya.

Harum buku yang dibukanya membuat Aksep memejamkan mata. Benar kata sinetron, buku dan perempuan itu sama, sama-sama enak diajak tidur. Eh kok ke sana. Aksep tersenyum geli menggelengkan kepalanya.

Dengan amat serius lelaki itu mulai membuka lembar demi lembar buku. Sesekali dia akan mengulang apa yang dibacanya.

Puspita melihatnya, jelas saat Aksep berbalik dia melihat lelaki itu.

Sesuatu seakan menariknya untuk mendekat meski tidak menyapa.

Sekian detik akhirnya dia keluar dari sana. Tanpa ada sempat ada sapa di antara mereka. Namun, pada novel umumnya semua berjalan mudah, tokoh utama lelaki akan bertemu tokoh
utama perempuan. Mungkin di sini lain cerita, ketika sosok Agas lah yang berdiri di depannya.

"Hi."

Puspita tersenyum seadanya.

"Nunggu angkot?" tanya Agas yang mendorong motornya mengikuti langkah Puspita.

Sudah seperti adegan di sebuah film saja.

Puspita mengangguk sekilas.

"Udah lama gak ketemu." Meski rautnya biasa saja jelas sejak tadi Agas lah yang banyak bicara.

Lain cerita di dalam perpustakaan sana. Aksep masih telaten membaca buku di hadapannya. Sesekali dia menatap layar ponselnya menunggu chat Agas yang entah di mana.

Sampai sebuah pop up pesan terlihat di sana. Pesan suara.

"Abang Auf liat kakak cantik."

Dari nomor sang Bapak dengan suara adiknya yang terdengar.

Hanya satu orang yang Auf panggil kakak cantik, dan Aksep langsung bergumam, "Angsa saya."

Lelaki itu kemudian memngembalikan buku yang dibacanya, setelah sempat menyapa penjaga perpustakaan. Dia keluar dan mendial nomor bapaknya.

Suara berat seorang pria menyapa pendengarannya.

"Pak, ujang mana?" Aksep langsung saja pada maksudnya.

Bapaknya terdengar berbicara pada Auf di seberang. Sampai terdengar suara tanya dari seberang.

"Apa?" Auf tengah mengemut permennya menatap posel Bagus yang ditaruh di atas paha berlemaknya.

"Jang, liat Angsa abang di mana?"

Auf mengerjap lucu. "Angsa?"

"Eh, maksudnya kakak cantik."

"Oh kakak cantik."

"Iya di mana?"

"Angsa abang Auf gak tau."

"Jangg, kakak cantik di mana."

"Di jalan."

Aksep menarik napas panjang. "Iya jalan mana?"

"Auf di rumah Abang." Alih-alih memjawab tempatnya melihat Puspita bocah gembul itu malah memberitahukan posisinya.

"Bukan rumah, itu kosan namanya."

"Ouh."

"Jadi tadi ujang beneran liat Angsa abang?"

"Gak liat Angsa."

"Iya kakak cantik maksudnya." Geram Aksep lama-lama.

"Gak tau." Setelah itu suara tutt panjang membuat Aksep menatap ponselnya kesal.

Sebenarnya Puspita di mana?

Parah ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang