11

372 10 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Gita kepayahan memapah Angela yang mabuk berat dan benar-benar kehilangan kesadaran. Dengan tenaga kecilnya, ia bersusah payah menyeret tubuh Angela yang tidak mau bergerak. Bau alkohol menyeruak sampai Gita harus bernafas lewat mulut --menjaga diri agar tidak muntah karena bebauan memusingkan ini. Perjuangan Gita sangat berat --seperti proklamator yang ingin meraih kemerdekaan. Lain dengannya yang ingin cepat-cepat meraih gagang pintu apartemen Angela. Ia akan minta maaf banyak-banyak jika besok pagi Angela bangun dengan kondisi lutut memar-memar.

Bagai menemukan oasis di tengah gurun, hatinya bersuka cita saat berhasil membawa Angela sampai ke apartemen dengan aman. Meski Gita tak lagi bertenaga membawa Angela ke kamar dan ia lempar di karpet tebal begitu saja. Gita bermandikan keringat dan bernafas pendek-pendek. Lain kali, kalau Azriel menuntutnya berolahraga ia pasti akan turuti. Agar tidak lagi menyisakan tulang lembek yang tidak berguna ini.

"Perkataan suami mbak ada benarnya." Seketika ia teringat ucapan Nicco tempo hari soal Angela yang hanya ada di rumah dalam keadaan teler.

Setelah tenaganya agak pulih, barulah Gita membantu Angela melepaskan tas slempang kulit buaya itu serta heels tinggi yang pasti menyakitkan jika dipakai lama-lama. Semua benda-benda di tubuh Angela menjeritkan kata mahal. Bahkan jika Gita teliti lebih dekat sepatu mewah Angela itu, bisa ia lihat kalau berlian-berlian kecil yang menghiasinya nampak asli. Dengan hati-hati, Gita menyimpan barang Angela takut menggoresnya. Gaji Azriel tidak akan sanggup mengganti kerusakan barang mewah ini.

"Sekarang, dimana selimut." Ia mana mungkin meninggalkan Angela tidur beralas karpet bulu saja. Terlebih, gaun ketatnya tersingkap dan pasti Angela akan kedinginan jika tidur begini saja.

Karena sudah tahu setidaknya denah rumah Angela, Gita jelas menghindari kamar sebelah kanannya saat ini. Kamar aneh dengan dua orang aneh bermain disana. Ia mencari ke dua kamar lain yang ada. Kamar di belakang tujuannya dan ia menemukan sesuatu yang ganjil.

Kamar ini begitu dingin, kaku dan tidak ada sentuhan wanita. Kamar ini terlalu rapih dengan cat dinding gelap dan perabot minimalis. Kasur besar di tengah-tengah ruangan itu tampak nyaman ditiduri, tapi tidak menjanjikan kehangatan. Jelas ini kamar Nicco. Kamarnya seorang diri. Sebab, tidak ada sedikitpun jejak kepemilikan Angela. Aneh. Untuk memastikan keanehannya, Gita dengan lancang menggeledah isi lemari tinggi. Dan ia tak terkejut tidak ada tumpukan baju milik Angela disana. Tidak seperti lemari kamarnya yang dibagi dua bersama Azriel dan tampak lebih berwarna. Disini semua pakaiannya gelap, formal dan semi formal, bermerk --dan seketika kaus diskon 100 ribu tiga di kamarnya menangis melihat label di belakang kerah baju Nicco.

Bukannya Gita tak mampu membeli semua hal mewah ini, gaji Azriel juga sangat mencukupi kok. Hanya saja, Gita merasa tak butuh pengakuan dari harta yang melekat di tubuh, ia lebih memprioritaskan kebutuhan pokok yang lebih berat karena tidak bisa ditahan bahkan sehari. Gita juga harus ketat menjaga keuangan untuk biaya anak sekolah dan kondisi urgent tak terduga. Ia dan Azriel berkomitmen untuk menabung demi masa depan nanti.

Sudahlah, Gita tak betah berlama-lama di kamar ini. Nanti dia malah tambah merasa rendah diri. Jadinya ia mencoba mencari ke kamar satunya lagi.

Dan kali ini ia yakini kalau ini kamar Angela. Perubahan vibes yang kontras membuat Gita membulatkan keyakinan bahwa Angela dan Nicco itu pisah ranjang. Pun kamar Angela tak menyisakan jejak Nicco sedikitpun. Bahkan tidak ada foto saat pernikahan atau pre-wedding. Kamar Angela berantakan, baju seperti dimuntahkan dari lemari. Make-up berserakan memenuhi meja rias. Bungkus snack dan kaleng bir menyapa Gita di pojok ruangan. Bahkan ia tidak bisa melihat selimut di bawah tumpukan pakaiannya. Jiwa ibu-ibu penggila kebersihannya meronta-ronta ingin membereskan kekacauan ini --namun bukan itu tujuan Gita.

Akhirnya ia rampas selimut tak peduli barang menumpuk di atasnya berterbangan dan bergegas meninggalkan kapal pecah di belakangnya sebelum kepalanya ikut pecah. Saking jengkelnya pada Angela yang tidak bisa bebersih, ia lempar selimut itu hingga menutupi seluruh tubuh Angela.

Gita menghela nafas sejenak dan lagi-lagi mencerna bagaimana sebenarnya kehidupan dua pasuteri ini. Ia menatap lama Angela yang menggeliat di balik selimut tebal, tak lama kepalanya menyembul --mungkin kegerahan.

Rumah tangga jenis apa yang sedang dimainkan Angela dan Nicco? Kamar yang terpisah, hubungan yang menjaga jarak serta kamar aneh untuk bermain... semuanya tampak tak masuk akal di otak polos Gita. Kerumitan ini tidak cocok bercokol di otaknya yang flat dan berorientasi pada masa depan dengan Azriel yang tubuhnya membungkuk dimakan usia. Ia ambil duduk di sofa tepat di atas Angela yang tidurnya terusik --mungkin sesak sebab ditimbun oleh selimut tebal. Angela bergerak dalam tidurnya dan berbalik posisi menghadap Gita yang duduk di sofa.

Gita merenung lagi, terkejut menatap rupa elok wajah Angela yang kebarat-baratan. Baru ia sadari betul kalau Angela benar-benar rupawan dengan hidung bangir dan bibir seksi tebal. Wajahnya simetris dan alisnya memukau. Bulu mata tebal --entah alami atau berkat extension, jelas Angela bukan berasal dari planet bumi. Tapi, kenapa dengan kesempurnaan itu hidupnya tak sempurna juga? Gita jadi berandai-andai seperti apa kehidupan Angela dan bagaimana jika ia yang mengalaminya.

Tak jemu Gita memandangi Angela yang damai dalam tidurnya hingga membuat matanya ikut meredup dengan tubuh perlahan menyapa sofa kulit dan tahu-tahu semuanya menggelap.

.
.
.

Di saat yang bersamaan, para suami sedang mencoba menelepon isterinya masing-masing.

Azriel sendiri melanggar janjinya untuk meminta Gita segera tidur karena ia benar-benar butuh Gita untuk memberikan flashdisk berisi tesis-nya kepada koas-nya malam itu juga. Namun tidak ada panggilan yang dijawab oleh Gita. Seketika Azriel menyesal karena Gita pasti sudah tertidur setelah ia menyuruhnya demikian. Sedikitnya ia bersyukur karena panggilannya tak membangunkan Gita. Jadinya ia batal menyuruh koas-nya untuk pergi membawakan flashdisk yang dibutuhkan.

Sementara Nicco mencoba kembali menghubungi Angela sebab telepon sebelumnya terputus begitu saja. Meski tidak mencintai Angela, jelas ia tahu bukan suara Angela yang menyahutnya tadi dan ya --ia sedikit cemas akan hal tersebut. Alisnya bertaut bingung karena suara jernih itu nampaknya tak asing, namun ia tidak bisa memikirkan satupun orang sang pemilik suara. Ketika dicoba telepon lagi, ponsel Angela malah tidak aktif. Nicco tidak akan berpikir terlalu keras jika saja yang menjawab telepon itu pria, jadi Nicco tahu lokasi Angela dengan mudah bermodal itu saja. Tapi suara asing yang menyambutnya tadi membuat perasaan Nicco penasaran sampai ia mengabaikan pekerjaanya dan tetap memantengi ponsel, menunggu yang tak pasti.

.
.
.

Give Me One More NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang