33

45 2 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Angela yang berada di tubuh Gita sedang asyik merawat tanaman di taman mini di apartemen ketika ponselnya berbunyi. Sebuah notifikasi dari grup WhatsApp "Ibu-Ibu Apartemen" muncul di layar dengan me-mention dirinya. Angela membuka pesan itu dan membaca dengan cepat, lalu wajahnya langsung berubah kecut. Arisan bulanan akan diadakan di apartemen Gita—hari ini, disini!

Angela memandang sekeliling apartemen yang berantakan. Bahan dan tanah berceceran di lantai, majalah-majalah menumpuk di meja, dan dapur yang belum tersentuh karena sibuk dengan hobinya mengurus tanaman. Dia mengeluh kesal. Pikirannya langsung berlari ke segala arah, mencoba mengatur waktu untuk membersihkan semuanya. Namun, dia tahu dia tidak bisa melakukannya sendiri.

Tanpa pikir panjang, Angela segera menelepon Gita yang ada di tubuhnya. Gita, yang sedang berada di rumah, menjawab panggilan itu dengan nada suara yang langsung berubah cemas setelah mendengar kabar dari Angela. Gita bergegas menuju apartemen, pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang arisan yang akan berlangsung di rumahnya.

Setibanya di apartemen, Gita langsung terpogoh-pogoh masuk ke dalam dan melihat sekeliling. Matanya melebar melihat kekacauan yang ada di sana. Tanpa banyak bicara, Gita langsung menuju lemari kaca tempat Azriel menyimpan koleksi action figure-nya yang mahal-mahal. Dia dengan cepat mengambil salah satu action figure yang paling berharga dan menyimpannya di tempat yang aman, takut kalau anak-anak ibu-ibu arisan akan mengambil atau merusaknya.

Angela memperhatikan kesibukan Gita yang bermuka panik dengan alis terangkat, merasa tidak setuju dengan prioritas Gita. "Kamu terlalu khawatir tentang barang-barang kecil itu, Git. Yang lebih penting adalah kita harus membatalkan arisan ini! Rumah ini belum siap dan aku gak mau menghabiskan waktu membersihkan semua kekacauan ini."

Gita, yang sedang mengumpulkan camilan di dapur, menoleh dengan napas terengah-engah. "Mbak, kita gak bisa membatalkan arisan ini. Setiap rumah sudah ada jadwalnya masing-masing, dan sekarang giliran kita. Bu Galih yang mengatur semua ini, dan dia bukan orang yang mudah diajak kompromi. Dia bisa ngamuk kalau kita tiba-tiba membatalkan arisan tanpa alasan jelas."

Angela mendengus, tidak puas dengan penjelasan Gita. "I don't fucking care, Git. Aku gak mau menjadi tuan rumah arisan ini. Kita bisa saja mencari alasan atau menunda, ini bukan masalah besar!"

Namun, Gita tahu betul bagaimana kerasnya Bu Galih, ketua asosiasi ibu-ibu apartemen yang terkenal galak dan suka melabrak siapa saja yang dianggapnya melanggar aturan. Dengan perasaan panik, Gita terus membereskan rumah, memastikan tidak ada satu pun bagian yang terlewatkan.

Melihat Gita yang begitu sibuk, membuat Angela semakin jengkel. Ia memutuskan untuk mengambil tindakan. "Baiklah, kalau begitu, aku yang akan mengurusnya." Angela segera meraih ponsel dan membuka grup WhatsApp, bersiap untuk mengirim pesan pembatalan arisan. Namun, sebelum ia sempat mengetik pesan, Gita dengan sigap merenggut ponsel dari tangannya.

"Mbak! Kamu gak bisa melakukan ini!" Gita berkata dengan nada tegas, tetapi matanya menunjukkan kekhawatiran yang dalam. "Kalau mbak membatalkan arisan ini, aku—kamu, maksudku—akan jadi bahan gosip di seluruh apartemen ini. Kita gak boleh mengambil risiko itu."

Angela menghela napas panjang, masih tidak puas. Tetapi melihat tekad Gita, ia akhirnya mengalah. "Baiklah, tapi kalau ada yang salah, jangan salahkan aku."

Gita hanya mengangguk cepat sebelum melanjutkan pekerjaannya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan yang terbaik untuk menjaga reputasi --terutama menjaga martabat suaminya, meskipun itu berarti harus merapikan seluruh rumah dalam waktu singkat. Sementara itu, Angela hanya bisa duduk di sofa, merasa jengkel dan tidak berdaya. Bagaimanapun juga, ia merasa seperti terperangkap dalam kehidupan yang bukan miliknya, dan satu-satunya hal yang bisa dilakukannya sekarang adalah menunggu semuanya berlalu dengan cepat.

.
.
.

Siang itu, apartemen Gita mulai dipenuhi dengan suara-suara para ibu-ibu yang datang untuk arisan. Yang pertama kali tiba, seperti biasa, adalah Bu Galih. Sosoknya yang berbadan gempal dan selalu mengenakan perhiasan emas yang mencolok segera menarik perhatian siapa saja yang melihatnya. Bu Galih dikenal sebagai orang yang berkuasa di kalangan ibu-ibu apartemen; dia tidak hanya menjadi ketua asosiasi, tetapi juga mengatur segala urusan sosial dengan tangan besi.

Gita, yang berada dalam tubuh Angela, bergegas ke pintu untuk menyambut Bu Galih. Saat melihat 'Angela' membuka pintu, wajah Bu Galih sejenak menampilkan ekspresi terkejut. Dia berhenti di ambang pintu, memandangi 'Angela' dengan tatapan penuh tanya. Dalam benaknya, Bu Galih tidak pernah menduga akan melihat Angela di rumah Gita. Apalagi Angela, si pendatang baru yang suka berpakaian seksi dan angkuh, belum dimasukkan ke grup WhatsApp ibu-ibu apartemen, dan Bu Galih memang sengaja tidak melakukannya.

"Mbak Enjela?" kata Bu Galih dengan nada penuh kecurigaan. "Kenapa mbak ada di sini?"

Gita, yang menyadari dirinya berada di dalam tubuh Angela, mencoba bersikap tenang meski hatinya berdebar. "Oh, Bu Galih," jawabnya sambil tersenyum ramah, "saya diundang oleh Gita. Saya pikir ini kesempatan bagus buat lebih dekat berkenalan dengan para tetangga."

Bu Galih mendekatkan wajahnya sedikit, memperhatikan 'Angela' dengan seksama. Ada sesuatu yang tidak biasa pada wanita ini malam ini, tetapi dia tidak bisa langsung menebak apa itu. Bu Galih tidak pernah menyukai Angela sejak awal; menurutnya, Angela adalah tipe wanita yang terlalu menonjolkan diri, terutama dengan cara berpakaiannya yang dianggap terlalu berani.

Namun, sebelum Bu Galih bisa mengatakan apapun, Angela yang asli dalam tubuh Gita muncul dari dalam rumah. "Ah, Bu Galih," sapanya dengan senyum yang nyaris tak terlihat, namun terdengar sarkastis, "Masuk bu. Saya undang mbak Angela ya, soalnya sampai sekarang mbak Angela belum dimasukkan ke grup WhatsApp ibu-ibu, padahal mbak Angela udah cukup lama tinggal di sini."

Nada sindiran itu tidak luput dari perhatian Bu Galih. Dia mengerutkan kening, matanya menyipit ke arah 'Gita' yang berbicara lain dari biasanya. "Oh, begitu ya? Mungkin ada yang terlewat," jawab Bu Galih dengan suara datar, mencoba menutupi ketidaksukaannya.

Gita, yang berada dalam tubuh Angela, merasa sedikit tidak nyaman dengan interaksi ini. Dia tahu Angela sengaja memberikan komentar pedas itu, dan meski dia mengerti perasaan Angela, dia khawatir hal ini akan memperburuk situasi.

"Ah, bukan masalah, Bu Galih. Mungkin mbak Angela yang harus lebih aktif bersosialisasi, iya kan mbak?" ujar Angela dengan sengaja merangkul lengan Gita untuk menunjukan kedekatannya.

Bu Galih mengangguk perlahan, tetapi jelas dari sikapnya bahwa dia tetap tidak menyukai keberadaan Angela di rumah Gita. Namun, karena tidak ingin membuat keributan di awal arisan, dia hanya menghela napas dan masuk ke dalam rumah tanpa berkata lebih lanjut.

Para tamu lain mulai berdatangan, membawa suasana yang lebih ramai dan riang. Sementara itu, Gita dan Angela terus berusaha menjaga situasi tetap terkendali. Gita, dalam tubuh Angela, dengan sigap berkeliling memastikan para tamu nyaman dan menyiapkan camilan, sementara Angela yang ada di tubuh Gita lebih banyak diam dan memperhatikan, tidak menunjukan perilaku tuan rumah yang baik. Sesekali nyeletuk sarat akan sarkasme yang mengundang tanya ibu-ibu. Ternyata Gita bisa melontarkan komentar pedas, biasanya Gita si anggota paling muda hanya tersenyum dan lebih banyak diamnya dalam menanggapi obrolan ibu-ibu.

Namun, di balik keramaian itu, ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan. Angela masih merasa tidak nyaman dengan peran yang harus ia mainkan sebagai tuan rumah arisan di tubuh yang bukan miliknya, sementara Gita terus berjuang menjaga agar tidak ada yang mencurigai pertukaran jiwa mereka.

Meskipun Bu Galih tampak berusaha bersikap biasa saja, jelas terlihat bahwa dia terus mengamati 'Angela' dengan penuh kecurigaan sepanjang acara berlangsung. Dalam hati, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak bisa menempatkan jari pada apa tepatnya. Suasana arisan yang seharusnya santai dan menyenangkan kini terasa seperti permainan yang dipenuhi oleh rahasia yang sulit dipahami.

.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Give Me One More NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang