7. Kalau Enggak Kejam, Bukan Danu Namanya

429 89 1
                                    

Untungnya, Hanik cukup tahu diri dan menyingkir setelah tahu kalau Kinan mau kencan sama Danu. Tapi anehnya, setelah Kinan ganti baju, Danu bukannya pergi dan menyuruh Kinan masuk ke dalam mobilnya. Kali ini bukan Pajero lagi, melainkan fortuner. Kinan jadi membayangkan seberapa kaya si Danu ini sebenarnya?

Kinan jadi menyesal kenapa waktu itu dia enggak berusaha buat nego lagi. Biar gimana pun, Jarwo kan butuh Kinan supaya dapat semua warisan bapaknya! Dia tentu enggak punya pilihan selain kasih Kinan banyak uang kan?

"Kenapa tiba-tiba ngajak kencan?" tanya Kinan, setelah Danu mengemudikan mobilnya keluar gang.

"Oh, kamu nyebut ini sebagai kencan?" Danu menyeringai.

Kinan membuang muka ke luar jendela. Kedua tangannya terlipat. Memang, ya. Ngomong sama Danu selalu bikin jengkel. "Nggak lah. Mana ada kencan bawa-bawa bocil."

Benar. Karena enggak ada orang di rumah, Kinan terpaksa bawa Raffi setelah memakaikan popok dan baju baru. Untungnya Raffi enggak terlalu rewel sih kalau diajak bepergian. Dia malah asik bobok siang.

"Berkas kontraknya udah jadi." Danu berujar kemudian. "Kamu baca dulu aja. Kalau ada yang enggak sreg, nanti langsung direvisi."

"Yakin mau bahas ini di depan bocil?"

"Emangnya keponakan kamu udah bisa ngadu?"

"Ya enggak sih."

Astaga. Percakapan macam apa itu barusan?

"Berkasnya ada di laci depan kamu." Danu berujar lagi. "Kamu pasti belum makan siang kan? Gimana kalau kita mampir ke warteg?"

Tuh, kan. Danu masih aja perlakuin Kinan kayak orang miskin!

Kinan memutar bola mata. "Harus banget ke warteg emangnya? Sekali-kali makan ke tempat yang mewah dan makanannya mahal-mahal kek."

"Emang definisi tempat makan mewah dan mahal menurutmu apa? Coba sebutin. Kalau ada tempatnya di kota ini, bakal kusamperin. Dan kamu bisa makan sampai puas."

Sial. Kinan sudah lama meninggalkan kampung halamannya. Dia juga jarang mampir ke kota. Mana Kinan tahu udah ada restoran apa aja di sini? Bisa jadi pembangunannya sudah besar-besaran, tapi bisa jadi masih sama seperti dulu.

"Semacam... restoran Korea atau Jepang yang jual beef dan hot pot?" Kinan berujar agak ragu. Kinan selalu iri saat liat fyp instagram-nya yang selalu muncul seleb-seleb yang makan enak dengan daging slice dan aneka saus yang bikin ngiler.

Kalau inget betapa enggak bergunanya hidup Kinan selama sepuluh tahun terakhir, Kinan serasa ingin menangis meraung-raung.

"Oh, Yaudah." Danu membalas enteng.

Kinan menoleh. "Hah?"

"Yaudah kita makan hotpot." Danu menjelaskan kalimatnya sekali lagi. "Baca kontraknya, Kinan. Kamu mungkin enggak akan punya waktu lagi setelah ini."

Kinan langsung menutup mulut. Berusaha menahan diri supaya air liurnya enggak keluar. Wah. Membayangkan daging slice yang dipanggang sampai mengeluarkan sari dan aroma gurih itu langsung terbayang di otak Kinan. Cocolan saus barbeque, kuah tomyam yang panas dan meletup-letup...

Tunggu dulu.

Kinan menoleh dan menatap Danu lekat-lekat. Kenapa Danu tiba-tiba berubah baik? Cowok satu ini enggak lagi merencanakan sesuatu, kan?

"Kamu ngeliat aku kayak orang kriminal." Lagi-lagi Danu berujar datar. Dia melirik Kinan dengan sebelah alis terangkat. "Kenapa? Kamu enggak nyangka bakal ditraktir daging? Mau berhenti dulu buat sujud syukur?"

Cowok satu ini benar-benar... sialan. Dia emang paling pinter kalau urusan merendahkan orang. Kinan emang miskin, tapi kan Danu enggak perlu menghina Kinan terang-terangan. Karena itulah, Kinan memutuskan buat enggak menjawab pertanyaan Danu. Biar dia tahu rasa dicuekin. Lagian Kinan juga males debat.

Nikah Sama Raden Mas! (TAMAT, Fizzo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang