7.

62 21 0
                                    

Aru mimpi buruk, lagi. Ini bukan pertama kalinya semenjak ia menginjak Halimunda, selalu mimpi yang sama. Mengenai jalan setapak berwarna kuning di ujung desa dengan jembatan kayu yang bolong-bolong karena kayu-kayunya telah rapuh. Di tepi jalan berderet pohon pisang dan rumput liar yang rimbun. Mimpi itu selalu berakhir pas Aru udah jalan ngelewatin masjid yang belum jadi menuju sebuah gubuk.

Aru ngerasa badannya lengket. Sialan, ia keringetan banyak banget sampai-sampai gaun tidurnya bagian punggung tuh basah.

Aru ngecek hp dan ngeliat jam menunjukkan pukul 2.30 dini hari dan kemudian sadar pas ngelirik ruang kosong sebelahnya, Felysia yang tidur disampingnya ngilang.

Mungkin ke kamar mandi, pikir Aru. Dengan ide itu ia berniat menyusul ke kamar mandi karena pengen cuci muka agar lebih fresh, setalah mimpi sialan itu.

Rumah pak RT senyap banget, pasti semua orang sedang berkelana di alam mimpi.

Rumah ini kamar mandinya nggak nyatu di dalam rumah, tapi dibikin terpisah dan terletak di belakang rumah. Aru turun perlahan dari pintu belakang menuju kamar mandi dengan lampu temaramnya diapit hutan belantara yang gelap gulita itu.

"Fel.." Aru nyoba manggil nama Felysia memastikan kalau cewek itu ada di dalam tapi nggak ada jawaban, juga nggak ada tanda-tanda ada suara orang di dalamnya. Aru mutar knop pintu untuk ngebuka, kosong- nggak ada siapa pun di sana. Sebelum mikirin ke mana Felysia ngilang, Aru nuntasin dulu keperluannya cuci muka. Setelah itu Aru barulah ia nyari ke mana Felysia pergi dini hari kayak gitu.

Nyari random, Aru kayak dengar ada suara aneh dari gubuk di bagian utara rumah pak RT dekat tempat di mana Senan ngegantung hammocknya, jadi, di samping rumah pak RT itu ada bekas madrasah yang udah nggak dipakai lagi, bangunannya juga udah rusak, tapi nggak di bongkar semua, dibiarin gitu aja. Nah, gubuk itu di belakang madrasah ini.

Aru berjalan perlahan, tanpa penerangan cuma ngandalin matanya yang untung masih sehat dan berfungsi baik dalam gelap selain itu bulan juga bersahabat hari ini.

Suara itu makin jelas semakin Aru berjalan dekat gubuk. Jantungnya jadi tambah berpacu cepat.

Dengan nafas tercekat dan kaki gemetar Aru memberanikan diri ngintip dari celah-celah gubuk yang dindingnya udah mau copot.

Tindakan yang ia sesali, karena apa yang ia lihat adalah hal diluar nalar.

Felysia sedang melakukan hal yang nggak senonoh sama pak RT dan suara yang ia dengar adalah desahan keduanya.

Aru akan muntah rasanya, nggak mau membiarkan dirinya di sana dan terlibat dalam situasi yang super aneh itu lebih lama, Aru putar balik menuju rumah dengan berlari tanpa memikirkan apapun, ia menerobos apa saja yang ada di depannya, tindakan sembrono itu justru berujung tolol karena ia tergelincir sebab tanah sekitar belakang madrasah itu lembab, bunyi berdebam tubuhnya menimpa tanah tampaknya menghentikan kegiatan bercocok tanam Felysia dan pak RT.

Menyadari eksistensi selain mereka pak RT dan Felysia dengan cepat memisahkan diri dan berpakaian dengan benar. Menyadari kegoblokannya yang hakiki, Aru berusaha bangkit melarikan diri meski kakinya keseleo dan nyeri parah.

Meski demikian dengan langkah tertatihnya yang payah, ia memang berhasil menghindari situasi berinteraksi dengan pak RT atau Felysia setelah melihat apa yang mereka perbuat, tapi kedua sosok itu juga telah melihat dan mengenalinya dari jauh.

Situasi yang akan sangat canggung dan rumit.

"Aru?!"  Senan yang sepertinya baru keluar dari kamar mandi dan berniat kembali ke rumah malah dibuat terkejut pula dengan presensi Aru yang mendadak keluar dari kegelapan dengan nafas patah-patah, tampak kacau, dan kaki yang tampaknya cedera.

Melihat kondisi Aru yang demikian Senan memilih mengunci rapat mulutnya. Tanpa memerlukan banyak bacot, langsung digendongnya Aru ala bridal style menuju ruang tamu rumah pak RT yang terdapat sofa.

Aru pun nggak bersuara sama sekali. Seperti orang yang sangat shock berat, cewek itu hanya menatap dengan mata kosong. Entah apa yang Aru lihat, Senan kira itu benar-benar sesuatu yang mengguncang mentalnya.

Senan kemudian ke kamarnya bentar buat ngambil minyak urut yang sempat ia komplain ke neneknya ngapain sih nyuruh dia bawa minyak urut kayak lansia bikin berat kopernya aja, ternyata memang berguna. Pas keluar kamar ia berpapasan sama Felysia yang berwajah tegang pula dan agak tercekat saat matanya bertubrukan dengan milik Senan.

Senan nggak ambil pusing dan langsung menghampiri Aru di ruang tamu, menyingkap gaunnya agak tinggi lalu memegang tungkai kakinya, posisi Senan berjongkok dihadapan Aru. Cewek itu hanya bisa meringis sebagai refleks, tapi kayaknya nggak sepenuhnya sadar dengan kondisinya saat ini. Senan mulai mengurut kaki Aru, untungnya dia memang punya sedikit pengalaman sebagai atlet basket dari SMA sampai kuliah, masalah keseleo udah biasa ia tangani sendiri untuk pertolongan pertama.

"Kalian ngapain?" Pak RT yang entah datang dari mana menarik atensi Senan. Memang, posisinya dan Aru saat ini cukup ambigu dengan Aru yang pakai gaun tidur dan harus ia singkap dikit biar leluasa ngurut kakinya sampai betis.

"Eh, pak." Senan malah kikuk. "Ini pak, saya nggak tau Aru kenapa, tadi ketemu pas saya ke kamar mandi dianya keluar dari semak dalam keadaan shock kayak gini dan kakinya keseleo jadi saya ngurut kakinya biar nggak sakit." Jelas Senan sesuai kenyataan.

Pak RT diam saja. Senan agak dag dig dug. 

"Kayaknya dia digangguin sesuatu." Ungkap pak RT yang buat Senan tercekat. "Tapi, jangan kasi tau yang lain ya kejadian ini, takutnya pada panik. Saya liat nak Aru ini memang agak lain auranya."

Senan menatap Aru khawatir, ia duduk disamping Aru dan ngebenerin rambutnya yang acak-acakan nutupin wajah sambil nepuk pipi Aru lembut. "Ru, sadar ru." Katanya nyaris berbisik.

"Saya bikinin air gula panas dulu." Ujar pak RT dan Senan mengangguk.

Senan menggenggam tangan Aru berusaha menyalurkan energinya pada cewek yang tampak tak berdaya itu. Aru menggulirkan bola matanya menatap Senan. "Sen, gue udah nggak mau di sini lagi." Ujar Aru terdengar lemah.

Hati Senan rasanya sakit banget ngeliat Aru dalam kondisi kayak gini, mata Aru keliatan capek dan takut banget dan bibirnya sepucat tulang, bahkan tangannya dalam genggaman Senan masih tremor. "Aru, ada gue di sini, ru. Lo aman sekarang, gue bakal jagain lo. Seminggu lagi ya?"

Aru tak menyahut, karena Senan nggak merasakan apa yang ia rasa, dan Senan nggak ngeliat apa yang ia lihat, Senan juga nggak tau apa yang ia tau. Kalau Senan tau, tentu saja ia nggak akan pernah membuat Aru menunggu seminggu lagi yang ternyata berati bom waktu.






Riset (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang