10.

65 23 0
                                    

Dua minggu telah berlalu. harusnya waktu riset telah selesai. tapi, kenyataan yang menimpa mereka semua membuat pak Segara harus memutar otak memberikan alasan pada pihak kampus jika mereka meminta tambahan waktu untuk meneliti kurang lebih seminggu. alasan sebenarnya, karena Arunika Manjali. meskipun datang dalam keadaan sehat wal afiat dua hari yang lalu, orang bodoh sekalipun tau jika cewek itu sebenarnya nggak sesehat kelihatannya dan para tetua desa berikut perintilan persatuan dukun melarang mereka semua meninggalkan Halimunda karena terpantau ada yang ganjil menempel pada Aru.

Ketika ditanya kemana perginya Aru selama tiga hari tiga malam dan apa yang ia lakukan pada Kalandra, Aru lebih seperti meracau, ia mengatakan dirinya berada di sebuah desa yang sedang mengadakan acara memuja tanah dan selama itu ia tinggal di rumah seorang nenek tua pencari kayu bakar. cerita yang membuat orang-orang kampung khawatir dan semakin resah karena semua itu memiliki makna mungkin saja akan terjadi bala di kampung mereka makanya para makhluk halus mengadakan pesta  sebelum membuat kekacauan. dengan kepercayaan itulah mereka menahan para mahasiswa riset beserta dosennya. lebih tepatnya menyandera. warga sudah kehilangan respect karena menurut mereka bumerang ini terjadi pasti karena kesalahan dari sekumpulan pendatang nggak tau diuntung itu. jadi, mereka harus bertanggung jawab.

Keadaan benar-benar memburuk. nggak jadi pulang tepat waktu, riset sebagai tujuan terbengkalai, hubungan semua orang memanas, ditatap warga seperti hama penyakit, di tengah keadaan penuh tekanan begini siapa nggak nggak ingin marah? semua itu karena si tukang caper Arunika Manjali. itulah pemikiran Lisa yang ia utarakan pada Rosa dan diamininya.

"Emang pada dasarnya caper sih lis. dia udah pick me dari SMA. tapi, orang di SMA gue dulu pada bego. bisa-bisanya dia dianggap queenka di sekolah. gue udah lama mendam ini lis, baru sekarang gue bisa ngeluarin unek-unek ini karena kalau sama orang lain, mereka pasti bakal balik ngatain kalau gue ngomong gini karena iri sama dia." Rosa curhat dengan binar mata berapi. udah lama banget Rosa pengen ngmongin hal ini sama orang lain, tapi sayang semesta nggak pernah memihaknya, ia hanya dianggap temannya si Aru kayak dia nggak punya identitas lain.

"Najis banget. kok lo betah sih temenan sama dia?" Lisa serius memasang ekspresi muntah, karena dia memang sebenci itu sama Aru dan sekarang kebenciannya semakin bertambah karena punya banyak alasan untuk nggak suka sama cewek pembuat onar itu.

Rosa menarik nafas sejenak. "Mau nggak mau, lis. gue nggak ada pilihan semenjak orang tuanya cerai, dia depresi, cuma gue yang bisa nenangin. gue masih mikir nyawa dia sebagai sesama manusia." jelas Rosa.

"Sumpah, lo baik banget ros. even  lo dianggap sebagai bayangan dia sama semua orang lo nggak peduli itu dan tetap stay. " Lisa terdengar cukup tulus dengan pendapatnya membuat Rosa menegakkan punggung agak besar kepala.

"Lo orang pertama yang ngomong gini lis." 

Lisa menanggapi Rosa dengan senyum ramah sembari menepuk bahunya. "Balik dari sini lo nggak usah bergaul sama cewek sakit mental itu. ada gue. gue mau komplen nih sama pak Segara. masa kita semua mau dikorbanin di sini karena Aru yang bikin masalah, dikira hidup dia doang kali paling penting."

Rosa mengangguk setuju.

Sementara itu di kamarnya Felysia nggak kalah stress. banyak hal yang bikin dia setengah gila. terutama skandalnya dengan pak RT, ia lebih tenang kalau Aru membahasnya, tapi cewek itu hanya bungkam seakan-akan nggak terjadi apa-apa sementara untuk membahas duluan nyali Felysia ciut.  Yang lebih ia khawatirkan kini adalah penglihatannya, Felysia nggak bisa ngeliat apa yang menempel pada Aru, tapi dapat ia rasakan aura yang sangat gelap dan besar telah menguasai cewek itu. ditambah sikapnya super aneh, ia bukan Arunika Manjali yang bermata kucing dengan gummy smile tulus lagi, sorot matanya telah berubah tajam dan licik seperti rubah, senyumnya menyeringai seram dan agresif. 

Felysia berada dalam ketakutan yang purna, serangan paniknya kambuh, apalagi semalam ia melihat Aru memakan mentah ayam kampung peliharaan pak RT di kandangnya. Felysia masih nggak mau mempercayai penglihatannya dan berharap semua itu mimpi buruk atau yang ia lihat adalah setan yang biasa ia lihat. tapi, kenyataan pagi-pagi tadi bu RT berteriak kaget melihat ayam-ayam mereka mati mengenaskan seperti diterkam hewat buas membuat Felysia makin gila.

"Ben, gue mau ngomong sama lo bentar." Bentala akhirnya menjadi pilihan Felysia untuk curhat. cukup aneh karena jarang sekali Felysia si introvert mengajaknya bicara untuk sejenak, Bentala akhirnya mengiyakan, mereka beruda berjalan ke bawah pohon jambu tempat tongkrongan andalan Bentala.

"Lo tau  kejadian tadi pagi?" Bentala mengangkat salah satu alisnya sebagai respon.

"Yang mana? rencana pengangkatan Yogi sekaligus ritual Aru ?" tebak Bentala.

Felysia menelan ludah sejenak, kemudian menatap Bentala dengan binar risau yang kentara dan disadari Bentala. "Bukan itu? nggak apa-apa, ngomong aja."

"Bu RT, nemuin ayam peliharaannya udah jadi bangkai semua tadi pagi dalam keadaan badan tercerai berai kayak di makan hewan buas." Jelas Felysia.

"Oke, tau. terus?"

Tangan Felysia terkepal sejenak, serangan paniknya kambuh. "Ben, yang ngelakuin semua itu Aru." 

Dahi Bentala terlipat hingga kedua alisnya nyaris bertubrukan. "Bentar, bentar, Aru? cewek yang takut sama ayam itu? yang nangis nggak tega ayam disembelih? gimana dia bisa ngelakuin itu Fel, udah jelaskan dari keliatannya ayam itu dimakan hewan buas,  makanya nggak ada yang permasalahin." mendengar respon Bentala, Felysia agak kecewa. walaupun secara logika memang nggak masuk akal apa yang ia ceritakan, tapi kesaksiannya nggak bisa diganggu gugat.

"Gue liat dengan mata kepala gue sendiri. semalam dia bangun sekitar jam setengah tiga dan cara dia bangun itu aneh banget Ben, jalannya kayak orang kayang. gue sampai ngeri liatnya, untungnya gue udah biasa liat setan yang seram-seram jadi nggak terkejut lagi. gue buntutin dia, dan dia makan ayam-ayam itu hidup-hidup." 

Bentala tau Felysia memang mendapat julukan freak dari yang lain, tapi kali ini kalau ia hanya berimajinasi sudah terlalu jauh, apalagi dalam kondisi kayak sekarang. "Lo bisa liat setan?" 

Felysia mengangguk. "Sejujurnya iya. semenjak gue di pondok dulu, gue sering kesurupan sampai pindah SMA umum, gue emang udah nggak pernah kesurupan lagi tapi mata gue nggak akan pernah sama lagi, gue emang bisa liat mereka Ben."

Sumpah, Bentala bingung harus bereaksi seperti apa. jangankan hantu, Tuhan saja ia kurang terlalu percaya keberadaannya. tapi, bukan tugasnya berdebat dengan Felysia saat ini mengenai kerangka berpikir dan perspektif masing-masing.

"Gini aja, fel, gue kan bawa kamera, gimana kalau malam nanti kamera itu kita sembunyikan dan rekam diam-diam buat ngeliat apa yang Aru lakukan? nanti gue kasi tau Senan juga, dia juga bawa kamera. gimana?" Bentala akhirnya mengusulkan sebuah jalan tengah. 

Felysia mengangguk setuju.



Riset (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang