Logika Bentala sebenarnya enggan untuk takhluk pada kerangka pikir Yogi. namun, untuk mematahkan argumen bocah songong itu Bentala ingin memastikan nggak ada apa-apa dalam bantal Aru kayak yang Yogi utarakan, bocah itu hanya mengada. lagi pula, demi apapun Bentala nggak pernah percaya kalau si pucat mematikan itu memang mewarisi kemampuan turun-temurun keluarga mereka sebagai dukun sakti.
Di sinilah Bentala, mengendap bak maling celana dalam, diam-diam menyusup ke kamar Aru dan Felysia saat semua orang sibuk dengan aktivitas di luar, Aru yang katanya terkena santet pun terlihat normal saat siang hari, ia hanya menggila saat tengah malam tiba dan waktu semua orang tertidur.
Bentala mengambil bantal yang di maksud, melepaskan sarungnya serampangan dengan degup jantung yang berdentam tak beraturan. ia kibas-kibaskan sejenak sarung yang telah terpisah dari bantalnya itu. detak jantung Bentala nyaris berhenti ketika sebuah bungkusan kain putih terjatuh ke lantai. tangan dengan urat menonjol miliknya yang biasanya ringan tangan menjatuhkan tinju mendadak tremor. dipungutnya benda itu dan membuka lilitan yang membungkusnya, tangan Bentala mengepal.
Ia benci bahwa Yogi benar, tapi ia sama sekali nggak percaya kalau Lisa berbuat hal sekejam itu pada seseorang. memang, sama seperti dirinya, ia dan Lisa setali tiga uang dalam hal nggak mencerminkan perilaku pemuda muslim Indonesia yang patut di jadikan teladan, bukan berati pula orang seperti mereka akan mudah melakukan tindak kejahatan. ya, Lisa memang sering mengomentari beberapa hal mengenai Aru, namun semua itu nggak cukup di jadikan bukti kalau Lisa pelakunya hanya dengan motif sesederhana itu.
Semua ini pasti permainan Yogi. pikir Bentala.
Kenapa Yogi bisa tau semuanya dan kalau memang Lisa bersalah, kenapa Yogi hanya diam seribu bahasa?
Bentala harus menemui bocah mayat hidup itu sekarang juga. saat ia menemui warga yang berkumpul dan bercengkrama di bangku di bawah pohon jambu di depan rumah pak RT, mereka mengatakan jika Yogi baru saja pergi bersama Lisa ke pendopo dekat sungai yang nggak terlalu jauh jaraknya dari ruamh pak RT. mendengar keterangan itu Bentala langsung buru-buru berlari menyusul, bahkan nggak sempat bilang terimakasih. sontak smeua orang melihat punggungnya dengan tanda tanya besar di kepala.
"Lo datang. gue udah bisa prediksi lo pasti bakal nyari gue setelah apa yang lo dapat, karena itu gue ngajak kak Lisa ke sini." Yogi, lagi-lagi dengan sikap sok kerennya memamerkan gummy smilenya, sebenarnya senyum Yogi manis tapi bagi Bentala adalah sebuah seringai menyebalkan, bocah itu mempermainkannya dan sangat ganjil melihat wajah datar andalannya mendadak penuh kebahagiaan dua hari terakhir.
Bocah sialan itu memanfaatkan situasi dan menganggapnya candaan belaka dengan mempermainkan Bentala.
"Sebenarnya ada apa sih ini? Yogi bilang lo mau ketemu gue di pendopo ini. ada yang penting sampai kita nggak bisa ngomong di rumah aja?" Lisa yang sedari tadi diam dan mengamati bergantian ekspresi Bentala dan Yogi yang entah sejak kapan dan karena apa seperti terlibat perang dingin.
Bentala mengalihkan atensi ke arah Lisa, menatap cewek itu penuh arti, menelan ludah susah payah Bentala merogoh sakunya untuk mengambil rambut yang dibungkus kain kafan itu, ia percaya pada Lisa, menunjukkan benda itu pada Lisa dihadapan Yogi baginya ingin membuktikan pada Yogi jika permainan bodohnya nggak berpengaruh sama sekali.
"Lo pernah liat benda ini?" Bentala akhirnya mengeluarkan benda itu dengan tatap penuh harap seakan memohon semoga sahabat masa kecilnya itu nggak tau benda tersebut, namun, kepercayaan Bentala pada Lisa mendadak sirna saat cewek itu justru terdiam bak tercekat. bermakna ia tau persis apa yang Bentala tunjukkan dihadapannya.
"Lisa..." Bentala mencoba memanggil Lisa untuk menariknya dari keterkejutannya yang kentara. bahkan Bentala maju beberapa langkah tapi Lisa justru beringsut mundur. wajahnya beralih sepucat tulang dengan bola mata memantulkan kalut dalam benaknya.
"Ben, gue nggak tau apa yang gue lakukan Ben. gue nggak maksud.." Selang beberapa detik kemudian Lisa terduduk di lantai pendopo karena kakinya melemah, mulai terisak mengingat kelakuannya.
Bentala serba salah, jika itu bukan Lisa, sudah dipastikan akan babak belur. "Kenapa lis? Aru salah apa sama lo?"
Lisa menengadahkan wajahnya yang bersimbah air mata, tatapannya merefleksikan rasa sakit mendalam yang nggak pernah Bentala saksikan sebelumnya. "Masalahnya lo, ben. lo lebih peduli sama Aru dibanding gue selama di sini. Aru juga cewek yang selama ini lo cari kan? lo pasti bakal ninggalin gue kayak Mama sama Papa. gue nggak mau sendiri lagi, Ben. Aru, anjing!" dengan tangis putus-putusnya Lisa mulai mengungkapkan apa yang ia rasakan selama di Halimunda. mengenai ketakutannya akan sendirian, traumanya ditinggal kedua orang tuanya dalam usia sembilan tahun dalam kecelakaan tragis, nggak ada satu pun yang bisa menenangkannya saat traumanya kambuh termasuk neneknya.
Bentala bisa. Bentala saat itu berusia sepuluh yang pertama kali menyodorkan tangan pada Lisa, mengajaknya bermain dan menghadiahinya boneka Iron Man yang membuat Lisa merasa aman dari mimpi buruk yang menghinggapinya, namun semua afeksi itu tampaknya akan nyata meninggalkannya dan mimpi buruknya akan kembali dengan hadirnya Arunika Manjali di antara mereka. dia sangat mungkin akan menjadi prioritas Bentala dan Lisa hanya menempati posisi paling nggak penting di hidup Bentala.
"Kita rahasiakan ini dari yang lain. sekarang yang terpenting, kalau memang yang terjadi sama Aru ada hubungannya dengan benda sialan ini, gimana cara kita mengembalikan keadaan." Bentala mengalah. ia pernah menyaksikan Lisa bersimbah darah saat berusaha membunuh dirinya. Bentala juga telah berjanji akan melindungi Lisa dengan sekuat tenaga, menyalahkan cewek itu berpotensi membuat traumanya kambuh dan melakukan hal-hal yang dihindari.
Yogi yang sedari tadi menikmati drama dihadapannya tertawa cekikikan, membuat Bentala yang sejenak lupa akan eksistensi sang bocah kematian kembali menatapnya geram.
"Lo pikir semudah itu? bukan hanya satu, tapi lima. empat lagi. satu dalam bentuk sisir, satu dalam bentuk gelang, satu dalam bentuk cermin, satu lagi dalam bentuk tulisan. cari itu." Rahang Bentala mengeras sempurna, tangannya mengepal hingga urat-urat tangannya makin menonjol. nggak mampu menahan diri lebih lama Bentala langsung menghadiahi Yogi bogem mentah berkali-kali hingga tubuh mungil itu terpental ke lantai dengan percikan darah dari hidungnya yang mungkin patah dan bibirnya yang sobek bersamaan mengotori tempat tersebut diiringi pekikan terkejut Lisa.
Belum puas, Bentala menarik lagi tubuh mungil Yogi dan mencekik lehernya, "Apa maksud lo sebenarnya hah? apa semua ini ulah lo? kenapa lo cuma diam aja kalau tau banyak rahasia?"
Melihat kilat membunuh di mata Bentala yang sama sekali bukan bercanda serta Yogi yang mulai memerah dengan lidah terjulur kehabisan nafas, Lisa berusaha menghentikan Bentala dengan menariknya. "BEN, SADAR BEN!" teriak Lisa panik sambil menangis.
Bentala berujung melepas cekikannya. Yogi meraup udara sebanyak mungkin, tapi kemudian ia tertawa lagi, tawa yang membuat Bentala selalu ingin membunuhnya.
"Dari pada lo sok preman di sini, gue kasi tau mending lo cepat cari benda itu sebelum terlambat. malam ini bulan purnama, semua kutukan itu akan sempurna. kak Aru nggak akan bisa diselamatkan.. gue nggak mau ikut campur karena bukan tugas gue untuk ikut campur, kalian yang telah menciptakan semua ini. " Jelas Yogi gamblang.
Bentala menendang ember bekas yang berada di sekitar pendopo menyalurkan emosinya, lalu dengan keras ia berteriak, "SIALAAAAAN!!!!"
Dengan perasaan marah dan tertekan, akhirnya Bentala pergi ke rumah pak RT untuk mencari benda-benda yang Yogi sebutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riset (COMPLETED)
HorrorSepenggal cerita tentang mahasiswa-mahasiswa yang terpilih mengikuti program riset yang diadakan kampus ke sebuah pulau pariwisata yang cantik dan jauh dari kota setelah mengikuti seleksi karya ilmiah. Yang menjadi masalah adalah mereka semua terhu...