02-Who?

2.9K 175 3
                                    

"Apa keadaannya ada perkembangan?"

Wanita paruh baya yang berdiri di sampingnya itu menggeleng disertai dengan helaan napas panjang.

"Masih belum ada. Lily masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar."

Nazly mengangguk. Ia menatap datar alat-alat penunjang kehidupan yang melekat pada tubuh yang tengah terbaring lemah di atas ranjang pesakitan. Berbagai jenis pengobatan telah dilakukan, tetapi tubuh itu sama sekali tidak merespon. Sama sekali tidak menunjukkan perkembangan apa pun.

"Kita harus apa lagi supaya Lily bisa sadar?" tanya Nazly dengan nada putus asa.

"Dari awal, saya sudah tekankan, pengobatan yang dilakukan kemungkinan tidak akan banyak membantu. Pembuluh darah yang pecah di otak Lily benar-benar fatal. Meskipun diberikan keajaiban untuk sadar nanti, Lily bisa saja kehilangan fungsi dari salah satu bagian tubuhnya. Bahasa kasarnya, Lily bisa saja cacat jika sadar nanti."

Nazly membalikkan tubuhnya dan keluar ruangan dengan tubuh lemas, tidak berniat untuk mendengarkan lebih lanjut penjelasan dokter paruh baya tersebut. Saat ini, ia benar-benar mengharapkan adanya keajaiban mengenai kondisi tubuh seseorang yang tengah terbaring lemah tersebut.

"Gimana keadaan Lily?"

Nazly menatap nelangsa laki-laki yang kini berdiri di hadapannya. Kerongkongannya terasa tercekat, Nazly kesulitan saat ingin mengatakan sesuatu.

"Lily pasti baik-baik aja, Naz. Lo yang sabar."

Nazly menggeleng. Tubuhnya semakin terasa lemah saat laki-laki tersebut merengkuh tubuhnya dengan lembut.

"Gue takut, Tar. Gue ta-takut Lily nggak bisa sadar. Gue gak bisa bayangin akan sebenci apa Thala ke gue kalau tau hal ini."

"Selama Thala gak tau, semuanya akan tetap baik-baik aja. Ini bukan salah lo, Naz."

.....

"Dari mana aja? Kenapa tadi gak ngampus? Aku cariin kamu kemana-mana tau. Tadi aku liat kamu diantar pulangnya. Diantar sama siapa? Kok kayak mobil Iftar. Kamu diantar Iftar?"

Nazly baru saja menginjak ruang tengah dan langsung disambut oleh rentetan suara milik Thala yang tidak berhenti mencecarnya.

"Kamu bolos bareng Iftar? Lily, aku sudah bilang aku gak suka liat kamu sama Iftar. Susah banget dibilangin. Kamu juga sudah janji bakal jaga jarak dari Iftar, terus kenapa sekarang aku malah liat kamu diantar pulang sama Iftar?"

Nazly memijit pelipisnya. Kepalanya terasa pusing. Thala dengan mode kerewelannya terkadang sangat mengganggunya.

"Aku cemburu, Ly. Iftar bisa seenaknya dekat sama kamu di kampus, sedangkan aku gak bisa. Kedekatan kita di rumah juga dibatasi. Sebenarnya kita nikah untuk apa, sih? Heran banget. Padahal dulu kamu nggak kayak gini. Kenapa jadi banyak aturan gini, sih?"

Nazly menghela napas. "Aku capek, Thal. Aku mau istirahat dulu," ucapnya lalu melangkah menuju letak kamarnya berada.

Mulut Thala sontak menganga tidak percaya. Sudah banyak kalimat yang ia lontarkan kepada istrinya itu, tapi Nazly justru membalasnya dengan kata-kata yang sama sekali tidak memuaskan hatinya. Ingin sekali Thala berkata kasar, tapi hanya mampu kembali ia telan mentah-mentah.

Melangkah cepat, Thala mengekor di belakang Nazly yang memasuki kamar. Tidak peduli jika gadis itu akan mengamuk dengan dirinya yang tidak taat aturan ini.

"Mau ngapain lagi sih, Thal?" tanya Nazly dengan raut wajah lelah. Sungguh, saat ini ia sedang tidak ingin menghadapi Thala.

"Cuma mau numpang ngadem di kamar kamu. Kamar aku hawanya panas banget, apalagi habis liat istri diantar sama cowok lain, hawanya malah makin membara. Rasanya kayak lagi terbakar," jawab Thala beralasan. Ia balas melotot saat Nazly memberikan sorotan sinis sambil berlalu menuju kamar mandi.

Thala melemparkan tubuhnya di ranjang milik Nazly. Sambil menunggu Nazly keluar dari kamar mandi, Thala berguling-guling, melilit tubuhnya dengan selimut, lalu berguling-guling lagi untuk melepas selimut yang melilit tubuhnya.

Nazly yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya bisa menggeleng-geleng heran melihat tingkah random Thala.

"Kalau cuma mau ngerusuhin kamar, mending keluar deh sana!"

Thala menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara Nazly. Ia berbaring telentang sembari menatap Nazly yang kini sudah berganti dengan pakaian yang lebih santai.

"Aku mau ngerusuhin kamu, bukan kamar. Sini baring di samping aku!" Thala menepuk-nepuk space kosong di sampingnya.

Entah mendapat ilham dari mana, Nazly langsung menurut tanpa drama. Mungkin karena efek lelah, jadi ia tidak memiliki tenaga untuk menghindar dari Thala.

Dengan senyum lebar, Thala menyambut tubuh Nazly yang berbaring di sampingnya. Ia memeluk tubuh itu dan ia ciumi dengan sesuka hati.

"Senang banget kalau kamu jadi penurut kayak gini," ungkap Thala yang kini menempelkan bibirnya di sudut bibir milik Nazly.

Nazly menjauhkan sedikit kepalanya untuk dapat menatap wajah Thala yang saat ini tengah menyamping menghadapnya. Sesaat ia tersenyum tipis kala mendapati senyum konyol lelaki itu. Nazly tidak bisa memungkiri bahwa ia sangat bahagia diperlakukan seperti ini oleh Thala. Meskipun bukan untuknya, tetapi ia bahagia bisa merasakan rasanya dicintai oleh Thala.

Thala memejamkan matanya saat tangan lembut Nazly bermain di area wajahnya. Biasanya Nazly selalu enggan menyentuhnya lebih dulu, Thala lah yang selalu berinisiatif memancing Nazly dengan rayuan berupa sentuhan agar gadis itu mau melakukan kontak fisik dengannya.

"Maafin aku ya, Thal," lirih Nazly. Suatu saat nanti, ia pasti akan sangat merindukan saat-saat seperti ini.

Thala membuka matanya. Laki-laki itu tersenyum dan meraih tangan Nazly lalu menggenggamnya erat. "Aku maafin, mulai besok jangan dekat-dekat Iftar lagi, ya. Kalau bisa, Iftar jangan diladenin, anggap aja dia gak kasat mata. Aku gak suka, aku cemburu kalau liat kamu sama Iftar. Pengen banget rasanya ngamuk sama Iftar."

Tatapan Nazly berubah menjadi berkaca-kaca. Saat ini, Thala memang memaafkannya. Entah ke depannya akan bagaimana? Apakah laki-laki tersebut akan memaafkannya? Jangankan memaafkan, melihatnya saja mungkin laki-laki itu enggan.

"Aku sayang banget sama kamu, Ly." Thala kembali memeluknya, memberikan kecupan kecupan ringan di wajah hingga sekitaran leher yang membuat Nazly selalu merinding ketika diperlakukan seperti itu.

"Thala, jangan aneh-aneh, deh!" Nazly sontak menjauhkan tubuhnya saat tangan Thala mulai bergerilya pada bagian-bagian yang tak seharusnya.

Thala menghela napas saat Nazly memberikan tatapan melototnya. "Ini gak boleh. Itu gak boleh. Semua aja gak boleh. Sudahlah, capek banget jadi aku."

.....

-tbc-

11 Desember 2023












Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang