Rasa-01

5.6K 308 10
                                    

"Bilal, aku cariin ke mana-mana, ternyata kamu di sini. Aku bawain makanan kesukaan kamu. Dima-"

Cerocosan Maurin terhenti saat cowok di hadapannya mengambil bungkusan yang berisi makanan tersebut lalu melemparkannya ke dalam bak sampah.

Mata Maurin mengerjap beberapa kali. "Bilal, kok dibuang?"

Cowok itu berdecih sinis. "Gue bukan orang kelaparan yang terus-terusan lo kasih makan!"

"Gak gitu. Aku cuma-"

Kalimat yang ingin diucapkan oleh Maurin kembali terhenti. Bilal, cowok itu mendorong kuat bahu Maurin hingga punggung gadis itu menghantam kuat kerasnya tembok. "Cuma apa? Harus berapa kali gue bilang, gue gak akan pernah suka sama cewek kayak lo! Berhenti cari perhatian ke gue!"

Jantung Maurin berdetak kuat. Gadis itu berusaha menahan rasa takutnya, wajah Bilal terlihat menyeramkan. Jelas, cowok itu emosi. Sudah nyaris tiga tahun Maurin mengejar-ngejar Bilal. Masa SMA Maurin, ia habiskan untuk mengejar cinta Bilal. Dan masa SMA Bilal ia habiskan dengan gangguan suram dari Maurin.

Entah mengapa gadis itu tidak pernah menyerah untuk mengejarnya?

"Kenapa sih kamu gak bisa suka sama aku?" tanya Maurin tidak tahu diri. Urat malu gadis itu memang akan putus jika sudah berhadapan dengan Bilal.

Bilal menatap remeh gadis di hadapannya. "Gue gak bakalan suka sama cewek murahan dan rendahan kayak lo!"

Cowok itu menyunggingkan senyuman miringnya, menilai Maurin dari atas sampai bawah. "Emang apa yang lo punya sampai bisa menarik di mata gue? Ada?"

Maurin diam yang kembali membuat cowok itu memamerkan senyum mencemohnya. "Gak ada, kan?"

Maurin meringis kala Bilal mencekram erat kedua bahunya. "Berhenti ngejar-ngejar gue!"

Cowok itu langsung pergi, sementara Maurin hanya bisa menatap punggung Bilal dengan tatapan berkaca-kaca. "Kata-kata kamu kasar banget Bilal, tapi kenapa aku gak bisa berhenti suka sama kamu."

....

"Dari mana lo?"

"Habis ngejar cinta doi," jawab Maurin jujur.

Terra mendengus kesal, selama ini ia hanya menjadi penonton melihat kelakuan bodoh sahabatnya. "Terus gimana? Tekejar?"

Maurin menggeleng. "Kayak biasa. Macet di tengah jalan."

"Kapan sih otak lo dipake mikir? Si Bilal itu gak suka sama lo! Coba lo sadar, banyak cewek cantik, montok, bohay yang suka sama Bilal, tapi ditolak. Apalagi lo yang cuma remahan papan molding," hina Terra tanpa filter.

Maurin memukul kuat lengan Terra hingga gadis itu memekik kesakitan.

"Teman macam apaan kamu? Kamu harusnya hibur aku dong, bukan malah ngehina!"

Terra mencibir. "Selama tiga tahun gue jadi saksi kisah cintah lo yang gak kesampaian. Capek gue tuh. Kata-kata semangat sudah habis cuma buat lo doang. Bayangin, tiga tahun!" gadis itu mengangkat tiga jarinya dengan wajah dramatis.

Maurin menghela napas. Iya, ya. Ternyata sudah tiga tahun...

"Kenapa lo gak terima saran gue aja sih, Rin?" Terra memegang bahu Maurin antusias.

"Saran?"

"Iya. Dukun. Kenapa gak pake dukun aja kalau mau buat Bilal tergila-gila sama lo," ucap Terra tanpa beban. Dasar, sahabat lucknut.

"Astagfirullah, Terra. Otak kamu isinya berapa tera, sih? Masa kamu gak tau sih kalau ke dukun itu dosa?" ucap Maurin sembari geleng-geleng.

"Ya, makanya lo berhenti suka sama Bilal. Itu aja kok repot."

Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang