"terkadang aku hanya bisa mengalah dengan takdir karena bagiku terlalu mustahil untuk melawannya".
"Arghhh...." Nathan terjatuh karena ia menabrak gerobak yang sedang lewat.
Melihat hal itu, aku segera menghampiri Nathan dan mengecek keadaannya. Untung saja Nathan baik baik saja, ia hanya sakit di beberapa bagian tubuhnya akibat terbentur
"Pakk... Maaf saya engga sengaja" Nathan menundukkan kepalanya sebagai rasa bersalah.
"Lain kali hati hati ya nak..."pria tua itupun berlalu sambil mendorong gerobaknya.
"Kok bisa sampai nabrak gerobak sih? Emang gerobaknya ga keliatan?" Nathan terdiam sembari menatapku "ohh kamu terlalu buta karena mencintai sampai gerobak aja ga keliatan yaa??... Sayang dehh sama kamu" ucapku berusaha menggodanya.
"HEHHH ENGGA GITU YA JEYEK" Nathan memukul Alvan dengan kencang mencoba menyadarkannya yang halu terlalu tinggi.
"Affah iyahh?" Aku terus berusaha menggodanya sembari tersenyum lalu perlahan lahan aku mendekati wajahnya dan mengecup bibirnya sekilas kemudian aku berlari lagi meninggalkan Nathan dengan pipinya yang memerah.
"HEHHHH!! JEYEKKKK" Nathan berlari mengejarku sambil berteriak, entah kenapa dia terlihat sangat lucu.
Aku dan Nathanpun sampai di kamar kosnya. Kami berniat untuk belajar bersama malam ini agar esok bisa belajar dengan baik.
* * *
Sebelum belajar, kami mandi dan juga bersih bersih terlebih dahulu (seperti layaknya orang berumah tangga (bercanda tapi iya)). Setelah kami selesai mandi dan makan kamipun segera membuka buku pelajaran yang akan di pelajari di hari esok.
"Paaan... Besok pelajarannya apa deh? Nathan lupaa" Nathan mulai memanggil dirinya sendiri dengan nama, bukankah itu terdengar sangat lucu?
"Ish Nathan Nathan kan kita udah masuk sekolah lebih dari sebulan masa gak inget sih? Besok itu matematika, bahasa Inggris sama sejarah" ucapku sambil menggeleng gelengkan kepala.
Nathan terdiam lalu mengambil buku bahasa Inggris dan sejarahnya lalu ia duduk di meja dengan lampu belajarnya.
"Horee mari belajaaaaar~" Nathan terlihat sangat senang."Lohhh? Buku matematikanya mana beb?" Aku terkejut karena Nathan hanya membawa dua buku pelajaran saja.
"Ohh matematika, itu di skip ajaa deh pan soalnya Nathan engga suka!" Nathan mengatakannya dengan wajah yang benar benar menolak.
"No no no, kamu juga harus belajar matematika!" Akupun mengambilkan buku matematikanya dan kita belajar bersama.
"Ayooo belajar matematika dulu...." Ucapku senang
"Aaaahhhh gamauuuuu!!" Nathan mengambil buku matematikaku lalu menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
"Ya udah bahasa Inggris dulu baru matematika deh?" Mendengar perkataanku, Nathanpun setuju dan mengembalikan buku matematikaku ke atas meja.
"God marning pe op le" Nathan tertawa sangat keras ketika mendengar ucapanku membuatku sangat bingung. "Kenapa ketawa? Kamu lagi lihat apakah?"
"Engga gitu bacaaanya alpaaanku sayaaang" entah Nathan mengucapkannya dengan sengaja atau tidak namun itu membuat jantungku seperti ingin berlari.
"Bentaaaar, aku mau pingsan dulu ya Nathan" ucapku lalu berbaring dengan mata tertutup.
"Hehhhhh kok pingsan? Ayo bangunnn!!!" Nathan menyuruhku bangun sambil tertawa melihat tingkahku.
"Akuuu tadi di panggil alpanku sayang sama pacarku, JADI AKU MAU PINGSAN" ucapku lalu kembali berpura pura pingsan.
"HEHHHH alpaaan ayo bangun, nanti Nathan ga mau belajar matematika kalau alpan pingsan terus"
Mendengar hal itu akupun langsung terbangun dan mulai belajar bahasa Inggris dengan serius. Nathan terkekeh melihatku lalu kami kembali belajar dengan baik.
"Nath, boleh gak aku panggil kamu bayi?" Nathan terdiam lalu menatapku bingung, "soalnya kamu mirip bayii" lanjutku.
"Boleh kok alpann, Nathan panggil alpan dengan si jeyekk hehehe" - Nathan.
"Nath, aku gak jelek ya... Kalau aku jelek kamu pasti ga mau sama aku" - Alvan.
"SI JEYEKKKK" Nathan terus menggodaku sambil tertawa.
"Oke, si jeyek dan si gembel" aku tersenyum lebar lalu mengubah nama kontaknya dengan si gembel.
"HEHHHH AKU GA GEMBEL!!" Nathanpun tidak terima namun itu membuatku tertawa.
"GEMBEL" -Alvan
"JEYEKKK" -Nathan
"GEMBELLLL WLEEE" -Alvan
Kami terus mengejek satu sama lain hingga akhirnya hari semakin malam. Kamipun menuju tempat tidur dan mencoba untuk tertidur.
"Selamat malam JEYEKKK"
Kami masih mengejek satu sama lain hingga akhirnya Nathanpun menuju alam mimpi dengan wajahnya yang tenang. Aku menatap wajah manisnya dengan senyuman di wajahku.
"Selamat malam kesayanganku"
Perlahan lahan aku memajukan wajahku lalu mengecup keningnya dan menyusulnya ke alam mimpi.
* * *
"
Kamu tidak sendiri, tidak usah dengarkan mereka..."
"Siapa kamu?"
"Aku yang akan menjadi ibumu... Aku yang akan menyayangimu lebih dari siapapun..."
"Kenapa mereka seperti itu?"
"Karena kamu terlalu berharga... Ayo ikut denganku"
"Tidakkk, aku tidak mauu"
Perlahan lahan dadaku terasa berat dan aku tidak dapat bernafas, aku membuka mataku lalu aku melihat ada sosok wanita yang berdiri di depanku. Lampu yang redup membuatku tidak dapat melihat wajahnya. Tubuhku tidak bisa bergerak sedikitpun, bahkan aku juga tidak dapat bersuara. Aku berusaha meraih Nathan namun aku tidak bisa bergerak sedikitpun, nafasku mulai habis, tubuhkupun mulai melemas.
"Nath..."
Keringat bercucuran di tubuhku lalu aku berusaha dengan sekuat tenaga menggerakkan kakiku, kepalaku semakin berat dan mulutku juga tidak bisa mengucapkan apapun. Akupun mulai memejamkan mataku, aku pasrah karena aku percaya pada takdir.
"Alvan....vannn..."
Samar samar terdengar suara panik dari Nathan membuat mataku terbuka perlahan lahan. Aku melihat wajahnya yang panik sembari menatapku membuat senyumku terlukis di wajahku tanpa aku sadari, mimpi ini begitu indah karena aku dapat melihatnya di mimpiku.
"Nathan... Aku menyayangimu.... Benar benar menyayangimu meski kita baru bertemu, aku sungguh sungguh menyayangimu... Jangan pergi ya sayangku..." Akupun kembali memejamkan mataku dan tertidur.
Bersambung~~~
Tolong beri saran dan juga kritikan, terimakasih

KAMU SEDANG MEMBACA
who?
Romanceterkadang keluargaku membuatku seakan akan tidak bisa bernafas, setiap hari aku selalu merasa cemas karena tekanan yang aku dapatkan. namun, saat itu dia hadir. "haii", ia menyapaku dengan senyuman seolah olah seseorang yang tidak memiliki beban keh...