19|| Kehadiran Kirana

17 3 0
                                    

"Kalian pergi? Bertiga?" Alice memincingkan mata tak percaya melihat penampilan suami dan anak-anaknya. Wanita itu tadi cukup dibuat bingung dengan menghilangnya Henry, Elio dan juga Bella. Kini, ia justru dikejutkan oleh penampilan anak dan suaminya yang tampak seperti-

"Kami hanya pergi untuk mencari udara segar di sekitar kediaman" Henry tertawa pelan. "Kami sudah lapar, Alice. Tidakkah kau sudah menyiapkan hidangan yang lezat?"

Alice menghela napas panjang. Lagi-lagi ia tak punya kuasa untuk membantah. Ia berjalan mendekati Elio dan Bella lantas mengusap pipi anak-anak itu dengan masing-masing tangannya. "Apa yang telah kalian lakukan. Wajah kalian menghitam karena terlalu lama berkeliaran di luar" Wanita bersorot mata tegas itu berdecak mengompetari pelampilan anak-anaknya yang tampak berantakan. "Cepat bersihkan tubuh kalian lalu bergabung ke maja makan"

Elio dan Bella mengangguk lantas segera pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Toh mereka sudah merasa gerah dan ingin segera menyegarkan diri dengan mandi. Kedua Kaillo bersaudara itu tak banyak komentar meski keduanya sudah berjalan menjauh. Elio bahkan sampai terkagum-kagum dalam hati. ini pertamakalinya ia dan Bella tak bertengkar ketika sedang tak diawasi.

"Terima kasih telah mengantarku, kakak tertua. walau itu sebenarnya tidak perlu" Elio menghentikan langkah, meringis ketika sadar dirinya berada di depan kamar Bella. Bodoh sekali. Kenapa ia bisa tidak sadar telah melewati kamarnya? Lihat! sekarang Bella justru menyeringai seolah telah menertawakan kebodohannya. "Kalau begitu selamat mal-"

"Tunggu" Pemuda berparas tampan itu segera mencekal lengan Isabella ketika adiknya itu hendak menutup pintu kamar. "Apa kau masih marah?"

Salah satu alis Bella naik. Kenapa pula Elio peduli?

Elio berdeham, melepaskan cekalan tangannya. "Kau tau, ayah melakukan itu karena menyayangimu. Kupikir tidak baik jika kamu berlama-lama marah pada orang tua"

Mereka sempat bertatapan selama beberapa saat sebelum akhirnya Bella tersenyum tipis. "Terima kasih atas saranmu, kak Elio. Selamat malam" Gadis itu segera menutup pintu kamarnya tanpa memberikan jawaban yang memuaskan.

Elio menatap pintu berukiran kayu di hadapannya dengan perasaan jengkel. Bahkan hingga akhir adiknya itu masih terlihat menjengkelkan. Pemuda berkulit pucat itu berjalan gontai ke kamarnya yang sebenarnya terletak tak jauh dari kamar Isabella.

Hal pertama yang Elio notice begitu masuk adalah ruangan luas dengan perabotan mewah yang sayangnya terasa dingin dan hampa. Untuk kesekalian kalinya pemuda berkulit pucat itu menghela napas panjang, mengusir semua pemikiran bodoh di otaknya. Ia harus segera membersihkan diri sebelum pelayan mengetuk pintu kamarnya.

Entah mengapa air yang mengguyur tubuhnya terasa lebih hangat dari biasanya. Padahal ia tak menyalakan pemanas. Apa karena suasana hatinya sedang bagus atau....

"Kau spesial Elio"

Tanpa sadar sudut bibir Elio melebar. Ucapan sang ayah beberapa jam yang lalu kembali terngiang di otaknya. Elio mengakhiri kegiatan mandinya dan segera berpakaian sambil sesekali bersiul menyanyikan beberapa bait lagu yang pernah ia dengar. Elio mematut dirinya di depan cermin kamar. Ah, kenapa ia baru sadar bahwa wajahnya ini tampan? Tanpa sengaja matanya melirik ke sudut cermin....

"Astaga!" Seketika Elio terlonjak kaget, menoleh ke belakang untuk memastikan penglihatannya. Ekspresi wajah yang tadinya riang kini digantikan oleh raut keterkejutan. Bagaimana tidak? dari cermin ia melihat seorang wanita yang menatap lekat ke arahnya. Seolah telah menantinya sejak lama. "Apa yang Ibu lakukan di sini?"

Alih-alih menjawab Alice justru mencebik tak suka. Perlahan ia berjalan mendekati putra semata wayangnya. "Kamu akan masuk angin jika tidak mengeringkan rambutmu dengan benar" sejanak wanita itu mengobrak-abrik laci anaknya malantas segera menyeret Elio menuju sofa setelah menemukan barang yang ia cari.

CROWN WEARERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang