14 || Persaingan

12 5 0
                                    


Kirana menatap gerbang besi yang menjulang tinggi di hadapannya. Bola matanya berbinar takjub. Dibalik pagar besi itu nampak sebuah rumah yang sangat besar dan megah sampai-sampai ia berpikir rumah itu adalah istana. Orang yang tinggal disana pasti sangat kaya.

"Hei, apa yang kau lihat?!"

Atensi Kirana teralih pada seorang gadis berambut hitam legam yang berseru ketus padanya. Ah, bagaimana bisa gadis itu berada di dalam? "Kau siapa? Apa orang tuamu bekerja di rumah itu?" tanya Kirana polos.

Gadis berambut hitam legam itu melotot, tampak tersinggung. "Enak saja. Ini rumahku!" gadis itu memincingkan mata, menilai penampilan Kirana dari atas sampai bawah. "Sepertinya kau tidak bekerja di paviliun. Apa kau tinggal di kediaman Kaillo? Kau salah satu anak keluarga cabang?"

Kirana menggeleng. Apa itu keluarga cabang? "Orang tuaku bekerja di sana" gadis berkulit pucat itu menunjuk salah satu rumah yang terletak lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Dalam hati Kirana berseru kagum. Gadis di hadapannya saat ini sangat cantik. Bahkan pakaian dan sepatu yang ia kenakan tampak mahal. Seketika Kirana jadi minder ketika mengingat penampilannya yang kumal.

"Kau bahkan hanya anak dari seorang pelayan. Pergilah. Tidak ada orang yang boleh mendekati kediaman utama. Mengintip rumah orang itu perbuatan yang tidak sopan. Jika petugas keamanan tau, kau dan orang tuamu bisa diusir dari sini" ujar gadis berambut hitam legam itu dengan nada ketusnya.

Kirana terdiam. Kenapa ia dan orang tuanya harus diusir? Kenapa gadis didepannya itu terus-terusan melirik keadaan sekitar seperti waspada karena ketahuan mencuri sesuatu? "Kau mencuri sesuatu—"

"Sstttt..." Gadis cantik itu mendesis. "Pelankan suaramu!" gadis itu menatap Kirana tajam. "Berani sekali kau menuduhku mencuri. Aku sedang bermain petak umpet".

"Petak umpet?" Kirana tersenyum antusias. Itu adalah permainan kesukaannya. "Bolehkah aku ikut bergabung? Namaku Kirana. Pasti akan menyenangkan jika bermain bersama-sama" selama ini ia selalu bermain petak umpet bersama kedua orang tuanya. Sepertinya ia dan gadis itu seumuran. Pasti akan menyenangkan jika bermain petak umpet bersama teman sebaya.

Alih-alih menerima permintaan Kirana, gadis berambut hitam itu justru tertawa. Bukan tawa mengejek, Kirana menangkap keganjilan dalam tawa itu. "Bermain bersama? Kau bercanda?" gadis itu menyeka sudut matanya yang berair karena tertawa. "Kita bahkan tak bisa berhadapan secara langsung karena terhalang pagar besi ini. Bagaimana caranya kita bisa bermain?"

Senyum Kirana sirna. Wajahnya berubah lesu. Gadis itu benar. Pagar besi setinggi 3 meter ini benar-benar menjadi penghalang.

"Aku menemukanmu itik kecil! Apa yang kau lakukan disana? Hendak kabur? Akan kulaporkan pada Ibu!"

Kirana memiringkan kepala, berusaha mencari tau siapa yang baru saja berteriak.

Gadis berambut hitam yang dipanggil itik kecil itu mendesis kesal. "Aku kalah" gumamnya kesal. Gadis itu menatap Kirana yang setia berdiri dengan wajah polos. "Senang berbincang denganmu Kirana. Aku harap kita bisa bermain tanpa terhalang pagar besi suatu hari nanti. Aku harus pergi. Sampai jumpa lagi!" Gadis bernama itik kecil itu tersenyum lebar sebelum akhirnya berlari pergi. "Aku tidak akan bermain denganmu lagi jika berani melapor pada ibu, kakak tertua!"

"Kau pengecut sekali itik kecil"

Seruan itu terdengar samar di telinga. Seketika jantung Kirana berdebar kencang. Ia merasa senang ketika gadis itu tersenyum kearahnya. Cantik sekali seperti putri kerajaan yang kerap ia tonton di televisi.

"Kirana. Apa yang kau lakukan disana?"

Kirana menoleh cepat. Senyum lebar tersungging di bibir tipisnya. "Ibu!" gadis itu berlari memeluk Ibunya.

CROWN WEARERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang