Terhitung sudah lima kali hujan mengguyur kota di bulan Juni. Hari ini awan mendung melingkupi area pemakaman. Membuat suasana makin suram. Orang-orang bergiliran menaburkan bunga di atas sebuah nisan yang tampak baru dipasang.
Tetes-demi tetes air mulai jatuh ke tanah. Makin deras, makin deras hingga membuat tanah pemakaman becek. Baju hitam yang dikenakan juga basah kuyup. Namun, tak ada seorang pun yang beranjak dari area pemakaman. Mereka menunduk, menangis sebagai pertanda bahwa orang yang baru saja dimakamkan merupakan orang penting.
Splash! Splash!
Bahkan blits kamera dari para wartawan juga tak terhentikan meski dalam keadaan hujan.
Breaking News
"Kabar duka. Kepala keluarga Kaillo dikabarkan meninggal dunia pada Rabu dini hari dikarenakan sakit. Siapa yang akan menjadi penerus Kaillo berikutnya?"
*** *** ***
3 tahun yang lalu
Bandara menjadi salah satu tempat yang selalu ramai oleh lautan manusia setiap harinya. Seorang pemuda berkacamata tampak celingukan sembari mendorong troli bersikan tumpukan koper. Pemuda itu menghentikan langkah saat merasakan ponsel disakunya bergetar. Ia menghela napas panjang ketika membaca nama yang tertera di layar ponsel. "Kau dimana?" tanyanya dengan suara rendah.
"Maaf aku tersesat setelah dari toilet. Scurity menunjukkan jalan ke pintu keluar. Kau bisa menemuiku disana"
Tepat setelah sosok dibalik telepon selesai berbicara, telepon dimatikan secara sepihak. Pemuda itu kembali menghela napas, hanya bisa bersabar. Ia kembali mendorong troli, membelah kerumunan.
"Theo!"
Pemuda berkacamata itu menoleh ketika namanya diserukan. Tampak seorang gadis tersenyum cerah melambai kearahnya. Lekas saja pemuda itu mendekat. "Aku mencarimu" ujarnya dengan wajah masam. Pemuda bernama Theo itu memincing, melihat penampilan gadis yang sejak tadi dicarinya.
Seakan mengerti arti dari tatapan Theo gadis itu menyeringai "Ah, aku tidak tau kalau disini musim panas. Jadi aku melepas mantelku" gadis itu memperlihatkan mantel musim dingin ditangannya.
"Isabel...." pemuda berkacamata itu mendelik tajam. Ia segera mengambil paksa mantel di tangan gadis bernama Isabel dan memakaikannya ke tubuh gadis itu. "Perhatikan dimana kau berada sekarang. Saat ini kau mengenakan kaos tanpa lengan. Aku tahu disini gerah tapi kau harus menahannya" Theo tersenyum menyaksikan Isabel yang memanyunkan bibir tanda kesal.
"Selamat siang Nona Bella" Seorang pria berjas tiba-tiba datang membuat atensi Theo dan Isabel teralihkan. "Saya datang untuk menjemput Nona atas perintah Tuan Besar. Saya akan meletakkan koper di bagasi. Nona bisa menunggu di mobil"
Mata Isabella memincing. "Siapa namamu?"
Pria berjas itu berdeham untuk menetralkan gugup. "Nama saya Wil"
"Tuan Wil?"
Pria berjas menunduk. "Anda bisa memanggil nama saya secara langsung Nona" mana mungkin supir rendahan sepertinya dipanggil 'Tuan' oleh majikannya sendiri?
Isabella mengangguk-angguk. "Baiklah, Wil. Terima kasih karena telah menjemputku. Tapi alangkah baiknya jika kau juga menyapa orang disebelahku. Biar bagaimanapun kedudukannya jauh lebih tinggi daripada Kau. Nama Kaillo tersemat dibelakang namanya"
Will kembali menegup ludah. Melirik pemuda yang berdiri disebelah majikannya. Bulir-bulir keringat mulai membasahi lehernya. Rupanya rumor di kediaman memang benar adanya. "Maafkan saya Tuan muda Theo. Saya telah lancang" pria itu segera membungkuk sebagai tanda permintaan maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
CROWN WEARER
Acak[GO FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Tidak peduli seberapa berat tanggung jawabnya, orang yang memakai mahkota adalah pemenangnya. Faktanya adalah mahkota akan selalu menjadi pemenang. . . Ide sepenuhnya milik author. Apabila ada kesamaan plot dengan cerita...