“Kenapa lo ke sini dan ngelakuin ini ke gue? Bukannya lo udah ingat semuanya lagi?”
Pertanyaan yang Chan ajukan tidak langsung Minho jawab. Chan sendiri tidak tahu apa yang bocah itu pikirkan—tatapan matanya benar-benar tidak terbaca. Hingga pada detik kesekian, bocah itu mengerjap beberapa kali dengan kaki yang perlahan bergerak dan melangkah mundur.
“Gak tahu.” Bergumam samar sambil menggeleng kecil, Minho juga menggerakan tangannya di belakang tubuhnya—sepertinya mencari gagang pintu. Lalu, saat tangannya sudah akan meraih benda itu, Chan jadi maju dan meraih lengannya—menariknya maju hingga hampir menabrak tubuh lelaki Bang itu.
“Kok kaget?” tanya Chan kemudian saat manik indah si manis sudah melotot menatapnya. Astaga, menggemaskan sekali.
“Kenapa kaget, hm?”
Pertanyaan diajukan lagi—seiring dengan tangan Chan yang menarik Minho mendekat. Membuat pemilik marga Lee itu berusaha menarik tangannya dari genggaman Chan dan mundur lagi. “Lepasin gak?”
Lalu, setelah bibirnya bergerak mengajukan pertanyaan itu, Chan jadi tersenyum kecil sebelum melepas tangannya dari lengan Minho. Tangan itu lalu berpindah ke puncak kepala si manis dan menepuknya pelan.
“Nah gini dong. Ini baru Minho yang gue kenal.” Lelaki Bang itu berucap santai kemudian sebelum menarik tangannya dari puncak kepala si manis. “Lo tahu? Selama lo amnesia, gue sampe lupa lo siapa.”
Si manis mendelik dan Chan kembali tidak tahu apa yang bocah itu pikirkan. Hal itu membuatnya jadi mengajukan pertanyaannya yang belum Minho jawab tadi.
“Jadi, kenapa ke sini dan ngelakuin ini ke gue? Lo gak amnesia lagi, kan?”
Delikan si manis semakin menajam sebelum decakan kecil ia berikan. “Tahu ah, nyesel gue datang.”
“Kok nyesel?”
“Iyalah. Udah jauh-jauh ke sini, bukannya dibaikin malah dikasih pertanyaan tolol. Mendingan gue biarin aja lo stres sampe mampus.”
“Kok jahat omongannya?”
“Bodoh amat.”
Jawaban acuh Minho membuat Chan tersenyum lagi. Kali ini senyumnya lebih lebar. Dua detik kemudian, ia kembali maju dan langsung memeluk Minho. Pelukannya sama seperti saat pertama Minho datang tadi—kedua lengannya melingkar di pinggang si manis dengan kepala yang bersandar di pundak si manis sebelum ia membawa wajahnya dan menyembunyikannya di ceruk leher si manis.
Minho masih diam—Chan tahu itu. Tapi, ketika lelaki Bang itu mulai mengeratkan pelukannya, si manis akhirnya membalas pelukannya dengan tangan yang kembali mengelus belakang kepalanya.
“Makasih ya, udah ke sini.”
“Kalo aku ke sini aja udah dapat makasih, dengan apa aku harus balas semua yang kakak lakuin buat aku?”
“Gak perlu. Dengan lo baik-baik aja, semua udah lebih dari cukup.”
Tidak ada yang berucap lagi setelah itu. Chan yang masih betah di posisinya dan Minho yang diam saja. Hingga di antara kesunyian itu, sesuatu membuat Minho menghentikan gerakan tangannya yang mengelus belakang kepala Chan. Tangan si manis lalu bergerak ke arah pundak lelaki Bang itu. “Bentar, kak. Ada yang nelpon.”
Ucapan Minho membuat Chan menjauhkan kepalanya dari pundak si manis, pelukannya ia longgarkan—tapi belum ia lepaskan. Minho sendiri langsung meraih ponselnya dari saku celananya dan melihat siapa yang menelpon. Dari Hongjoong—Chan sempat melihat nama itu terpampang di layar ponsel si manis. Tapi, belum juga Minho menjawab, telpon itu sudah diputus lebih dulu.
“Apa sih, bangsat? Belum juga gue angkat.”
Chan tidak tahu apa lagi yang terjadi di ponsel Minho, tapi si manis terlihat sibuk sendiri dengan benda itu sebelum kembali menatapnya.
“Kenapa?”
“Hongjoong minta ketemu.”
“Terus?”
“Aku boleh ketemu?”
“Kenapa nanya? Bukannya selama ini lo selalu ke dia? Bahkan selama lo amnesia juga gue gak pernah larang lo buat ketemu dia sama mereka.”
“Tapi kan waktu itu...”
“Gak. Temuin aja.”
Diam selama beberapa saat, si manis lalu menatapnya dengan tatapan ragu. “Temenin tapi.”
“Harus benget gitu ditemenin?” Minho mengangguk cepat begitu pertanyaan itu Chan ajukan padanya. “Emang kakak mau aku kenapa-napa kalo ke sana, terus ada orang itu juga? Kalo aku diapa-apain gimana?”
“Kok malah jadi overthinking?”
“Ya kan itu....”
Jawaban itu tidak Minho selesaikan. Raut wajahnya perlahan menyendu, membuat Chan kembali tersenyum lagi. “Iya, nanti ditemenin.” Setelah berucap demikian, lelaki Bang itu kembali memeluk Minho dan kembali meletakan kepalanya di pundak si manis.
“Kak ih, kok peluk lagi sih?”
“Masih pengen.”
“Kan nanti bisa.”
“Emang lo mau dipeluk lagi?”
“Kakak gak mau?”
Pertanyaan lain yang Minho ajukan—tanpa menjawab pertanyaan Chan sebelumnya—membuat Chan menjauhkan sedikit kepalanya dari pundak si manis. Ia menatap wajah manis itu selama beberapa—sedang si manis hanya meliriknya saja.
“Apa?”
Tapi, tidak ada jawaban yang Minho dapat setelah itu. Nyatanya, Chan lebih memilih untuk memberi sebuah ciuman singkat di pipi Minho dan kembali pada posisi semula. Masa bodohlah, ia hanya mau seperti ini lebih lama.
Tok tok tok...
Sialan!
“Chan, maaf. Gak niat ganggu tapi ini darurat!”
“Ji, gue marah ya sama lo!”
•oblitus•
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
o b l i t u s •• banginho/minchan
FanfictionMinho amnesia dan Chan lupa jika mereka tidak seperti itu sebelumnya. ⚠ full of harsh words remake from AMNESIA || Hwangmini by @yoo_aa