🍷 Lima Puluh Dua

338 53 1
                                    

“Terus, kenapa lo ada di sana?”

“Gue dipaksa.”

“Hah?”

Minho tidak dapat menahan dirinya untuk tidak melongoh tak percaya saat pertanyaan yang ia ajukan berikutnya dijawab Hongjoong secepat itu. Padahal, ia sudah memikirkan berbagai alasan untuk pertanyaan itu, tapi kenapa Hongjoong hanya menjawabnya dengan itu.

“Gue dipaksa, No. Tuh orang sakit jiwa, dia maksa gue buat ikut dia hari itu.”

“Tapi dia...”

“Iya, gue tahu. Tapi dia emang sakit jiwa.” Jeda sesaat, Hongjoong menatap cangkir berisi kopinya yang tinggal setengah sebelum kembali menatap Minho lagi. “Gue dipaksa, dia mau gue sama kayak dia.”

“Sama kayak dia?”

Kali ini, Hongjoong mengangguk. “Lo pikir gue mau ada di sana? Orang tua lo terlalu baik buat diperlakuin kayak gitu. Gue gak akan sanggup sekalipun hanya liat apa yang dia lakuin ke mereka.”

Tidak ada jawaban apapun dari Minho. Selain karena tidak tahu harus melakukan apa, ia pikir Hongjoong pasti masih ingin mengatakan hal lainnya tentang itu.

“Gue dipaksa, gue diseret ke tempat itu. Gue diancam macem-macem biar tetap di sana, termasuk ancaman buat nyakitin lo. Lo tahu kenapa gue ngilang bahkan setelah beberapa bulan orang tua lo meninggal?” Secara alami, Minho menggeleng. “Gue hampir gila. Tiap hari gue selalu dibayang-bayangin kejadian itu dan rasa bersalah. Lama gue gak ketemu sama lo karna tiap gue ingat lo, bayangan kejadian itu muncul. Kalo lo tanya siapa yang paling hancur karna kejadian itu selain lo sama kakak lo, itu gue. Yang gue lakuin waktu itu cuma bolak balik psikiater sampe akhirnya gue bisa ngatasin itu dan ketemu lagi sama lo.”

“Lo gak bohong, kan?”

“Ngapain gue bohong?” Minho masih terlihat tidak percaya dan Hongjoong tentu akan melakukan apa saja agar pemilik marga Lee itu percaya padanya. “Orang tua lo ngasih gue apa yang gak orang tua gue kasih ke gue. Mereka sesayang itu sama gue, No. Gimana bisa gue sanggup ngelakuin itu ke mereka?”

Tidak langsung menjawab, Minho juga ikut menatap apa yang ada di atas meja selama beberapa saat sebelum membuka mulutnya untuk menjawab Hongjoong. “Gue gak tahu mau percaya sama lo atau enggak. Lo bohongin gue terlalu lama, Joong.”

“Iya, gue tahu. Gue tahu lo gak akan mudah percaya lagi sama gue. Dan gue juga gak akan berusaha buat lo percaya sama gue, gue udah salah banget. Yang pengen gue lakuin sekarang, gue cuma mau nebus semua kesalahan gue ke lo, termasuk tentang kecelakaan lo.”

Entah apa yang salah dari ucapan Hongjoong, tapi itu sukses membuat Minho terkekeh kecil. “Lucu ya lo? Lo tahu kalo gue bakal dicelakain, tapi lo tetap bilang kalo bohong soal amnesia.”

“Ya mana gue percaya. Lo amnesia beneran beda, kayak orang lain.”

“Namanya juga amnesia, tolol.”

Minho tidak tahan dan Hongjoong hanya nyengir saja setelah itu. Keduanya lalu diam selama beberapa saat, hingga lelaki itu memanggil si manis.

“Jadi gimana, No? Lo ngijinin gue buat nebus semua yang gue lakuin ke lo, kan?”

“Ngomong sama kak Chan, ya.” Minho menjawab begitu saja dengan sebuah senyum kecil di wajahnya. “Apa yang mau lo lakuin untuk itu, entah itu ngebantu gue tentang masalah ini atau ngelakuin apa aja, bilang sama kak Chan. Setelah ini, gue gak mau ketemu sama lo dulu.”

“No...”

“Gue masih butuh waktu, Joong. Sekarang ini gue di sini karna disuruh temen-temen kak Ji. Gue masih sakit. Lo orang yang paling gue percaya, tapi lo yang paling ngancurin gue.”

Kembali ada kesunyian, Hongjoong lalu mengangguk saat hampir dua menit berlalu. “Oke.”

Lalu, saat Minho sudah akan membuka mulutnya untuk mengatakan hal lain, suara kursi yang ditarik di sebelahnya, membuat ia—dan Hongjoong melempar tatapan mereka ke sumber suara. Ada Chan di situ, berdiri saja dan sepertinya tidak berniat untuk duduk.

“Sori, gue gak ada niat buat ganggu.” Lelaki Bang itu berucap kemudian dengan cepat, membuat dua manusia yang lebih muda darinya itu menatapnya dengan kening berkerut.

“Kenapa, kak?” Minho mengajukan pertanyaannya lebih dulu.

“No, lo balik sama Hongjoong, ada...”

“Gak mau!”

Chan belum menyelesaikan ucapannya dan Minho langsung memotong dengan sebuah penolakan. Hal itu sukses saja membuat Chan mendengus sebelum menarik kursi dan duduk di situ.

“Denger dulu. Gue belum selesai ngomong.”

“Tapi gue gak mau! Gue mau pulang sama lo.”

“Gak bisa, ini darurat.”

“Apalagi sih?”

Chan tidak langsung menjawab pertanyaan Minho, ia lebih dulu menatap Hongjoong dan mengatakan sesuatu pada lelaki itu. “Lo sayang sama Minho, kan? Kalo lo sayang, gue harap lo gak akan nyakitin dia lagi. Kali ini gue percaya sama lo karna lagi terdesak. Tapi kalo sampe lo nyakitin dia lagi, lo orang pertama yang bakal gue bunuh.”

“Oke.”

“Hape gue disadap, itu kenapa gue masuk ke sini buat ngomong langsung. No, ada yang ngikutin kita, jadi lo pulang sama Hongjoong. Biar tuh orang ngikutin gue sendiri. Karna kalo lo sama Hongjoong, gue yakin mereka gak apa-apain lo. Dan lo Hongjoong, bawa Minho ke rumah Younghoon.”

•oblitus•

















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang