🍷 Lima Puluh Tiga

338 53 2
                                    



Sejak mobil Hongjoong keluar dari area parkir cafe tempat lelaki itu dan si manis Lee bertemu, tidak ada yang membuka pembicaraan. Mereka—Hongjoong dan Minho—sama-sama diam dan seperti tidak ingin membuka percakapan apapun. Minho hanya diam dan menatap keluar jendela dan Hongjoong fokus mengendarai mobilnya.

Hingga saat mobil baru berbelok di sebuah persimpangan, Minho jadi melirik spion mobil sebelum menatap Hongjoong sepenuhnya.

“Kita diikutin?” Tanya pemilik marg Lee itu kemudian.

Hongjoong sendiri tak langsung menjawab. Ia memilih melirik spion juga sebelum menambah kecepatan mobilnya, lalu berbelok lagi saat ada persimpangan.

“Kayaknya.”

Saat Hongjoong menjawab dengan acuh, kecepatan mobil kembali ditambah. Minho yang menjadi tujuan jawaban tadi hanya diam sebelum kembali melihat spion mobil. Mobil-mobil yang tadi ia curigai mengikuti mereka itu masih berada di belakang mereka—membuktikan jika mereka memang diikuti.

“Ini gak apa-apa kan, Joong?”

“Gak apa-apa. Santai aja.”

Walau sedikit ragu, Minho mengangguk saja untuk jawaban Hongjoong. Ia lalu memilih untuk melihat ponselnya. Lalu, saat ponselnya ia nyalahkan, ada sebuah pesan masuk dari kakaknya—isinya alamat rumah Younghoon yang menjadi tujuan mereka saat ini.

Entah apa yang tiba-tiba mampir di pikirannya, Minho jadi menatap Hongjoong sesaat. Setelahnya ia kembali menatap ponselnya yang masih menampilkan pesan dari Jihyo tadi. Jarinya perlahan bergerak, meng-copy alamat rumah Younghoon pada pesan tersebut kemudian berpindah ke aplikasi map. Menyalin alamat rumah tadi, Minho segera menekan ikon search dan terpampanglah posisinya juga alamat tujuannya. Sepersekian detik kemudian, ia jadi menatap keluar sebelum kembali menatap Hongjoong lagi.

“Kita mau ke mana?”

Pertanyaan yang si manis ajukan sukses membuat Hongjoong meliriknya dengan kening yang berkerut sebelum sibuk lagi dengan jalanan. “Rumahnya Kim Younghoon, sepupu Bang Chan, kan?”

“Terus kenapa lewat sini?”

“Kan emang ini jalan ke sana.”

“Gak usah bohongin gue lagi!” Minho tidak tahu apa tujuan Hongjoong, tapi sungguh ia benar-benar waspada saat ini. Yang bersamanya ini, benarkah Hongjoong sahabatnya? Kenapa jadi berbeda? Ia sungguh tidak bisa percaya pada Hongjoong sekarang.

“Bohongin apa sih, No? Ini beneran jalan ke rumah Younghoon.”

“Gue bilang gak usah bohong! Jelas-jelas ini arahnya berlawanan sama alamat rumah kak Younghoon.”

“Banyak jalan ke sana. Ini gue lagi coba ngecoh mereka.”

“Gue gak percaya! Lo mau bawa gue ke mana?”

“Gak kemana-mana, ini beneran ke rumah Younghoon.”

“Jangan bohongin gue lagi, Hongjoong!!!!













•oblitus•














Chan menambah kecepatan mobilnya setelah memasang earphone dan mendial nomor Juyeon di ponselnya. Sesekali ia melirik ke arah spion memastikan jika orang-orang suruhan penjahat itu memang mengikutinya sembari menunggu Juyeon menjawab telpon.

“Gimana, Chan?”

“Gue udah di jalan. Dia sama gue.”

“Minho?”

“Sama Hongjoong, ada yang ngikutin mereka juga.”

“Oke, semua udah beres. Sangyeon udah bawa Jihyo ke sana juga, kayak yang lo bilang, ada yang udah dikhususin buat ngikutin mereka. Semua tim udah dibagi dua kayak yang lo minta. Younghoon sama orang-orangnya udah standby lokasi, orang-orang Hyunjae di belakang mereka. Orang-orang rahasia dari Sangyeon udah otw rumah tuh orang gila.”

“Lo sama Hyunjae?”

“Pantau dari apartemen lo.”

“Sip.” Menjawab samar, Chan lalu membelokan mobil ke kiri ketika bertemu pertigaan. “Btw, apartemen gue suci, lo berdua jangan berbuat maksiat di situ.”

“Beb, apa maksud kamu?”

Chan mendengus kecil saat suara yang terdengar setelah itu bukan lagi suara Juyeon tapi suara Hyunjae—dengan dramanya.

“Lo gak waras.”

“Kamu kok jahat banget sama aku sih, beb.”

“Bodoh, gak denger.”

Tawa Juyeon lalu terdengar setelah itu, tapi sepertinya Hyunjae tidak senang di ujung sana. “Gak usah sok ya, anjing. Apartemen lo gak ada suci-sucinya setelah lo bawa Minho ke sini. Lo pikir kita gak tahu lo ngapain aja sama tuh bocah di kamar?”

“Suka-suka gue sih, kenapa lo yang sewot? Iri ya?”

“Gue? Iri? Ya enggaklah, anjing!”

“Bilang aja sih kalo lo iri. Ju, Ju, dengerin tuh, Ju. Jeje kesayangan lo iri sama gue, dia mau nganu juga—sama lo tapi.”

“HEH!! BANG CHAN JINGAN, GUE ADUIN MINHO YA, LO SUKA JADIIN DIA BAHAN BUAT NYOLO!”

“Aduin aja sih. Paling juga dia bakal bantuin gue biar gak nyolo lagi.”

“Ju, tahan gue, Ju. Gue gak boleh ngatain dia bangsat.”

“Bajingan aja, Je.”

“BAJINGAN!”

“Udah, heh sialan! Ini gue kekejar. Hancur sudah rencana kita kalo tuh orang gila berhasil dapatin gue sebelum sampe tujuan.”

“Gara-gara lo ya, jing! Gak usah nyalahin gue.”

Kekehan kecil keluar dari bibir Chan bersama dengan kecepatan mobil yang kembali ia tambahkan. Lelaki Bang itu sempat melirik ke spion mobil sebelum tersenyum miring dan kembali menatap ke depan.

“Chan, Chan! Bebeb!”

“Apa?”

“Jihyo barusan ngirim pesan, katanya Hongjoong gak bawa Minho ke rumah Younghoon.”

“Bangsat!”

•oblitus•




















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang