Tidak ada yang spesial dari suasana kelas sebelas Mipa dua hari ini. Haidar, Karren, dan Bima kompak mengganggu teman yang lain, Yana memimpin beberapa cowok untuk bermain games bersama, dan beberapa gadis pergi ke kafetaria untuk mengisi perut.
Bedanya hanya ini adalah hari kedua Sena tidak datang ke sekolah.
Bel masuk hampir berbunyi ketika Denara masuk ke kelas dengan wajah ditekuk. Gadis itu berjalan lurus ke meja tempat Yana dan yang lain bermain game.
"Sena kenapa?"
Selain Yana, di meja itu ada Jeya, Teri, dan Herdin. Mereka mendongak pada Denara secara bersamaan.
Sejak kejadian Hari Jumat kemarin, mereka belum membicarakan soal Sena sama sekali.
"Kemarin Bu Davikah minta gue nyusun nama rekomendasi buat gantiin Sena," jelas Denara. "Gue pikir cuma sementara karena dia lagi persiapan penyisihan, tapi kenapa Sena nggak masuk dua hari ini?"
Para gadis, yang tadinya ke kafetaria masuk ke kelas, kini semua anggota sebelas Mipa dua lengkap menyisakan Sena yang tidak masuk.
Denara hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lekat Jeya. "Pas di tempat Giselle, Sena mukul lo. Gue sama anak-anak lain diem aja karena gue pikir kalian bisa nyelesaiin semuanya sendiri."
"Sena bukan orang yang gampang marah dan kepancing emosi, apa lagi sampe mukul gin,"
Kalimat Denara belum selesai, tapi Jeya berdiri dengan gerakan kasar sampai suara derit kursi terdengar seperti sesuatu yang terlempar. "Terus gue tipe orang yang suka mancing emosi gitu, Den?!"
Semua orang tercekat. Jeya punya badan tinggi besar tapi nada bicaranya selalu halus, melihat bagaimana dia meninggikan suaranya membuat semua orang terkejut.
Herdin ikut berdiri dan pasang badan di antara Jeya dan Denara. Sedangkan Sarah, yang masih di dekat pintu, dengan sigap menutup pintu agar perdebatan ini tidak di dengar orang luar.
Jeya mengalihkan pandang begitu sadar dia telah membentak Denara. "Sorry."
"Gue nggak nyalahin elo," sanggah Denara dengan nada tenang. "Gue cuma mau tau apa yang terjadi di rumah Giselle Hari Jumat kemarin."
"Ya," panggil Denara agar Jeya menoleh lagi padanya. "Sena lagi sensitif karena ice skating."
Denara menghembuskan napas lemas lantas berganti menatap Yana. "Yan, lo juga biasanya langsung nengahin. Ini udah empat hari Sena nggak ada kabar. Chat group nggak direspon, gue chat juga nggak diread. Pas kelas satu, walaupun dia lagi persiapan olimpiade dia tetep masuk sekolah."
"Den, kayaknya ini salah gue deh."
Denara menoleh pada Giselle yang sudah memasang raut tak enak.
"Gue manas-manasin Sena dengan bilang kalo mau kenalin Zeuna ke temen gue."
"Terus hubungannya sama Sena yang mukul Jeya apa?"
Jeya mendengus. Sebenarnya enggan kembali ikut campur. "Gue bercanda mau deketin Zeuna terus tiba-tiba Sena mukul gue, katanya jangan deketin Zeuna kalo cuma mau bercanda main-main doang."
"Sebelumnya," kini Yana mulai bersuara. "Gue nyebut Sena berengsek."
Semua orang tercekat lagi. Yana, yang hampir nggak pernah ngomong kasar, nyebut berengsek ke Sena, yang nggak pernah aneh-aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Crush
Teen FictionZeuna Ashua, Una, anak kelas sepuluh yang kalo foto selalu kelihatan mungil tapi pas ketemu ternyata anaknya jangkung banget. Una tuh adik kelas incaran para kakak kelas dan idaman teman seangkatan. Baru-baru ini SMA Darsa punya project bareng ant...