Sebelas Mipa dua sedang melakukan pemanasan sebelum pelajaran olahraga dimulai, dan minggu ini adalah giliran Assa yang memimpin pemanasan.
Pak Wahab, guru olahraga kelas sebelas, bahkan belum datang dan ini belum genap sepuluh menit sejak bel masuk berbunyi, tapi seluruh siswa sebelas Mipa dua sudah berada di lapangan basket.
Meski diisi banyak siswa berjiwa bebas, Mipa dua diselamatkan kedisiplinan Sang Ketua kelas.
"Rajin banget, ya, Mipa dua belum disuruh udah pemanasan dulu," puji Una yang sejak tadi mengamati dari lantai dua gedung laboratorium. "Nggak kayak kelas kita. Ada aja rusuhnya, yang nunggu Riki boker dulu lah, Kai masih cari celana olahraganya lah, yang Dofin minta istirahat dulu soalnya capek jalan dari kelas ke gedung olahraga lah."
Tak ada respon. Una mengernyit karena biasanya Nayu paling cepat kalau diajak ngomongin orang lain, tapi kenapa tiba-tiba diam?
Una berbalik untuk memastikan bahwa ketiga temannya masih di sana.
Nayu dan Soni saling dorong kecil dengan siku mereka dan berganti berbisik. "Lo aja yang ngomong," "lo aja."
Sedangkan Dofin ada di belakang mereka, sedang duduk di bangku koridor. Dia diam dan tak ikut campur, namun berkali-kali tertinju tas Nayu dan Soni. Karena kesal dan sabarnya sudah habis, Dofin mendorong mereka bersamaan. "Kalo nggak mau ngasih tau, mending diem aja lo berdua!"
Soni dan Nayu mendesis bersamaan. Hampir saja kelepasan mau melempar tas mereka pada Dofin.
Una, yang masih berdiri dekat besi pembatas balkon, hanya tertawa kecil melihat perkelahian mereka.
Nayu dan Una sudah saling mengenal sebelumnya, namun hanya sebatas menganal nama satu sama lain.
Ketika masuk SMA, Nayu berinisiatif duduk di meja yang sudah Una tempati. Meski begitu, mereka belum terlalu dekat karena Nayu lebih merasa nyaman bergaul dengan Dofin dan Soni.
Mereka jadi dekat sejak Una mulai mengakui tentang perasaannya ke Sena pada Nayu. Jadi mereka sering hang out bareng, dan secara alami, menjadikan Una lebih akrab dengan Dofin dan Soni.
"Masih pagi kok udah berantem, sih," lerai Una. "Gue lagi bahagia nih soalnya praktikum jam pertama."
Una mengatakannya bukan berarti dia sebegitu cintanya sama kimia, Una mengatakan itu karena dia tidak harus bolak-balik dari gedung kelas sepuluh ke gedung lab.
Una mengernyit lagi, merasa asing karena ketiganya tidak bersuara lagi.
Dofin maju mendekat ke Una lalu bersandar pada pembatas balkon dan memandang lurus ke arah lapangan, kemudian melirik Nayu dan Soni sekilas. Dofin paham kenapa keduanya ragu untuk mengatakan perihal Yuko pada Una, karena mereka merasa bersalah.
Nayu merasa bahwa dialah yang memulai semuanya dan Soni merasa gagal karena tidak langsung memeringati mereka sejak awal dia tau soal perasaan Una.
"Na," panggil Dofin tanpa menatap Si Pemilik nama dan lebih memilih menatap lurus ke lapangan. "Kak Sena lagi naksir cewek."
Raut wajah Una mengendur begitu mendengar itu.
"Sorry," ucap Soni. "Gue seharusnya ngasih tau elo dari kemarin-kemarin."
Melihat wajah bersalah Soni, Una kembali memasang senyumnya. "Bukan salah lo kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Crush
Ficção AdolescenteZeuna Ashua, Una, anak kelas sepuluh yang kalo foto selalu kelihatan mungil tapi pas ketemu ternyata anaknya jangkung banget. Una tuh adik kelas incaran para kakak kelas dan idaman teman seangkatan. Baru-baru ini SMA Darsa punya project bareng ant...