(SAAT INI) .........
Memori itu yang aku ingat di kepalaku. Hari terakhir aku di rumah Nenek, tiga tahun yang lalu. Dan sekarang aku kembali berada di sisini. Di pondok ini, di ruangan dalam ini, suasana seperti ini ..... tidak ada yang berubah dengan ruangan kecil ini, tempat kejadian mencekam itu terjadi. Tiba-tiba tubuhku merasa dingin dan menggigil.
"Kang ...... Kita dimana ?"
"Ini Pondok Kelapa ...... tempat orang membuat minyak kelapa dari kebun sini ...... Duduk dulu, Ky ..... Aku ambil minyak kelapanya dulu"
Kang Burhan membantuku untuk duduk di pinggir sebuah ricak atau sebuah ranjang kecil yang terbuat dari bambu. Aku hampir tidak merasakan sakit dipergelangan kakiku karena perasaan campur aduk yang aku alami sekarang.
Pandanganku masih mengedar kesekeliling rungan Pondok Kelapa ini. Semakin detail aku mengamatinya semakin jelas dalam bayanganku apa yang terjadi padaku dulu, tiga tahun yang lalu ..... dan rasanya baru aku alami kemarin.
"Awwwwwwuuu !!!!"
Jeritan keluar dari mulutku saat kursakan sakit yang menyengat dari kakiku.
"Tahan, Ky ..... Kalo tidak di urut nanti kakimu menjadi bengkak .... dan tidak bisa berjalan ..... Tahan ya, sakitnya sebentar koq"
Kang Burhan mencoba menenangkanku. Kembali dia mengurut kakiku. Kali ini malah lebih sakit. Aku kembali menjerit dan tanpa sadar mencengkeram bahu kekar Kang Burhan.
" ..... Sakit, Kang ....."
"Iya .... Tahan sebentar ...."
"Aduuuuhhh ..... sakit ....."
Kang Burhan mendonggakkan kepala sambil tersenyum.
"Kalo mau nangis juga ndak papa koq, Ky ..... Nangis saja."
Aku pukul bahu Kang Burhan mendengar gurauannya yang tidak lucu itu. Aku kembali mengerang. Selama proses mengurut itu kucengkeram erat bahu Kang Burhan, cengkeraman tanganku erat sekali seolah aku bisa mengirim energi kesakitan yang aku alami kepadanya. Tapi Kang Burhan hanya tersenyum, dan herannya dia malah terlihat ganteng sekali.
"Udah ......... Gimana rasanya? ..... Coba kamu gerakkan pergelangan kakimu ..... Bisa? .... coba gerakkan memutar sekarang ...."
Kucoba menuruti apa yang Kang Burhan perintahkan, walau sambil meringis menahan sakit.
"Sakit banget ya ? ..... nih cengkeraman tanganmu kuat banget ..... sampai sakit ini bahu."
Kulepas tanganku dari bahu Kang Burhan, dia kemudian memegang bahunya sendiri sambil meringis juga.
Rupanya kiriman energi ku tadi berhasil.
"Gimana ? .... masih sakit ?"
Kembali Kang Burhan mengurut kakiku perlahan.
"Sedikit ...... sudah mendingan, Kang."
"Baguslah ..... ini untuk mencegah supaya kakimu tidak bengkak ..... Mau dicoba untuk berdiri ?"
Kang Burhan bangkit dan mengulurkan kedua tanggannya ke arahku. Aku mencoba bangkit sambil berpegangan pada tangan Kang Burhan. Setelah berdiri, kucoba untuk menapak dengan kaki kiriku.
"Awwwuu ......"
Tusukan sakit itu masih terasa, membuat tubuhku limbung. Lengan kekar Kang Burhan menahan tubuhku. Tepatnya dia memeluk tubuhku dengan kedua tanggannya.