PK 10 : ..... bagian akhir

933 35 4
                                    



[ TIGA TAHUN KEMUDIAN ]

Kini aku sudah memulai usaha baru. Nenek meninggal dunia satu tahun yang lalu. Entah kenapa dari surat wasiat yang ditulus Nenek, beliau menginginkan aku untuk menggurus kebun kelapa dan kebun-kebun lain di desa. Semua tanah dan kebun yang dimilik oleh Nenek adalah bagian dari warisan dari mendiang Eyang Kakung. Ayahku yang anak pertama dan ketiga tenteku sudah mendapatkan bagian masing-masing. Dan yang lebih mengherankan lagi. Kang Burhan juga mendapatkan sebidang tanah hibah yang berisikan kebun kelapa juga. Semua keluarga menganggap Nenek sudah memaafkan Kang Burhan atas insiden beberapa tahun yang lalu.

Dan sekarang inilah bisnis aku yang baru. Aku mendirikan tempat pengolahan kelapa di desa nenek. Dan hasilnya cukup bagus dengan perkembangan bisnis yang dibilang cukup pesat. Meski aku menjadi menejer utama perusahaan ini dan berkantor di Jakarta. Tapi untuk operasional dan pengolahan pabrik di desa aku meminta Kang Burhan untuk membantu. Dan dengan senang hati dia melakukannnya.

Setelah pulang dari Kalimantan, Kang Burhan memutuskan untuk tinggal dan menetap di desa. Dan ada yang kabar tidak menyenangkannya, rumah tangga Kang Burhan dengan istrinya yang orang Kalimantan harus berakhir, karena istrinya tidak mau diajak tingal di Jawa. Anak lelaki mereka yang sekarang berusia lima tahun tetap tinggal di Kalimantan bersama ibunya.

Namun kabar baiknya, Aisah anak perempuan pertama Kang Burhan memutuskan untuk bersekolah di Jawa dan tingal dengan ayahnya di desa. Aisah sekarang menjadi gadis yang cantik dan baik hati. Dua tahun setelah pulang dari Kalimantan, Kang Burhan menikah dengan salah satu janda yang ada didesa dan mereka punya satu anak laki-laki yang sekarang berusia hampir tiga tahun.

Di Jakarta aku pun sudah menikah dengan putri kenalan ibuku. Kami mempunyai satu anak laki-laki yang sekarang berusia satu tahun. Istriku sangat baik dan keibuan, sangat mudah bagiku untuk mencintainya. Dan kami bahagia dengan keluarga kecil kami.

Aku mengontrol operasional pabrik di kampung secara berkala. Dan meski aku percaya dengan kinerja dan keahlian Kang Burhan, dia tetap memintaku untuk selalu berkunjung ke sana. Selain untuk mengurusi pekerjaan, dia juga memintaku untuk mengurusi dirinya. Meminta waktuku secara eksklusif untuk dihabiskan bersama, dimana lagi kalo tidak di Pondok Kelapa di tenggah kebun.

Seperti sekarang, saat aku memakirkan mobil Panjero Sport ku di halaman. Kulihat dia sudah menungguku di pintu pondok, pastinya dengan gayanya yang seksi. Dengan kacing kemeja yang sudah dibuka semua, memamerkan hamparan bulu yang menghiasi dada bidang dan perutnya yang kotak-kotak keras. Satu lengannya bersandar di palang pintu atas, tangan satunya didepan celananya.

"Lama sekali datangnya ?" kudengar nada protes dari pertanyaannya.

Dengan santai aku keluar mobil dan menutup pintu.

"Emang kenapa?"

"Udah tegang nih. Sejak tadi sudah gelisah." Kata Kang Burhan sambil mengusap-usap gundukan di tengah selakangannya. Meski dengan maksud mengoda, aku paham betul apa maksudnya. Sungguh seksi sekali, membuat area selangkanganku yang sudah menegang dan terasa semakin sesak.

"Aku dengar, Akang akan bercerai lagi ..... sekarang kenapa ?" kucoba mengalihkan perhatiannya.

"Udah gak usah di bahas ......

Aku berjalan mendekat. Kutepiskan tangan Kang Burhan dari area selangkangannya, sekarang giliran tangan kananku bergerak mengusapi gundukan itu. Terasa hangat dan padat.

"Udah berapa lama ini dianggurin ?"

"Satu bulan dan Dua minggu ...... Dan kantungnya sudah terisi penuh, tinggal di kokang doang." Jawab Kang Burhan sabil menyunggingkan senyum.

PONDOK KELAPA Re-PublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang