08. Ugly & Big (2)

61 12 11
                                    


Harume membulatkan mata. Ia menatap wajahku yang memerah. Bibirnya mengerucut, ia sepertinya akan mengulang kembali perkataannya. "Muridmu  ... menyukaimu?"

Aku mengangguk, malu. Harume semakin tak percaya, ia geleng-geleng, tingkahnya menarik perhatian teman-teman kantorku yang lain. Ah, sahabatku yang satu ini memang suka berlebihan kalau aku bercerita tentang asmara. Meskipun begitu aku senang dia terlihat antusias dan mendukungku, padahal seharusnya wanita seperti dia pasti malas bersamaku. Harume sangat cantik, dia seperti dewi yang selalu setia mendukungku.

"Apa Kau menyukainya?" Harume menyelidik.

Aku menggeleng pelan, lalu menatap buah dadaku yang terbalut kemeja putih. "Kurasa tidak. Tapi mungkin aku akan menyukainya. Kudengar, merasa kasihan akan menimbulkan cinta. Ah, ngomong-ngomong aku ke toilet dulu. Aku titip HP dan dompetku, ya!"

Harume mengiyakan dan menyuruhku hati-hati. Aku berlari kecil ke toilet. Setelah itu aku mengunci toilet, meskipun aku bisa menduga rekan-rekan kerjaku akan merasa kesal karena toilet dikunci.

Ah, bodo amat, ada masalah yang lebih penting.

Aku menatap kaca yang membentang secara horizontal. Setelah itu, imajinasiku menggambarkan Denji yang berdiri di sisiku. Pipiku memerah, tangan kananku secara spontan meremas apa yang seharusnya tak aku remas. Mataku berkaca-kaca, aku masih bisa merasakan bagaimana rasanya kepemilikanku diremas anak itu.

Ini salahku, karena aku menantangnya dalam keadaan mabuk semalam. Aku merasa kalau dadaku tak besar, tetapi Denji bilang untuk ukuran segini dan alami itu termasuk besar. Dia bilang dia pernah meremas dada temannya dan ternyata dada temannya memakai bantalan. Ia juga pernah meremas dada wanita incarannya, tetapi ternyata wanita itu mengkhianatinya. Ia juga pernah tidur bersama perempuan yang mencintainya, tetapi perempuan itu justru meninggalkan dia untuk selama-lamanya.

Ah, itu berarti aku bukan yang pertama untuk Denji? Dia bilang menyukaiku agar dia bisa meremas dadaku, 'kan?

Aku tersenyum kecut. "Bodoh. Mana ada pria yang menyukaiku? Dasar cewek jelek dan menyedihkan. Lupakan malam itu, anggap saja aku tak ingat kalau anak itu meremas punyaku. Ya, aku mabuk berat seharusnya, 'kan? Mana mungkin aku ingat? Mungkin pernyataannya semalam itu hanya halusinasi. Eh, tapi kalau Denji mau denganku juga tidak masalah."

Aku menepuk kedua pipi, lalu meninggalkan toilet. Sebelum menemui Harume, aku menarik napas panjang dan menghembuskannya. Setelah siap, barulah aku menemui sahabatku lagi dengan wajah yang lebih baik.

"Dia tampan tapi sepertinya banyak tingkah, ya?" Harume membuka percakapan, aku mengangkat salah satu alis. Aku tak mengerti, siapa yang Harume maksud. Dan seolah tahu bahwa aku bingung, Harume terkekeh dan menepuk-nepuk pundakku. "Maksudku Saiko!"

"Saiko?" Aku makin tak mengerti. Secara spontan aku menatap Saiko yang juga sedang istirahat. Pria itu sangat pendiam, ia tengah mengetik di ponselnya. Setelah ia mengetik, ia menoleh ke arahku. Aku pun segera menatap Harume agar Saiko tak curiga. Di sana aku melihat Harume membulatkan mata dan menatap layar ponselnya nan menyala. Ia segera menjabal ponselnya sendiri, sebelum aku tahu apa yang ia sembunyikan. "Tapi kupikir Saiko tidak banyak tingkah."

"Oh," jawab Harume seadanya. Terkadang ia memang begitu kalau sedang bermain ponsel, tetapi aku tak masalah.

Hanya saja, coba pikirkan ini. Bukannya beberapa detik yang lalu Saiko sedang mengetik? Lalu ketika ia berhenti mengetik, Harume menerima sebuah pesan yang ia sembunyikan dariku. Aku tidak ingin curiga, tetapi perilaku Harume justru membuatku curiga.

Aku kembali menatap Saiko yang sudah tidak ada di tempatnya tadi. Pria itu, kulihat sedang berada di depan mesin minuman sekarang. Ia membeli dua minuman lalu berjalan ke arahku. Jantungku entah mengapa tak berdegup kencang seperti biasanya, perasaanku tiba-tiba biasa saja. Naluri seolah mengatakan, bukan Saiko lagi yang kucintai. Dan memang aku mudah sekali jatuh cinta dan melupakan pria yang pernah kucintai. Namun kupikir, ini terlalu cepat untuk melupakan perasaanku dengan Saiko. Apa ini karena Denji? Ah, pipiku memerah lagi. Dan tampaknya ini akan membuat salah paham, karena aku menatap Saiko dengan wajah yang memerah ini.

Bertajuk Rasa [ Anime x Reader ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang