Call #10 - Punggung yang Sepi

1.2K 159 22
                                    

"Kenapa mesti tokoh dongeng luar? Dongeng lokal juga banyak yang menarik bukan? Kenapa semua-muanya harus berpusat pada ketenaran dongeng dari barat? Apa kamu nggak bisa melakukan sesuatu? Aku kira kamu illustrator profesional..."

"Hei, ini nggak ada hubungannya dengan label profesional. Letak permasalahannya bukan di situ. Aku bilang akan menggambar karakter-karakter dongeng yang lebih dikenal semua kalangan. Bukan salahku kalau lebih banyak orang mengenal tokoh dongeng luar ketimbang legenda lokal. Meski kamu memperuntukkan ruangan ini untuk anak-anak, kamu tetap nggak bisa mengecualikan orang dewasa yang datang bersama mereka."

"Aku nggak peduli dengan orang dewasa. Jaman sudah berubah. orang-orang lebih aware kalau dongeng lokal juga bisa mendunia. Harusnya kamu manfaatin kesempatan ini untuk lebih memperkenalkan dongeng lokal, bisa kan?"

"Begini Brandon, maksudku... Pak Brandon." Giana menahan diri untuk tidak buru-buru mendebat kalimat yang dilontarkan pria yang duduk di hadapannya. Wajah tampannya seketika tidak selaras dengan ucapan-ucapan tajam yang terasa 'menyerang' kemampuan Giana untuk menghasilkan ide.

"Jangan panggil "Pak". Sudah kubilang kan? Aku nggak mau dipanggil "PAK" sama tante-tante kayak kamu."

Ugh! Sabar, Giana...

"Oke, oke... tapi bisa nggak kamu nggak dikit-dikit nyebut soal "tante" ke aku? Aku nggak ingat punya kakak yang melahirkan kamu. Geez..." Meski ditahan, akhirnya Giana harus kelepasan juga soal kekesalannya karena bukan sekali panggilan "Tante" terucap dari mulut Brandon. Giana memijit pelipis kepalanya, tidak mengerti bagaimana bisa percakapan santai yang bergulir beberapa puluh menit lalu menjadi perdebatan yang mengesalkan begini? Ke mana perginya sosok Brandon yang bijak dan ramah seperti tempo hari saat pertama Giana bertemu dengannya?

Ah, tidak. Mengesalkan karena Brandon seolah menyerang dirinya ditambah dengan tendensi laki-laki itu seolah mempertegas bahwa di antara mereka terbentang jarak yang diberi nama "USIA". Giana pun memahami itu. Belum lama ini ia mengetahui usia Brandon yang ternyata 27 tahun. Meski begitu, apa perlunya laki-laki ini selalu menyebut Giana dengan sebutan "Tante"? Sekalipun umur mereka cukup berjarak, tapi juga tidak sejauh itu! HUH!

Giana menghela napas sekali lagi. Memikirkan bagaimana ia menyikapi perdebatan semacam ini.

"Kalau aku hanya dibayar untuk melukis mural sesuai permintaanmu, sebenarnya itu juga bukan masalah bagiku. Itu pekerjaan mudah. Serius. Masalahnya, aku mau memastikan kalau memang benar itulah yang kamu mau. Bukan sesuatu yang kamu sesali." Giana sekali lagi membuka percakapan. Dengan suara sepelan mungkin dan... sesabar mungkin.

"Dengan kamu ngomong begitu, kamu tahu nggak kalau kamu sudah kedengaran sedang mempengaruhiku? Kamu sedang menyudutkan pilihanku," ucap Brandon dengan muka tengil yang tidak bisa dipungkiri sekali lagi membuat Giana ingin menyiramkan wajahnya dengan jus jeruk yang ada di mejanya. Hanya saja ia tidak sampai hati, terutama dengan suara Darren yang dimiliki pria itu. Suara yang sudah terlanjur melekat di benaknya. Sesaat timbul penyesalan karena tindakan Giana yang berpikiran pendek ingin terus di dekat Brandon hanya karena pria itu memiliki suara memikat seperti Darren.

"Oke. Aku nggak akan menyangkal kalau aku memang mencoba mempengaruhimu, tapi kamu tahu aku punya alasannya dan aku berharap kamu bisa paham isi kepalaku. Bicara sepertinya sulit, tapi aku harap cara ini akan membantumu mengerti." Giana mengeluarkan tabletnya, membuka satu folder berisi ilustrasi yang pernah dibuatnya khusus untuk series dongeng lokal. Ia sudah terlalu sering mengerjakan proyek semacam itu dan tak terhitung berapa banyak gambar ilustrasi yang dihasilkan. "Coba tebak, ilustrasi yang kamu lihat berasal dari cerita yang mana? Kalau kamu berhasil menebak semuanya, kuanggap aku yang kalah dalam perdebatan ini dan aku akan mengerjakan mural di tempat ini sesuai keinginanmu."

Call Me When You're Single Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang